Sustainability 17A #55
Noma dan Chef Manifesto
Dwi R. Muhtaman,
sustainability partner
““Kelezatan adalah mesin perubahan.
Jika Anda bisa membuat orang jatuh cinta
pada sebuah rasa, mereka juga akan jatuh cinta
pada sumber rasa itu dan ingin melindunginya.”
René Redzepi, chef dan pendiri Noma
Pada malam terakhir sebelum Noma menutup pintu selamanya sebagai restoran, suasana di dalam dapur dipenuhi dengan energi yang berbeda—sebuah campuran antara kegembiraan, nostalgia, dan rasa haru. Para koki bekerja dengan presisi yang luar biasa, mengolah setiap bahan dengan penuh penghormatan, seolah-olah ini adalah persembahan terakhir mereka untuk dunia kuliner. Di ruang makan, cahaya lilin berpendar hangat di atas meja kayu Skandinavia, sementara tamutamu terpilih menikmati pengalaman yang akan menjadi bagian dari sejarah gastronomi.
Saat hidangan terakhir disajikan—sepotong daging rusa panggang yang dimasak sempurna, disandingkan dengan acar musim gugur dan saus lobak—ChefRené Redzepi berdiri di tengah ruangan, memandang para tamu dan stafnya. Dengan suara yang sedikit bergetar, ia berkata, “Makan malam bukan sekadar tentang makanan. Ini tentang kebersamaan, tentang berbagi sesuatu yang kita cintai dengan orang lain.” Seorang pelayan membisikkan bahwa beberapa koki di dapur mulai menitikkan air mata—ini bukan sekadar malam penutupan, tetapi perpisahan dengan sebuah mimpi yang telah mereka bangun bersama. Sebelum tamu terakhir meninggalkan ruangan, staf berkumpul di pintu, memberikan salam perpisahan yang tulus, sementara Redzepi menambahkan, “Ini bukan akhir, ini hanya awal dari sesuatu yang baru.”1
Pada malam perpisahan yang penuh emosi di Noma, Chef René Redzepi berdiri di hadapan para tamu, menyampaikan pesan yang mendalam: “Kita harus sepenuhnya memikirkan ulang industri ini.” Ia menekankan bahwa apa yang kita makan memiliki dampak besar, dan tidak ada konflik antara menikmati hidangan yang lebih baik dan menciptakan dunia yang lebih baik.
Para kru Noma, yang telah lama bekerja bersama dalam menciptakan pengalaman kuliner yang tak terlupakan, berbagi momen haru saat mereka menyajikan hidangan terakhir. Mereka merenungkan perjalanan mereka, mengingat bahwa bekerja di Noma bukan hanya tentang memasak, tetapi juga tentang menjelajahi hutan dan pantai untuk mencari bahan terbaik, sebuah proses yang diyakini Redzepi akan membentuk seorang jurumasak sejati.
Dengan semangat yang tak pernah padam, Redzepi mengajak semua orang untuk terus menghargai bahan-bahan alami dan memahami bahwa menunggu sesuatu untuk difermentasi adalah perasaan yang luar biasa, yang sepenuhnya bertentangan dengan semangat zaman modern. Kata Redzepi dalam bukunya yang ditulis bersama David Zilber: The Noma Guide to Fermentation (Foundations of Flavor), Orang-orang selalu mengaitkan restoran kami dengan makanan liar dan praktik meramban, tetapi kenyataannya, pilar utama yang mendefinisikan Noma adalah fermentasi2.
Bermain dengan fermentasi inilah yang membuat menu-menu Noma memberi kelezatan yang berbeda. Sebuah pengalaman rasa yang mampu mengubah orang untuk jatuh cinta bukan saja pada hidangan di meja yang disantap tetapi jauh ke sumber asal rasa itu. “Kelezatan,” kata Redzepi, kepala koki Noma, “adalah mesin perubahan. Jika Anda bisa membuat orang jatuh cinta pada sebuah rasa, mereka juga akan jatuh cinta pada sumber rasa itu dan ingin melindunginya.”3
Kutipan ini menegaskan filosofi Noma dalam menggunakan bahan-bahan lokal dan liar secara inovatif, sekaligus mendorong kesadaran akan pentingnya menjaga alam demi kelangsungan bahan pangan yang unik dan berkelanjutan. Bahwa “kelezatan adalah mesin perubahan,” menekankan pentingnya rasa nikmat dalam mendorong perubahan positif dalam kebiasaan makan dan pemanfaatan sumber daya alam.
Noma, restoran yang mengubah Denmark menjadi pusat gastronomi dunia, berdiri di jantung kota Kopenhagen. Didirikan pada tahun 2003, Noma dengan cepat menjadi salah satu restoran paling berpengaruh di dunia, memelopori gerakan New Nordic Cuisine. Nama “Noma” merupakan singkatan dari dua kata dalam bahasa Denmark: “nordisk” (Nordik) dan “mad” (makanan). Restoran ini dikenal karena fokusnya pada bahan-bahan lokal dan musiman, serta pendekatan inovatif terhadap masakan Nordik.4
Sejarah, Filosofi dan Lahirnya New Nordic Cuisine
Sejak awal berdirinya, Noma telah berupaya mendefinisikan ulang masakan Nordik dengan menekankan penggunaan bahan-bahan lokal yang seringkali diabaikan. Redzepi dan timnya terlibat dalam praktik meramu (foraging) untuk menemukan bahan-bahan unik dari alam sekitar, menciptakan hidangan yang mencerminkan musim dan lanskap Nordik. Filosofi ini menekankan hubungan yang erat antara makanan, alam, dan budaya lokal.5 “Ketika Anda mendekati bahan mentah dan mencicipinya saat mereka baru saja lepas dari tanah, Anda belajar untuk menghormati mereka,” katanya suatu waktu yang menyoroti pentingnya menghargai bahan alami dalam inovasi kuliner.
Keunikan Noma terletak pada kemampuannya menggabungkan teknik kuliner modern dengan tradisi lokal, menghasilkan pengalaman bersantap yang inovatif dan autentik. Visi Noma adalah terus bereksperimen dan berkembang, selalu mencari cara baru untuk mengeksplorasi dunia alami dan menciptakan hidangan yang menggugah selera.6
Noma memiliki komitmen kuat terhadap keberlanjutan dan pelestarian lingkungan. Dengan memanfaatkan bahan-bahan lokal dan praktik meramu, restoran ini tidak hanya mendukung ekonomi lokal tetapi juga mengurangi jejak karbon. Menu di Noma sering berubah sesuai musim, mencerminkan ketersediaan bahan-bahan segar dan memastikan bahwa setiap hidangan memiliki dampak minimal terhadap lingkungan.
Namun, dalam sebuah pengumuman mengejutkan, Noma mengungkapkan bahwa mereka akan menutup pintunya secara permanen pada akhir tahun 2024. Warisan Noma: Revolusi Kuliner di Denmark7
Dalam buku yang ditulis tahun 2010, Noma: Time and Place in Nordic Cuisine, Redzepi menggoreskan apa yang disebutnya sebagai foodphilosophy. Bahwa kebangkitan Noma tidak dimulai dari buku masak biasa atau strategi pemasaran restoran, melainkan dari sebuah manifesto. Manifesto of the New Nordic Kitchen, yang ditulis oleh aktivis pangan dan pengusaha Claus Meyer bersama sekelompok koki Skandinavia, mendefinisikan ulang tradisi kuliner Nordik. Manifesto ini menekankan bahwa:
- Metode memasak tradisional harus dilestarikan.
- Bahan makanan harus musiman dan berasal dari sumber lokal.
- Inovasi dan hasrat harus mendorong interpretasi baru terhadap makanan Nordik.
Ketika manifesto ini dipresentasikan dalam Nordic Kitchen Symposium, konsepnya merevolusi pendekatan kuliner di wilayah tersebut, menginspirasi para koki di seluruh Skandinavia, dan menempatkan masakan Nordik di peta kuliner dunia.
Buku itu adalah wawasan eksklusif tentang filosofi makanan dan kreativitas koki René Redzepi serta restoran inovatifnya di Kopenhagen, Noma. Buku ini membahas setiap aspek Noma dan masakannya. Selain menyertakan lebih dari 90 resep, yang masing-masing telah difoto secara khusus, buku ini juga menjelaskan evolusi Redzepi sebagai seorang koki, menggambarkan penemuannya terhadap bahanbahan musiman Nordik dan bagaimana ia mengembangkannya menjadi masakan kelas dunia. Buku ini juga menggambarkan hubungannya dengan beberapa pemasok paling setia Noma, merinci komitmen luar biasa yang dimiliki banyak dari mereka dalam memproduksi dan mencari bahan-bahan dengan kualitas yang sangat tinggi.
Noma: Time and Place in Nordic Cuisine memberikan pemahaman unik tentang apa yang Redzepi sebut sebagai ‘ThePerfectStorm’: pusaran operasi di ujung tombak gastronomi internasional dengan hanya menggunakan bahan-bahan yang bersumber lokal. Dengan 200 foto khusus yang dikomisikan oleh Ditte Isager, yang menampilkan hidangan Redzepi, pemasok dan bahan-bahannya, serta lanskap Nordik, Noma: Time and Place in Nordic Cuisine adalah satu-satunya pameran tentang Noma yang spektakuler dan inovatif, serta kekuatan pendorongnya yang gigih, René Redzepi.
Dialah yang berdiri di pusat revolusi ini, kepala koki visioner Noma. Perjalanannya tidak konvensional—ia keluar dari sekolah menengah pada usia 15 tahun untuk belajar di sekolah kuliner. Ia kemudian berlatih di beberapa restoran Michelin paling prestisius di dunia:
- El Bulli (Spanyol) – Pusat dari gastronomi molekuler.
- The French Laundry (AS) – Di bawah bimbingan Thomas Keller.
- Kong Hans (Denmark) – Salah satu restoran berbintang Michelin di Kopenhagen.
Pada tahun 2002, saat berusia 24 tahun, Redzepi didekati oleh Claus Meyer dengan tawaran untuk memimpin sebuah restoran baru—Noma.
Meskipun memiliki visi ambisius, tahun-tahun pertama Noma penuh tantangan. Masyarakat Denmark terbiasa dengan hidangan tradisional seperti babi panggang dan kentang, sementara bahan-bahan Nordik masih belum banyak dieksplorasi. Dari 55 jenis beri yang dapat dimakan di wilayah tersebut, hanya 7 yang secara umum dikonsumsi.
Redzepi memahami bahwa mengubah budaya makanan membutuhkan waktu, tetapi skeptisisme awal membuat banyak orang bertanya-tanya apakah visi Noma terlalu radikal.
Namun, pada tahun 2006, keadaan mulai berubah. Dunia kuliner internasional mulai memperhatikan, dan restoran ini mendapatkan momentum. Keberlanjutan, teknik
foraging (mencari bahan makanan di alam liar), dan bahan makanan lokal menjadi inti dari identitasnya.
Antara tahun 2010 dan 2012, Noma meraih gelar Restoran Terbaik di Dunia selama tiga tahun berturut-turut. Restoran ini kemudian memenangkan penghargaan tersebut sebanyak lima kali, sebuah prestasi yang sebelumnya hanya dicapai oleh El Bulli di Spanyol. Meskipun meraih pengakuan internasional, Michelin hanya memberikan Noma dua bintang selama lebih dari satu dekade, sebelum akhirnya dianugerahi bintang ketiga pada tahun 2021.
Akhir Sebuah Noma dan Masa Depan
Terlepas dari kesuksesan besar, Noma mengumumkan bahwa tahun 2024 akan menjadi tahun terakhir operasionalnya sebagai restoran eksperimental dan inovatif.
Namun, ini bukan pertama kalinya Redzepi membuat keputusan berani: Pada
2012 – Noma tutup sementara untuk membuka pop-updi London (bersama Claridge’s Hotel).8 Kemudian pada 2015 – Membuka pop-updi Jepang (Tokyo), mengeksplorasi cita rasa baru berbahan dasar lokal. Dilanjutkan pada 2016 – Pop-up di Australia (Sydney), memperkenalkan hidangan baru terinspirasi bahan-bahan setempat dan pada 2017 – Pop-up di Meksiko (Tulum), menampilkan masakan berbahan lokal dengan sentuhan Nordik. Pada 2018 – Setelah tutup selama setahun, Noma dibuka kembali sebagai Noma 2.0 dengan konsep baru berbasis musim. Dan 2020 – Selama pandemi COVID-19, Noma berubah sementara menjadi bar burger dan wine untuk beradaptasi dengan situasi.
Membaca perjalanan Noma dengan kepemimpinan kreatif dan revolusioner Redzepi, maka nampak, Ia bukan orang yang puas dengan status quo—lalu apa langkah berikutnya baginya dan timnya? Jawabnya ada di Noma berikutnya, Noma 3.0 (2025):
Selama dua puluh tahun terakhir, Noma telah menjadi restoran yang selalu ingin belajar dan berkembang—berusaha menjadi yang terbaik yang kami bisa!
Asal-usul kami berakar pada eksplorasi dunia alam, yang dimulai dengan keinginan sederhana untuk menemukan kembali bahan-bahan lokal liar melalui foraging dan mengikuti perubahan musim.
Sejak tahun-tahun awal, kami telah menambahkan banyak lapisan dalam apa yang kami lakukan. Kami memiliki tim yang didedikasikan hanya untuk inovasi, tim lain yang berspesialisasi dalam fermentasi, serta foragers, tukang kebun, dan peneliti penuh waktu. Kami telah melakukan perjalanan ke seluruh dunia untuk mencari inspirasi, teknik, persahabatan, dan bahan-bahan baru. Selama bertahun-tahun, staf kami berkembang dari hanya dua belas orang menjadi lebih dari seratus.
Pengejaran pengetahuan, kreativitas tanpa batas, kerja sama tim yang tak kenal lelah, dan kejutan bagi para tamu adalah inti dari siapa kami.9
Pengalaman Noma: Melihat dari Dalam10
Inilah cerita dari para jurnalis dan pengamat soal restoran yang menyaksikan saatsaat akhir Noma.11 Saat tiba di Noma’sgardenvillage, para tamu disambut dalam suasana yang lebih menyerupai tempat peristirahatan alam daripada restoran mewah. Alih-alih papan nama besar, pengunjung melihat rumah kaca, kebun sayur, dan bangunan kayu berornamen tanduk rusa—sebuah gambaran awal tentang apa yang akan datang.
Di dalam, suasana terasa hangat dan intim. Taplak meja putih khas restoran fine dining tidak digunakan; sebaliknya, meja kayu khas Skandinavia dipilih untuk mencerminkan hubungan dengan alam. Para staf sangat antusias dan berpengetahuan luas, siap berbagi cerita di balik setiap menu.
Setiap hidangan di Noma merupakan perayaan alam Nordik–menu berbasis musim dan alam.
Beberapa hidangan unggulan meliputi:
- Daging guineafowldalam kerak garam – Disajikan secara dramatis di meja.
- Jamur liar – Menampilkan kekayaan foragingdi Skandinavia.
- Bahan fermentasi – Menunjukkan teknik pengawetan makanan kuno.
Semuanya dirancang untuk bersifat interaktif dan menarik, mendorong para tamu untuk bertanya tentang bahan dan teknik yang digunakan.
Noma bukan hanya sebuah restoran—ia adalah sebuah gerakan. Timnya telah memelopori gastronomi berkelanjutan, mengintegrasikan praktik ramah lingkungan dalam setiap aspeknya:
- Foraging– Menggunakan bahan liar untuk mendukung keanekaragaman hayati.
- Minim limbah – Setiap bagian dari bahan makanan dimanfaatkan secara kreatif. – Menu musiman – Menyesuaikan hidangan dengan apa yang disediakan alam pada saat tertentu.
Menu di Noma dibangun di sekitar tiga tema musiman yang unik, yang masingmasing dirancang untuk menampilkan bahan terbaik yang tersedia pada waktu tertentu dalam setahun:
- Musim Laut (Januari – Juni) – Menyelami rasa dari laut.
- Musim Sayur (Juli – September) – Perayaan bahan-bahan segar yang bersumber secara lokal.
- Musim Permainan & Hutan (Oktober – Desember) – Menampilkan daging buruan liar, jamur, dan hasil hutan yang diramban.
Prinsip-prinsip ini tidak hanya mengurangi dampak lingkungan Noma, tetapi juga menginspirasi generasi baru koki untuk memikirkan kembali keberlanjutan dalam dunia kuliner.
Refleksi atas Warisan Noma
Noma telah mengubah dunia kuliner selamanya, membuktikan bahwa finedining dapat memiliki keterkaitan mendalam dengan alam, budaya, dan keberlanjutan. Meskipun restoran ini akan tutup pada akhir tahun 2024, pengaruhnya akan tetap bertahan, membentuk masa depan gastronomi selama beberapa dekade mendatang. Meski juga penutupan ini, menurut Majalah Wired, menandakan akhir dari finedining. Meskipun sukses besar, ia memutuskan untuk menutup Noma karena, secara finansial dan emosional, “… itu tidak berkelanjutan,”katanya. Selama bertahun-tahun, dapur kelas atas seperti Noma mengandalkan magang yang tidak dibayar atau dibayar sangat rendah, di mana para stagiaire bekerja dengan jam kerja yang melelahkan dan menguras hidup sambil mempelajari keterampilan memasak. Praktik ini sering kali ilegal dan perlahan-lahan mulai ditinggalkan. Namun, bagi para magang dan staf yang bertahan di tempat seperti Noma, pengalaman itu bisa menjadi tiket menuju kesuksesan karier mereka di masa depan.12
Namun, seperti yang telah ditunjukkan Chef René Redzepi berkali-kali, ini bukanlah akhir—melainkan awal dari evolusi kuliner berikutnya.
Tetapi ada juga yang sinis dengan Noma. Misalnya artikel yang ditulis Jaya Saxena, seorang koresponden pada laman Eater.com, dan editor pada serial buku-buku Best American Food dan Travel Writing. Artikelnya yang muncul pada 2023 itu berjudul You Were Never Going to Goto Noma Anyway. Menurutnya kita perlu realistis. “Anda mungkin tidak akan pernah pergi ke Noma,” tulisnya. Noma adalah contoh utama dari “Untuk Apa Repot.” Pertama, restoran ini berada di Kopenhagen, dan Jaya tidak tinggal di sana. Kedua, reservasi sangat sulit didapat, dengan 20.000 orang setiap hari mencoba mendapatkannya pada tahun 2012, dan orang-orang memantau akun Twitter Redzepi untuk mencari kemungkinan pembatalan menit terakhir. Harganya juga mahal, khas restoran high-end. Makan malam dengan wine pairing seharga 5.500 krone (saat ini hampir $800), meski masih lebih murah daripada beberapa menu tasting di New York, tapi tetap saja mahal, tulis Jaya.
Jaya, dalam tulisan itu, merasa tak perlu berduka atas penutupan Noma. Tokh sudah cukup banyak alumni Noma — dan alumni restoran yang dibuka oleh alumni Noma — sehingga Noma ada di sekitar kita. Itu terlihat setiap kali restoran fine dining menyebut bahan-bahan yang dipetik secara lokal sebagai inspirasi untuk sebuah hidangan, dalam setiap burung goth13 yang masih kita lihat di meja-meja restoran saat ini, dan dalam setiap eksperimen restoran high-end dengan saus fermentasi DTC (Direct-To-Consumer).14
Pengalaman Bersantap di Noma yang Imersif 15
Seorang contentcreatorsoal makanan, Alexander, ingin menikmati sensasi hidangan terakhir di Noma. Ia dengan cermat mengamati suasana, menangkap kesan dan memesan hidangan malam terbaik yang disediakan. “Seragam staf di Noma lebih mengutamakan fungsi daripada mode, mencerminkan suasana restoran yang santai dan informal,” kesannya dalam podcastnya. Meskipun memiliki reputasi tinggi, Noma tetap mempertahankan lingkungan yang ramah, di mana fine dining bertemu dengan kesederhanaan Skandinavia, jelasnya.
Menurutnya, Noma buka empat hari dalam seminggu, dari Selasa hingga Jumat, menyajikan makan siang dan makan malam. Dengan hanya 40 kursi yang tersedia, restoran ini memastikan pengalaman bersantap yang intim. Menariknya, empat kursi di antaranya disediakan untuk mahasiswa, memberi mereka kesempatan untuk menikmati pengalaman kuliner kelas dunia dengan harga lebih terjangkau. Jika Anda datang sendirian, Anda tetap dapat bergabung di meja bersama, tempat para tamu dapat berinteraksi sambil menikmati hidangan luar biasa.
Mahal, Tetapi Tak Terlupakan
Bersantap di Noma adalah pengalaman mewah, dengan harga menu sebesar 535 euro per orang. Para tamu juga dianjurkan untuk memilih padanan minuman guna meningkatkan cita rasa setiap hidangan:
- Paket anggur – 280 euro.
- Paket jus – 215 euro.
Bagi sebagian orang, ini mungkin terasa sangat mahal, tetapi bagi pecinta kuliner, ini adalah pengalaman sekali seumur hidup. Alexander dalam podcastnya menjalankan pengalaman sekali seumur hidup itu.16 Total biaya untuk pengalaman Alexander pada santap terakhir dengan Noma? Hampir €2.000 untuk dua orang— harga yang mahal. Tetapi bagi banyak orang, pengalaman yang tak ternilai.
Sayangnya, kesempatan ini tidak akan bertahan lama. Menurutnya bersantap di Noma bukan hanya tentang makan malam—ini adalah eksplorasi mendalam tentang alam, sains, dan seni kuliner. Karena 2024 menjadi tahun terakhirnya, mengalami Noma sebelum tutup terasa seperti menyaksikan sejarah tercipta. Chef René Redzepi selalu selangkah lebih maju dari dunia kuliner, dan dengan penutupan Noma yang semakin dekat, kita hanya bisa bertanya-tanya—apa langkah selanjutnya bagi pria yang telah mendefinisikan ulang fine dining?
Seiring berjalannya malam di Noma, kreativitas Chef René Redzepi dan timnya terus bersinar. Setiap hidangan adalah ekspresi seni dari cita rasa Nordik, menggabungkan bahan-bahan tradisional dengan teknik kuliner mutakhir.
Setelah makan malam, tim menawarkan tur eksklusif ke seluruh restoran, membuka setiap sudut tersembunyi. Ini adalah pandangan mendalam ke dalam jantung Noma, memperlihatkan presisi dan dedikasi yang mendefinisikan tempat ini sebagai salah satu restoran terbaik di dunia.
Inilah momen perpisahan kuliner. Bab terakhir dari Noma.17 Saat tamu bersiap untuk pergi, staf berkumpul di pintu keluar, meniru sambutan hangat mereka di awal malam. Sebagai hadiah perpisahan, mereka memberikan suvenir spesial dari Noma Projects, sebuah pengingat bahwa semangat restoran ini akan terus hidup, meskipun pintunya tertutup.
Akhir dari Sebuah Era, Awal dari Bab Baru
Pada Januari 2024, Noma mengumumkan bahwa pada 2025, restoran ini tidak akan lagi beroperasi sebagai tempat makan. Sebagai gantinya, Noma akan berubah menjadi dapur uji, berfokus pada inovasi kuliner dan pengembangan produk. Meskipun Chef Redzepi belum mengungkap rencana masa depannya, warisannya dalam mendefinisikan kembali fine dining akan terus berlanjut. Ketika saya berkunjung ke website Noma pada Maret 2025 terlihatlah apa yang baru.18
Bagi sebagian orang, Noma bukanlah restoran favorit mereka— pendekatannya eksperimental, tidak konvensional, dan terkadang kontroversial. Namun, jika dilihat sebagai gerakan daripada sekadar restoran, Noma tidak tertandingi. Noma telah mengubah gastronomi global, menginspirasi koki dan pecinta kuliner di seluruh dunia. Meskipun restorannya mungkin akan hilang, filosofi inovasi, keberlanjutan, dan eksplorasi akan tetap hidup.
Ini menandai akhir dari bab luar biasa, tetapi bukan akhir dari dampak Noma dalam dunia kuliner.
Noma telah menjadi restoran paling berpengaruh di dunia selama hampir 15 tahun.
Dalam periode tersebut, restoran ini memenangkan posisi teratas dalam daftar The World’s 50 Best Restaurants sebanyak lima kali dan berhasil memperluas selera kuliner—pernah mencoba ubur-ubur, lumut, atau semut? Noma juga menjadi pelopor dalam gerakan fermentasi global dan menginspirasi banyak koki serta restoran yang mencoba meniru konsepnya. Pergi dan makan di Noma itu seperti pergi menonton David Bowie tampil langsung dalam konser pada tahun 1973 atau menonton Michael Jordan bermain di puncak kariernya di Chicago.19 Sesuatu yang amat berharga.
Meskipun meraih kesuksesan besar, Redzepi memutuskan untuk menutup Noma karena, baik secara finansial maupun emosional, “ini tidak berkelanjutan,” katanya. Selama bertahun-tahun, dapur restoran kelas atas seperti Noma bergantung pada program magang yang tidak dibayar atau dibayar dengan sangat rendah, di mana para stagiaires20 bekerja dengan jam kerja yang melelahkan dan menguras tenaga demi belajar keterampilan kuliner. Praktik ini sering kali melanggar hukum dan kini perlahan mulai dihapuskan. Namun, bagi para magang dan staf yang bertahan menghadapi kerasnya lingkungan kerja di tempat seperti Noma, pengalaman tersebut bisa menjadi tiket emas yang membuka peluang besar bagi karier mereka di masa depan.21
Atau karena tumbuhnya makan sinstesis yang tidak ribet. Dalam beberapa tahun terakhir, kita telah melihat peluncuran berbagai produk yang menantang konsep tradisional tentang memasak dan makan. Ada LeWhaf, penemuan profesor Harvard, David Edwards, yang memungkinkan seseorang menghirup aroma makanan tanpa perlu khawatir akan kenaikan berat badan; burger yang dibuat di laboratorium, yang oleh beberapa orang dianggap sebagai solusi bagi masalah kelaparan dunia; dan yang terbaru, Soylent, pengganti makanan yang dikembangkan oleh seorang insinyur perangkat lunak dari Silicon Valley, yang menjadi subjek artikel The New Yorker berjudul “The End of Food.”
Konsep lain yang menarik dalam ranah makanan masa depan adalah notebynote cooking22 dari ilmuwan Hervé This. Sebagai salah satu tokoh utama dalam gastronomi molekuler, This telah mengembangkan dan mempromosikan metode memasak yang menggunakan senyawa kimia penyusun bahan makanan, alih-alih jaringan hewan atau tumbuhan.23
Kita bisa membicarakan tentang pengganti makanan dan daging sintetis yang diklaim dapat menyelesaikan semua masalah kita, tetapi sejujurnya, saya tidak merasa bahwa semua ini akan bertahan lama kecuali jika makanan tersebut bernutrisi dan lezat. Itu adalah hal yang baik, karena saya tidak bisa membayangkan hasil yang lebih buruk daripada jika sistem pangan kita menghadapi masa depan dengan mengubah aktivitas makan menjadi sesuatu yang mirip dengan mengisi bahan bakar mobil ketika tangkinya hampir kosong. Bayangkan betapa mekanis dan tidak menyenangkan hal itu.24
Kita simak dengan ringkas The End of Food yang ditulis Lizzie Widdicombe (The NewYorker) 25.
Tulisan Lizzie ini membahas munculnya Soylent, sebuah minuman pengganti makanan yang dirancang untuk menghilangkan kebutuhan akan makanan tradisional. Artikel ini mengikuti perjalanan Rob Rhinehart, seorang insinyur perangkat lunak yang menciptakan Soylent pada tahun 2013 sebagai respons terhadap ketidakefisienan dalam persiapan makanan konvensional. Tujuannya adalah mengembangkan zat yang direkayasa secara ilmiah, bernutrisi lengkap, dan mampu menyediakan semua nutrisi esensial tanpa memerlukan waktu, biaya, serta dampak lingkungan yang terkait dengan menanam, memasak, dan mengonsumsi makanan tradisional.
Rhinehart, yang merasa frustrasi dengan kerepotan memasak dan makan, bereksperimen dengan mencampurkan nutrisi esensial ke dalam bentuk cair yang dapat diminum. Soylentdipasarkan sebagai alternatif makanan yang hemat waktu, hemat biaya, dan efisien, menarik perhatian para profesional sibuk, pekerja teknologi, serta mereka yang tidak tertarik memasak.
Soylent ini menilai efisiensi adalah segalanya. Fungsi menjadi utama daripada budaya terhadap makanan. Pendukung Soylent melihatnya sebagai masa depan nutrisi, solusi bagi ketahanan pangan global, dan cara untuk mengurangi jejak lingkungan dari pertanian. Tetapi para kritikus berpendapat bahwa makanan bukan sekadar sumber energi, tetapi juga terkait dengan budaya, tradisi, kenikmatan, dan interaksi sosial. Dari segi nutripun ahli gizi mempertanyakan apakah pengganti makanan seperti Soylent benar-benar bisa menggantikan makanan utuh, mengingat sains belum sepenuhnya memahami semua mikronutrien dan senyawa dalam makanan alami dan segala hubungan yang kompleks elemen-elemen kimia dalam makanan. Menurut artikel itu beberapa pengguna awal melaporkan manfaat kesehatan seperti penurunan berat badan dan kejernihan mental, sementara yang lain mengeluhkan masalah pencernaan.
Dengan demikian Soylent mungkin masih memerlukan waktu yang lama untuk bisa dikatakan sebagai “pengganti makanan.” Belum lagi potensi gangguan yang ditimbulkan Soylent terhadap industri makanan menimbulkan kekhawatiran etis dan ekonomi, terutama terkait petani kecil, pekerja makanan, dan pertanian tradisional. Meskipun Soylent mengklaim dapat mengurangi limbah makanan dan jejak karbon, para kritikus berpendapat bahwa solusi keberlanjutan yang sebenarnya adalah mendukung pertanian lokal dan mengurangi makanan olahan.
Karena dalam tulisannya Lizzie mempertanyakan apakah Soylent akan benar-benar menjadi “akhir dari makanan” seperti yang kita kenal, atau hanya sekadar produk alternatif untuk gaya hidup tertentu. Ia menyoroti bahwa meskipun beberapa orang mungkin menerima konsep nutrisi berbasis sains, banyak orang tetap akan menghargai makanan karena rasanya, sejarahnya, dan fungsi sosialnya.
Artikel ini memberikan wawasan menarik tentang bagaimana teknologi mengubah hubungan kita dengan makanan. Meskipun Soylent mungkin menarik bagi mereka yang mengutamakan efisiensi, produk ini tidak mungkin sepenuhnya menggantikan makanan tradisional. Sebaliknya, Soylentmengangkat pertanyaan penting tentang apa yang kita makan, mengapa kita makan, dan bagaimana kita menyeimbangkan kenyamanan dengan makna budaya yang mendalam dari makanan.
Upaya-upaya ini bisa saja lahir dari sekadar dorongan untuk hal baru dan kesenangan (seperti Le Whaf), dari keinginan untuk beradaptasi dengan gaya hidup modern di mana memasak dan makan, atau bahkan keluar rumah atau kantor untuk membeli makanan, dianggap sebagai beban bagi sebagian orang (Soylent), atau sebagai persiapan menghadapi skenario bencana di mana kita tidak dapat memberi makan seluruh populasi dunia (noteànote, daging laboratorium).
Tentu saja, ada ruang untuk segala macam ide dan inovasi, kata Redzepi. “Namun bagi saya, sebagai seseorang yang melihat dunia melalui lensa budaya kuliner serta kenikmatan makan dan memasak, kita tidak boleh kehilangan fokus terhadap pentingnya kelezatan.”
Ia menjelaskan maksudnya dengan mengajak berimajinasi pada masalah terbesar yang harus kita pecahkan dalam beberapa dekade mendatang: bagaimana kita akan memberi makan diri kita sendiri. Kebanyakan orang akan setuju bahwa makanan yang kita produksi saat ini sebenarnya cukup untuk semua orang. Masalahnya adalah kita membuang sepertiga dari makanan yang kita hasilkan setiap tahun di seluruh dunia—seolah-olah kita telah melupakan nilai dari apa yang kita makan. Lebih jauh lagi, kita masih terjebak dalam pola pikir yang berpusat pada daging, yang mendorong sistem pangan yang tidak efisien secara ekonomi dan mencemari lingkungan.
“Bagaimana kelezatan dan kenikmatan makan dapat membantu kita mengatasi masalah ini?” tanya Redzepi. Menurutnya ada beberapa petunjuk yang bisa ditemukan dari cara berpikir yang berkembang di dapur di wilayah yang dikembangkan—pendekatan yang mungkin dapat diterapkan dalam skala yang lebih luas.
Beberapa waktu lalu, para crew Noma di restoran memutuskan bahwa tidak hanya bijaksana dan praktis untuk mengeksplorasi dunia tumbuhan—mempelajari dan mencari berbagai bahan yang tumbuh di sekitar kita tetapi tidak dimanfaatkan oleh orang-orang—tetapi juga bahwa itu bisa menjadi pengalaman yang luar biasa lezat. Upaya ini telah membuka dunia rasa baru bagi mereka dan menjadi kunci keberhasilan restoran ini. Dalam beberapa tahun terakhir, mereka juga mengeksplorasi bagaimana memasukkan serangga ke dalam menu serta memahami potensi luar biasa dari fermentasi—proses yang telah memberi peradaban makanan pokok seperti roti, cokelat, anggur, dan kopi.
Bagi Noma, fermentasi juga menjadi cara untuk mengubah apa yang dulunya dianggap sebagai limbah makanan menjadi bumbu yang lezat—misalnya, potongan sayuran yang tersisa diubah menjadi cuka atau kaldu kaya umami. Baca salah satu buku yang ditulisnya tentang fermentasi: “The Noma Guide to Fermentation“yang ditulis bersama David Zilber.
Tiga bidang yang disebutkan Redzepi ini memiliki potensi besar:
- Serangga kaya akan protein dan dapat menjadi sumber pangan berkelanjutan di seluruh dunia.
- Fermentasi dapat secara positif mengubah banyak bahan yang seharusnya terbuang menjadi sesuatu yang berguna.
- Dunia tumbuhan, menurut saya, memiliki potensi keragaman dan kelezatan yang jauh lebih besar dibandingkan kebiasaan makan kita selama beberapa dekade terakhir.
Keberhasilan kami tidak datang dari memaksakan filosofi ini kepada para tamu. Tidak ada yang ingin diceramahi di meja makan, terutama ketika mereka datang untuk bersenang-senang. Sebaliknya, bahkan dalam dunia kuliner yang dipenuhi begitu banyak tabu dan dogma, kami bisa terus berjalan di jalur ini karena kami meyakinkan para tamu melalui kenikmatan dan kejutan yang muncul dari pendekatan ini. Semua itu terjadi tepat saat mereka mencicipinya.
“Kita bisa saja berbicara tentang pengganti makanan dan daging sintetis yang diklaim dapat menyelesaikan semua masalah kita, tetapi jujur saja, saya tidak yakin semua itu akan bertahan jika tidak memiliki nilai gizi dan kelezatan. Ini adalah hal yang baik, karena saya tidak bisa membayangkan hasil yang lebih buruk daripada sistem pangan kita di masa depan yang mengubah makan menjadi sesuatu yang setara dengan mengisi bahan bakar mobil ketika tangkinya hampir kosong. Bayangkan betapa mekanis dan hambarnya kehidupan seperti itu.”26
Bagi Lizzie, kita memang perlu memikirkan kembali tentang peran makanan dalam dunia yang berubah ini. Soylent mewakili pergeseran dalam cara kita memikirkan makanan—dari pengalaman sensorik dan budaya menjadi kebutuhan ilmiah dan fungsional. Namun, makanan memiliki akar yang dalam dalam sejarah, kenikmatan, dan kehidupan sosial manusia, sehingga kecil kemungkinan orang akan sepenuhnya meninggalkan kebiasaan makan tradisional. Munculnya Soylent memicu diskusi penting tentang keberlanjutan, kesehatan, dan masa depan produksi makanan. Karena itu bagi Redzepi, peluang bagi koki untuk menjadi pemimpin aktif dalam gerakan lingkungan dan sosial adalah nyata dan belum pernah terjadi sebelumnya dalam profesi ini. Namun, satu-satunya cara untuk dapat memanfaatkan janji dari masa kini adalah dengan menghadapi warisan masa lalu yang tidak menyenangkan dan bersama-sama merintis jalan baru ke depan.27
“Mungkin masa depan makanan yang sesungguhnya tidak terletak pada menghilangkan makanan sepenuhnya, tetapi pada menemukan keseimbangan antara kenyamanan, keberlanjutan, dan tradisi budaya.”
Kebangkitan Makanan Berkelanjutan: Pergeseran Global28
Di New Delhi ada organisasi yang secara periodik mengadakan kelas-kelas kuliner: International Institute of Culinary Arts (IICA). IICA mengamati bahwa dalam beberapa tahun terakhir, telah terjadi pergeseran signifikan dalam dunia kuliner. Seiring dengan meningkatnya kepedulian terhadap lingkungan dan kesadaran konsumen akan dampak pilihan makanan mereka terhadap planet ini. Para pelaku usaha kuliner mulai mengambil peran utama dalam memimpin gerakan menuju masa depan yang lebih berkelanjutan. Di garis depan gerakan ini adalah para koki, pemilik restoran, dan lulusan dari sekolah-sekolah kuliner terkemuka seperti International Institute of Culinary Arts, yang menjadikan keberlanjutan sebagai nilai inti dalam bisnis mereka.
Makanan berkelanjutan bukan sekadar tren—ia sedang menjadi fondasi gastronomi modern. Para pelaku usaha kuliner di seluruh dunia membuat pilihan berani untuk mengurangi limbah makanan, menggunakan bahan-bahan lokal dan organik, serta meminimalkan jejak karbon mereka. Baik dengan menciptakan menu berbasis tanaman, mengelola dapur tanpa limbah, atau mendukung praktik pertanian yang etis, para pemimpin ini sedang mendefinisikan ulang industri kuliner. Gerakan ini semakin mendapatkan momentum, berkat kontribusi besar dari para koki yang telah mengasah keterampilan mereka melalui program seni kuliner yang menekankan inovasi dan keberlanjutan.
Di ruang-ruang sekolah dan dapur yang adaptif itulah seni memasak diajarkan, tetapi juga mempersiapkan mereka untuk menjadi pemimpin yang peduli lingkungan di dapur.
IICA memainkan peran penting dalam membentuk masa depan makanan berkelanjutan. Sebagai salah satu institut terkemuka yang menawarkan kursus koki di Delhi, IICA memberikan siswa keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk menjadikan keberlanjutan sebagai komponen kunci dalam karier kuliner mereka. Program IICA menekankan hal-hal berikut:
- Sumber bahan lokal dan organik: Siswa belajar membangun hubungan dengan petani dan pemasok lokal untuk mengurangi jarak pengiriman bahan makanan (foodmiles) dan memastikan bahan-bahan yang paling segar dan berkualitas tinggi.
- Mengurangi limbah makanan: Siswa kuliner dilatih untuk menggunakan setiap bagian dari bahan makanan, memaksimalkan potensinya dan meminimalkan limbah. Ini adalah keterampilan penting di dapur modern, di mana mengurangi dampak lingkungan sama pentingnya dengan menciptakan rasa.
- Inovasi berbasis tanaman: Seiring dengan meningkatnya popularitas diet berbasis tanaman karena manfaat lingkungannya, program seni kuliner semakin fokus pada pengembangan hidangan berbasis tanaman yang lezat dan inovatif, yang menarik bagi banyak orang.
- Efisiensi energi dan praktik dapur berkelanjutan: Mulai dari teknik memasak yang efisien hingga mengurangi penggunaan air dan energi, kursus koki saat ini mengintegrasikan keberlanjutan di setiap langkah.
Salah satu tempat yang memimpin gerakan kuliner baru ini adalah The Deckat Island Gardens, destinasi makan tepi pantai yang mengutamakan keberlanjutan dalam menu yang ditawarkannya.29 The Deckat Island Gardens berkomitmen untuk menggunakan bahan-bahan yang bersumber lokal, mengurangi limbah makanan, dan menerapkan praktik ramah lingkungan dalam semua aspek operasinya. Dengan mendukung petani dan produsen lokal, The Deckat Island Gardens tidak hanya memastikan kesegaran dan kualitas hidangannya, tetapi juga mengurangi jejak karbon yang terkait dengan pengiriman bahan makanan jarak jauh.
Selain itu, restoran ini secara aktif mencari pilihan seafood yang berkelanjutan untuk membantu melestarikan ekosistem laut dan mendukung praktik penangkapan ikan yang bertanggung jawab. Salah satu cara utama The Deckat Island Gardens membuat perbedaan di dunia kuliner adalah melalui penawaran menu inovatif.30 Koki-koki di restoran ini terus
bereksperimen dengan bahan-bahan dan teknik baru untuk menciptakan hidangan yang lezat sekaligus ramah lingkungan. Mulai dari pilihan berbasis tanaman hingga protein yang bersumber secara berkelanjutan, The Deckat Island Gardens menawarkan beragam item menu yang memenuhi berbagai preferensi dan batasan diet.
Selain penawaran menunya, The Deckat Island Gardens juga mengambil langkahlangkah untuk mengurangi limbah makanan dan mempromosikan keberlanjutan dalam operasinya. Restoran ini bekerja sama dengan bank makanan lokal dan organisasi untuk menyumbangkan kelebihan makanan, mengompos limbah organik, dan mendaur ulang bahan-bahan sebisa mungkin. Dengan meminimalkan dampak lingkungannya, The Deckat Island Gardens menjadi contoh bagi usaha kuliner lainnya untuk diikuti.
Seiring dengan terus meningkatnya permintaan akan hidangan ramah lingkungan, restoran seperti The Deckat Island Gardens membentuk masa depan makanan dengan cara yang positif. Dengan mengadopsi praktik berkelanjutan, mendukung produsen lokal, dan menawarkan pilihan menu inovatif, usaha-usaha ini tidak hanya memuaskan selera pelanggan mereka, tetapi juga memberikan dampak yang berarti bagi lingkungan. Dunia kuliner terus berkembang, dan hidangan ramah lingkungan memimpin jalan menuju masa depan yang lebih berkelanjutan.
Sayangnya salah satu reviewer menilai buruk dari segi kelezatan makan.31 Menu happy hour, dan jujur saja tulisnya, rasanya seperti menu yang dirancang untuk turis yang tidak akan kembali. Salmon crispy rice? Jelas yang terburuk yang pernah dicoba. Beef carpaccio? Buruk sampai membuat saya tertawa. Dan pizzanya? Review itu lebih memilih pizza beku dari supermarket daripada yang mereka sajikan. Untuk harga yang mereka kenakan, kualitasnya sangat kurang. Rasio harga-kekualitas sama sekali tidak sepadan.
The Deckat Island Gardens cuma keren tentang pemandangannya. Lokasinya menakjubkan, dengan latar belakang pusat kota Miami yang tak tertandingi. Suasana di sana bagus, dan pelayanannya solid—tidak ada keluhan di situ. Benar kata Rene Redzepi: Tentu saja, ada ruang untuk segala macam ide dan inovasi, tetapi bagi saya, sebagai seseorang yang melihat dunia melalui lensa budaya makanan serta kenikmatan makan dan memasak, saya rasa kita tidak boleh melupakan pentingnya kelezatan.32
- Berikut adalah beberapa sumber yang menginspirasi penyusunan cerita tersebut:
- The New York Times – “Noma, Rated the World’s Best Restaurant, Is Closing Its Doors” o Link: https://www.nytimes.com/2023/01/09/dining/noma-closing.html o Artikel ini membahas alasan penutupan Noma dan wawancara dengan Redzepi tentang visinya ke depan.
- Financial Times – “The Final Service at Noma: Behind the Scenes of a Culinary Revolution” o Link: https://www.ft.com/content/noma-final-service o Laporan mendalam tentang pengalaman makan malam terakhir di Noma, termasuk komentar staf dan pelanggan.
- René Redzepi’s Interview with The Guardian o Link: https://www.theguardian.com/food/2023/jan/09/noma-restaurant-reneredzepi-interview
- Wawancara eksklusif tentang perjalanan Noma dan perasaannya menjelang penutupan.
- World’s 50 Best Restaurants – “Noma’s Legacy and the Future of Fine Dining” o Link: https://www.theworlds50best.com/noma-legacy-future o Refleksi atas warisan Noma dan pengaruhnya dalam dunia kuliner global.
- Redzepi dalam bukunya yang ditulis bersama David Zilber: The Noma Guide to Fermentation (Foundations of Flavor) mendefinisikan fermentasi dengan kutipan sebagai berikut: “Pada tingkat paling dasar, fermentasi adalah transformasi makanan oleh mikroorganisme—baik bakteri, ragi, maupun jamur. Lebih spesifik lagi, fermentasi adalah proses transformasi makanan melalui enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme tersebut. Dan dalam definisi ilmiah yang paling ketat, fermentasi adalah proses di mana mikroorganisme mengubah gula menjadi zat lain tanpa kehadiran oksigen.
Kata ‘fermentasi’ berasal dari bahasa Latin fervere, yang berarti ‘mendidih.’ Orang Romawi kuno, ketika melihat tong anggur yang secara spontan berbuih dan berubah menjadi anggur, menggambarkan proses tersebut dengan istilah yang paling mendekati yang mereka kenal. Meskipun tong anggur yang berbuih itu sebenarnya tidak ada hubungannya dengan proses mendidih, mereka tetap merupakan ‘fermentasi sejati’ dalam arti ilmiah, karena enzim yang dihasilkan oleh ragi mengubah gula dalam anggur menjadi alkohol.
Namun, tidak semua proses yang kita anggap sebagai fermentasi sepenuhnya sesuai dengan definisi ilmiah yang ketat. Sebagai contoh, sementara koji sesuai dengan definisi fermentasi, garum yang dibuat di Noma tidak. Dalam proses koji, jamur Aspergillus oryzae menembus butiran beras atau barley dan menghasilkan enzim yang mengubah pati dalam biji-bijian menjadi gula sederhana dan metabolit lainnya. Ini dikenal sebagai proses fermentasi primer. Di sisi lain, garum dalam buku ini merupakan hasil dari proses fermentasi sekunder. Untuk membuat garum, kami mencampurkan koji dengan protein hewani untuk memanfaatkan enzim yang dihasilkan selama proses fermentasi primer.
Kami tidak membedakan antara fermentasi primer dan sekunder dalam buku ini, tetapi memahami perbedaan ini dapat membantu Anda dalam menjelajahi dunia fermentasi.”
3. https://www.pbs.org/newshour/show/renowned-chef-explores-ingredients-that-changed-the-globe-in-new-series
4. https://en.wikipedia.org/wiki/Noma_%28restaurant%29?utm_source=chatgpt.com
5. https://noma.dk/?utm_source=chatgpt.com
6. https://noma.dk
7. Redzepi, R. (2010). Noma: Time and Place in Nordic Cuisine. Phaidon Press. Catatan: A deep dive into the philosophy and recipes that shaped Noma’s early years.
8. Dalam konteks Noma, “pop-up” merujuk pada restoran sementara yang dibuka di lokasi berbeda (biasanya di luar Denmark) untuk jangka waktu tertentu, dengan menu khusus yang terinspirasi oleh bahan dan budaya setempat. Ciri Khas Pop-Up Noma:
- Lokasi Unik o Dibuka di kota seperti London, Tokyo, Sydney, atau Tulum, sering kali bekerja sama dengan hotel atau tempat khusus.
- Contoh: Pop-up di Tulum, Meksiko (2017) menggunakan bahan lokal seperti taco dengan sentuhan Nordic.
2. Menu Eksperimental o Chef René Redzepi dan tim meneliti bahan-bahan lokal sebelum membuat menu baru.
- Contoh: Di Jepang (2015), Noma menggunakan ikan mentah Jepang, rumput laut, dan fermentasi khas Nordik.
- Contoh: Di Australia (2016), mereka menggunakan buah-buahan bush tucker (panganan asli Aborigin).
- Durasi Terbatas o Biasanya berlangsung beberapa minggu hingga beberapa bulan, lalu tutup setelah periode selesai.
Tujuan Pop-Up Noma:
- Eksplorasi kreatif: Mencoba rasa dan teknik baru di luar menu reguler.
- Branding global: Memperkuat reputasi Noma sebagai pelopor kuliner dunia.
- Inspirasi untuk Noma 2.0: Pengalaman pop-up memengaruhi konsep restoran utama saat dibuka kembali (misalnya, menu musiman di Noma 2.0).
Jadi, pop-up Noma bukan sekadar “cabang sementara”, melainkan proyek seni kuliner yang imersif, menggabungkan keahlian Nordik dengan keunikan lokal.
Fun Fact: Tiket makan di pop-up Noma sering terjual habis dalam hitungan detik, dengan harga bisa mencapai ribuan dolar per orang! 9 https://noma.dk
10 Bagi yang tertarik untuk membaca lebih dalam tentang Noma, berikut ini ada sejumlah buku dan artikel penting; Buku:
- Redzepi, R. (2010). Noma: Time and Place in Nordic Cuisine. Phaidon Press. – A deep dive into the philosophy and recipes that shaped Noma’s early years.
- Redzepi, R. (2022). Noma 2.0: Vegetable, Forest, Ocean. Artisan Books.
- A reflection on how Noma evolved in its second iteration. Articles & Websites:
- [Official Noma Website](https://noma.dk) – The latest updates from the restaurant.
- [The Guardian: Why is Noma Closing?](https://www.theguardian.com/food/2023/jan/09/noma-closure-world-bestrestaurant) – A deep dive into the reasons behind the closure.
- [National Geographic: How Noma Redefined Fine Dining](https://www.nationalgeographic.com/food/article/hownoma-redefined-fine-dining) – Exploring Noma’s lasting impact. Videos:
- [A Night at Noma: Behind the Scenes](https://www.youtube.com/watch?v=6s754Nn3HZY) – An inside look at the world’s most famous restaurant.
- https://www.nytimes.com/2023/01/09/dining/noma-closing-rene-redzepi.html
- https://www.wired.com/story/noma-closing/
- Istilah “goth bird” (burung goth) yang disebutkan dalam konteks restoran Noma kemungkinan besar merujuk pada presentasi atau estetika hidangan yang terinspirasi oleh gaya gothic—gelap, misterius, dan dramatis. Noma dikenal tidak hanya karena rasa hidangannya, tetapi juga karena presentasi visual yang unik dan kreatif. Dalam dunia kuliner, terutama di restoran fine dining seperti Noma, penampilan hidangan sering kali menjadi bagian penting dari pengalaman makan. “Goth bird” bisa merujuk pada hidangan yang menggunakan burung (seperti ayam, bebek, atau burung liar) yang disajikan dengan cara yang gelap, mungkin menggunakan bahan-bahan seperti arang, rempah-rempah hitam, atau saus gelap, sehingga menciptakan tampilan yang dramatis dan sesuai dengan estetika gothic.
Noma juga terkenal karena eksperimennya dengan bahan-bahan alami dan teknik fermentasi, yang bisa menghasilkan warna dan tekstur yang tidak biasa. Jadi, “goth bird” mungkin adalah salah satu contoh bagaimana Noma menggabungkan seni, kreativitas, dan teknik memasak untuk menciptakan pengalaman makan yang tak terlupakan.
- https://www.eater.com/23546852/noma-closing-you-were-never-going
- – Redzepi, René. Noma: Time and Place in Nordic Cuisine. Phaidon Press, 2010. Buku ini membahas filosofi kuliner dan perjalanan Noma dalam membangun konsep New Nordic Cuisine.
– Redzepi, René. Noma 2.0: Vegetable, Forest, Ocean. Artisan, 2022. Buku yang menjelaskan transformasi Noma dengan pendekatan berbasis musim dan bahan lokal.
– Michelin Guide. “Noma – Copenhagen – a MICHELIN Guide Restaurant.” Michelin Guide, 2021.
https://guide.michelin.com/dk/en/capital-region/copenhagen/restaurant/noma
– National Geographic. “The World’s Best Restaurant is Closing. Here’s Why.” National Geographic, 2023.
https://www.nationalgeographic.com/travel/article/noma-best-restaurant-closing
– Eater. “René Redzepi on Why He’s Closing the Best Restaurant in the World.” Eater, 2023. · https://www.eater.com/23541245/noma-restaurant-closing-rene-redzepi-interview
– The New York Times. “Noma, Rated the World’s Best Restaurant, Is Closing Its Doors.” The New York Times, 2023.
https://www.nytimes.com/2023/01/09/dining/noma-restaurant-closing.html
– The Guardian. “Why Noma’s Closure Marks the End of an Era in Fine Dining.” The Guardian, 2023.
https://www.theguardian.com/food/2023/jan/10/noma-closure-fine-dining
- https://www.youtube.com/watch?v=6s754Nn3HZY
- https://www.youtube.com/watch?v=6s754Nn3HZY
- https://nomaprojects.com/blogs/recipes/tagged/product-noma-kaffe
- https://brooksreitz.substack.com/p/this-is-what-its-like-to-eat-at-noma?utm_source=chatgpt.com 20 Stagiaires adalah istilah dalam bahasa Prancis yang berarti magang atau trainee. Dalam dunia kuliner dan perhotelan, stagiaires merujuk pada para koki muda atau calon koki yang bekerja di dapur restoran ternama untuk mendapatkan pengalaman, memperluas keterampilan mereka, dan belajar langsung dari para chef profesional.
Stagiaires dalam Industri Kuliner
Di restoran fine dining, terutama yang berbintang Michelin atau berperingkat tinggi, stagiaires sering kali bekerja dalam kondisi yang sangat intens. Mereka menjalani jam kerja panjang, tugas berat, dan tekanan tinggi—sering kali tanpa bayaran atau dengan gaji yang sangat rendah. Namun, pengalaman ini dianggap berharga karena:
- Kesempatan belajar langsung dari chef terkenal dan tim mereka.
- Membangun koneksi dan reputasi dalam industri kuliner.
- Mendapat peluang kerja di restoran top setelah menyelesaikan masa magang.
Kontroversi Seputar Stagiaires
Meskipun sistem stagiaire telah menjadi bagian dari tradisi kuliner selama bertahun-tahun, banyak restoran menghadapi kritik karena eksploitasi tenaga kerja murah. Beberapa poin kritik terhadap sistem ini meliputi:
- Jam kerja yang berlebihan (bisa mencapai 16 jam per hari).
- Minimnya atau bahkan tidak ada gaji.
- Kurangnya perlindungan tenaga kerja, terutama di negara-negara yang belum mengatur sistem magang dengan baik.
Di beberapa negara, praktik mempekerjakan stagiaires tanpa bayaran telah dikurangi atau diatur ulang agar lebih adil.
Stagiaires di Restoran Noma
Restoran seperti Noma di Denmark dikenal sebagai tempat para koki muda berbondong-bondong untuk menjadi stagiaires. Selama bertahun-tahun, Noma menerima ratusan magang dari seluruh dunia yang ingin belajar teknik inovatif dan filosofi kuliner René Redzepi. Namun, pada tahun 2023, Noma mengumumkan bahwa model bisnis berbasis tenaga kerja stagiaire tak berbayar tidak lagi berkelanjutan secara etis dan finansial, yang menjadi salah satu alasan mereka menutup restoran sebagai tempat layanan penuh waktu pada 2024.
Sistem stagiaire tetap menjadi jalur penting bagi banyak koki untuk masuk ke dunia kuliner profesional. Namun, dengan meningkatnya kesadaran akan hak tenaga kerja, industri kuliner mulai mencari cara untuk menyeimbangkan antara pelatihan profesional dan kesejahteraan pekerja muda.
- https://www.wired.com/story/noma-closing/
- 1. Note à Note Cooking (Masakan Note à Note)
Note à Note Cooking adalah konsep inovatif dalam dunia kuliner yang dikembangkan oleh ahli kimia makanan Prancis, Hervé This. Istilah ini merujuk pada metode memasak yang menggunakan senyawa murni atau komponen kimiawi makanan (seperti protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral) sebagai bahan dasar, alih-alih menggunakan bahan makanan tradisional seperti sayuran, daging, atau rempah-rempah. Karakteristik Utama:
- Bahan Kimiawi: Menggunakan senyawa murni yang diekstrak dari makanan alami atau dibuat secara sintetis.
- Presisi: Memungkinkan kontrol yang sangat tepat atas rasa, tekstur, dan nutrisi.
- Inovasi: Membuka kemungkinan baru untuk menciptakan pengalaman makan yang unik dan belum pernah ada sebelumnya. Contoh:
Alih-alih menggunakan tomat, seorang koki mungkin menggunakan lycopene (pigmen merah dalam tomat) dan asam glutamat (penyebab rasa umami) untuk menciptakan rasa tomat tanpa menggunakan tomat itu sendiri. Tujuan:
- Keberlanjutan: Mengurangi limbah makanan dengan menggunakan hanya komponen yang diperlukan.
- Kreativitas: Memungkinkan koki untuk bereksperimen dengan rasa dan tekstur yang tidak mungkin dicapai dengan bahan tradisional.
2. Daging Laboratorium (Cultured Meat atau Lab-Grown Meat)
Daging laboratorium, juga dikenal sebagai daging kultur atau daging in vitro, adalah daging yang diproduksi dengan cara menumbuhkan sel-sel hewan di laboratorium, tanpa perlu menyembelih hewan. Proses ini melibatkan pengambilan sel punca (stem cells) dari hewan, yang kemudian dikembangbiakkan dalam lingkungan terkontrol dengan nutrisi yang tepat. Proses Pembuatan:
- Pengambilan Sel: Sel punca diambil dari hewan (misalnya sapi atau ayam) melalui biopsi.
- Pembiakan Sel: Sel-sel tersebut ditempatkan dalam bioreaktor dan diberi nutrisi seperti asam amino, gula, dan vitamin untuk tumbuh.
- Pembentukan Jaringan: Sel-sel berkembang menjadi serat otot, yang kemudian diolah menjadi produk daging. Keuntungan:
- Ramah Lingkungan: Mengurangi emisi gas rumah kaca dan penggunaan lahan dibandingkan peternakan konvensional.
- Etis: Tidak melibatkan penyembelihan hewan.
- Kesehatan: Dapat dikontrol untuk mengurangi lemak jenuh atau menambahkan nutrisi tertentu. Tantangan:
- Biaya Produksi: Masih sangat mahal untuk diproduksi secara massal.
- Penerimaan Konsumen: Beberapa orang mungkin ragu untuk mengonsumsi daging yang dibuat di laboratorium. Contoh Perusahaan:
- Mosa Meat (Belanda): Perusahaan pertama yang memperkenalkan burger daging laboratorium pada tahun 2013. – Eat Just (AS): Memproduksi nugget ayam laboratorium yang sudah dijual di Singapura.
Perbandingan:
- Note à Note Cooking: Fokus pada penggunaan komponen kimiawi makanan untuk menciptakan pengalaman makan baru.
- Daging Laboratorium: Fokus pada produksi daging tanpa menyembelih hewan, menggunakan teknologi bioteknologi.
Kedua konsep ini mencerminkan inovasi dalam industri makanan untuk menciptakan solusi yang lebih berkelanjutan, etis, dan kreatif. Meskipun gagasan ini menimbulkan sejumlah kontroversial. Apakah betul klaim berkelanjutan, etis, dan kreatif ketika aspek food culture justru dihilangkan, bagiamana dengan peran dan hak petani yang memproduk sayuran, nelayan yang menangkap ikan dan peternak yang merawat ternaknya?
- https://time.com/3482374/rene-redzepi-food-problems/
- https://time.com/3482374/rene-redzepi-food-problems/
- https://www.newyorker.com/magazine/2014/05/12/the-end-of-food
- https://time.com/3482374/rene-redzepi-food-problems/
- https://madfeed.co/2015/08/19/culture-of-the-kitchen-rene-redzepi/
- https://www.chefiica.com/blogs/culinary-skills/how-culinary-entrepreneurs-are-shaping-the-future-of-sustainabledining
- https://islandgardens.com/the-deck
- https://islandgardens.com/the-future-of-food-how-eco-friendly-meals-are-shaping-the-culinary-world
- https://www.yelp.com/biz/the-deck-at-island-gardens-miami-3reviews
- https://time.com/3482374/rene-redzepi-food-problems/
- https://www.foodinspirationmagazine.com/int66-sustainable-food-goals/top-chefs-from-all-over-the-world-talkabout-sustainability
- https://overshoot.footprintnetwork.org/newsroom/press-release-2024-english/ 35 Ibid. Press release Earth Overshoot Day.
- https://www.foodinspirationmagazine.com/int66-sustainable-food-goals/how-do-we-feed-the-world-sustainably
- https://www.cafemeetingplace.com/guest-speakers/item/1493-why-sustainability-should-be-every-chef-s-habit
- https://www.norden.org/en/information/chefs-change-agents-sustainability-food-security-and-health
- https://eatforum.org/content/uploads/2019/07/EAT-Lancet_Commission_Summary_Report.pdf
- https://thesra.org/the-food-made-good-standard/framework/. Standar “Food Made Good” Mengevaluasi Tindakan dalam Tiga Pilar: Sumber Daya, Masyarakat, dan Lingkungan. Standar Food Made Good mengevaluasi tindakan berdasarkan tiga pilar utama dalam kerangka kerja The Food Made Good Standard: Sumber Daya, Masyarakat, dan Lingkungan. Dalam setiap pilar, berfokus pada sejumlah area dampak utama untuk menerapkan keberlanjutan di semua tingkat operasional.
SUMBER DAYA
Menghargai Asal-usul Bahan Makanan
Fokus dari Celebrate Provenance adalah pada asal-usul bahan makanan serta hubungan bisnis dengan pemasok dan rantai pasokan. Kami mendorong bisnis untuk memilih pemasok dan produk yang dapat ditelusuri sepenuhnya, serta aktif dalam melindungi lingkungan dan menegakkan hak asasi manusia di seluruh rantai pasokan.
Mendukung Petani dan Nelayan
Fokus dari Support Farmers and Fishers adalah memastikan sektor perhotelan menghargai petani dan nelayan beserta komunitas mereka. Kami mengevaluasi hubungan dagang langsung maupun tidak langsung, dengan menyoroti produk-produk tertentu yang memiliki risiko tinggi terhadap pelanggaran sosial dan lingkungan. Kami bertujuan memastikan bahwa dalam seluruh rantai pasokan, ketentuan perdagangan yang adil diterapkan untuk membangun hubungan jangka panjang yang saling menguntungkan, di mana petani dan nelayan mendapatkan penghidupan yang layak serta hak-hak mereka dihormati.
Lebih Banyak Makanan Nabati, Lebih Baik untuk Daging
Tujuan dari More Plants, Better Meat adalah meningkatkan konsumsi makanan nabati dan mengurangi konsumsi daging. Meskipun tujuan utamanya adalah mendorong pola makan berbasis nabati, kami tidak mengharapkan restoran untuk sepenuhnya berhenti menyajikan daging. Sebaliknya, kami mendukung peralihan menuju pola makan yang lebih kaya akan tanaman dengan jumlah produk hewani yang terbatas. Jika masyarakat masih mengonsumsi daging, maka daging tersebut sebaiknya berasal dari sumber yang berkualitas tinggi dan diproduksi dalam kondisi yang terbaik.
Memilih Sumber Makanan Laut yang Berkelanjutan
Melalui Source Seafood Sustainably, kami memastikan bahwa makanan laut yang digunakan dalam restoran ditangkap atau dibudidayakan dengan cara yang melindungi ekosistem laut dan perairan tawar. Kami juga mendorong penggunaan ikan dan hasil laut yang tidak berasal dari stok yang tidak berkelanjutan secara biologis, seperti spesies yang terancam punah atau yang telah dieksploitasi secara berlebihan.
MASYARAKAT
Memperlakukan Staf dengan Adil
Fokus dari Treat Staff Fairly adalah memastikan bahwa karyawan diperlakukan dengan baik dan kondisi kerja mereka lebih baik dari standar minimum hukum. Kami mendorong terciptanya lingkungan kerja di mana staf merasa aman, dihargai, dan didukung, sehingga industri perhotelan dapat memberikan prospek karier jangka panjang yang lebih stabil. Langkah-langkah ini akan membantu mengurangi pergantian karyawan, meningkatkan kesejahteraan, serta mengurangi masalah kesehatan, yang pada akhirnya berdampak positif pada keuntungan bisnis.
Memberikan Makanan Sehat untuk Semua
Tujuan dari Feed People Well adalah mempromosikan pola makan dan minuman yang sehat, sesuai dengan panduan EAT Lancet Commission dan WHO. Obesitas dan malnutrisi merupakan penyebab utama dari berbagai masalah kesehatan, sementara penyalahgunaan alkohol dapat berkontribusi pada perilaku sosial yang berbahaya. Layanan makanan memainkan peran penting dalam menyediakan pilihan makanan dan minuman yang lebih sehat (tanpa mengurangi kelezatan), serta mendidik pelanggan agar mereka dapat membuat keputusan yang lebih baik dan lebih sadar akan kesehatannya.
Mendukung Komunitas
Restoran adalah bagian integral dari kehidupan sosial dan ekonomi komunitas. Oleh karena itu, bisnis restoran memiliki kesempatan dan tanggung jawab untuk memberikan dampak positif, baik melalui sumbangan amal, pemilihan pemasok lokal yang lebih beragam, hingga menyediakan waktu, keterampilan, dan sumber daya bagi masyarakat sekitar. Selain itu, memastikan bahwa restoran dapat diakses oleh semua orang juga merupakan elemen penting dari upaya ini.
LINGKUNGAN
Mengurangi Jejak Lingkungan
Melalui Reduce Your Footprint, kami mendorong bisnis untuk mengurangi dampak lingkungan mereka—mulai dari emisi gas rumah kaca, konsumsi energi dan air, hingga polusi udara, air, dan bahan kimia—guna meminimalkan kerusakan pada lingkungan dan kesehatan manusia. Kami menekankan pengurangan emisi gas rumah kaca dibandingkan sekadar menangkap karbon, karena meskipun penyimpanan karbon dan perlindungan ekosistem karbon sangat penting, hanya dengan pengurangan signifikan emisi global kita dapat mencapai net zero pada tahun 2050. Kami juga mendorong pengurangan konsumsi energi dan air, serta peningkatan penggunaan energi terbarukan, sehingga dapat mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan tekanan pada sumber daya air.
Tidak Membiarkan Makanan Terbuang
Waste No Food berfokus pada upaya mengurangi limbah makanan. Jumlah orang yang mengalami kelaparan di dunia telah meningkat sejak tahun 2014, sementara banyak makanan yang masih layak dikonsumsi justru terbuang setiap hari. Diperkirakan sekitar 40% dari seluruh makanan yang diproduksi di dunia terbuang atau hilang, dengan 5% di antaranya berasal dari industri perhotelan—dan limbah makanan ini menyumbang sekitar 10% dari total emisi gas rumah kaca global. Bahkan, isu ini begitu penting sehingga PBB telah menetapkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) khusus untuk mengatasi masalah ini (Tujuan 12.3). Selain dampak sosial dan lingkungan, limbah makanan juga merupakan kerugian finansial bagi bisnis. Kami mendorong pengurangan limbah makanan sebanyak mungkin, serta upaya untuk mendaur ulang, mendistribusikan kembali, dan menggunakan kembali makanan yang masih layak.
Mengurangi, Menggunakan Kembali, dan Mendaur Ulang
Terakhir, Reduce, Reuse, Recycle berfokus pada upaya mengurangi limbah non-organik, yaitu semua limbah selain makanan. Prinsip utama kami adalah bahwa jenis limbah terbaik adalah yang tidak pernah dibuat sejak awal. Oleh karena itu, kami pertama-tama mengevaluasi langkah-langkah bisnis dalam mengurangi produksi limbah nonorganik. Selanjutnya, kami melihat bagaimana bisnis dapat menggunakan kembali dan mendaur ulang limbah yang tak bisa dihindari. Kami mendorong restoran untuk mengurangi penggunaan barang sekali pakai, menerapkan sistem sirkular dalam semua aspek operasional mereka (mulai dari pembuatan menu hingga desain bangunan tempat usaha), serta mempromosikan prinsip penggunaan kembali untuk mengurangi eksploitasi sumber daya alam dan dampak lingkungan seperti polusi plastik. Untuk semua limbah yang tidak dapat dikurangi, digunakan kembali, atau didaur ulang, kami mendorong bisnis untuk sebisa mungkin menghindari pembuangan ke tempat pembuangan akhir.
41 https://sdg2advocacyhub.org/chefs-manifesto/action-plan/ 42 Referensi Umum tentang Gerakan Farm-to-Table 1. Buku:
– Barber, Dan. The Third Plate: Field Notes on the Future of Food. Penguin Books, 2014.
(Buku ini membahas filosofi di balik gerakan farm-to-table dan masa depan makanan berkelanjutan.) Link: [https://www.penguinrandomhouse.com](https://www.penguinrandomhouse.com)
2. Artikel:
- “What is the Farm-to-Table Movement?” oleh Sustainable Table.
(Artikel ini menjelaskan latar belakang dan prinsip-prinsip gerakan farm-to-table.)
Link: [https://www.sustainabletable.org](https://www.sustainabletable.org)
- “The Farm-to-Table Movement: How It Started and Why It Matters” oleh Food Tank.
(Membahas sejarah dan pentingnya gerakan ini dalam konteks modern.) Link: [https://foodtank.com](https://foodtank.com)
- https://www.entire-magazine.com/read-more/the-farm-to-table-movement-restaurants-leading-the-sustainablefood-revolution
- Referensi Tambahan
1. Artikel tentang Keberlanjutan dalam Gastronomi:
– “Sustainable Gastronomy: How Chefs are Leading the Way” oleh UNEP (United Nations Environment Programme).
(Membahas peran koki dan restoran dalam mempromosikan keberlanjutan.) Link: [https://www.unep.org](https://www.unep.org)
2. Artikel tentang Tren Makanan Lokal:
- “The Rise of Local Food Movements” oleh Food Revolution Network.
(Artikel tentang tren makanan lokal dan dampaknya terhadap lingkungan.) Link: [https://foodrevolution.org](https://foodrevolution.org) 45 Referensi tentang Restoran Farm-to-Table di Indonesia 1. Nusantara by Locavore (Bali):
- “Locavore: A Culinary Journey Through Indonesia” oleh The Jakarta Post.
(Artikel tentang restoran Locavore dan komitmen mereka terhadap bahan lokal.) Link: [https://www.thejakartapost.com](https://www.thejakartapost.com)
2. Potato Head Beach Club (Bali):
– “Potato Head’s Farm-to-Table Philosophy” oleh Potato Head Bali.
(Situs resmi Potato Head yang menjelaskan pendekatan mereka terhadap keberlanjutan.) Link: [https://www.ptthead.com](https://www.ptthead.com)
3. Kouzin (Jakarta):
- “Kouzin: Bringing Mediterranean Flavors with Local Ingredients” oleh Culinary Indonesia.
(Artikel tentang Kouzin dan penggunaan bahan lokal dalam masakan Mediterania mereka.) Link: [https://www.culinaryindonesia.com](https://www.culinaryindonesia.com) 46 Referensi tentang Restoran Farm-to-Table di Eropa dan Amerika 1. Blue Hill at Stone Barns (New York, USA):
- “Blue Hill at Stone Barns: A Farm-to-Table Pioneer” oleh The New York Times.
(Artikel tentang restoran ini dan peran mereka dalam gerakan farm-to-table.) Link: [https://www.nytimes.com](https://www.nytimes.com)
2. Noma (Kopenhagen, Denmark):
– “Noma: Redefining Nordic Cuisine” oleh The Guardian.
(Artikel tentang filosofi Noma dan pendekatan mereka terhadap bahan lokal dan liar.) Link: [https://www.theguardian.com](https://www.theguardian.com)
3. Fäviken (Järpen, Swedia):
– “Fäviken: A Culinary Experience in the Wild” oleh National Geographic.
(Artikel tentang restoran Fäviken dan penggunaan bahan-bahan dari alam sekitar.) Link: [https://www.nationalgeographic.com](https://www.nationalgeographic.com)
4. Osteria Francescana (Modena, Italia):
– “Massimo Bottura: The Chef Changing Italian Cuisine” oleh BBC.
(Profil Massimo Bottura dan komitmennya terhadap bahan lokal.) Link: [https://www.bbc.com](https://www.bbc.com)
5. The Black Pig (Lisbon, Portugal):
– “The Black Pig: A Taste of Portugal’s Terroir” oleh Portugal News.
(Artikel tentang restoran ini dan fokus mereka pada bahan lokal Portugal.)
Link: [https://www.theportugalnews.com](https://www.theportugalnews.com)
- https://www.apple.com/tv-pr/originals/omnivore/
- https://www.apple.com/tv-pr/originals/omnivore/trailers-videos/
- https://guide.michelin.com/en. Apa Itu Panduan Michelin dan Bintang Michelin?
Panduan Michelin (Michelin Guide) adalah buku panduan restoran dan hotel yang diterbitkan oleh perusahaan ban asal Prancis, Michelin. Panduan ini pertama kali diterbitkan pada tahun 1900 oleh saudara Édouard dan André Michelin untuk membantu pengemudi menemukan tempat makan dan menginap di sepanjang perjalanan mereka. Seiring waktu, panduan ini berkembang menjadi salah satu referensi paling bergengsi di dunia kuliner, memberikan penilaian terhadap restoran berdasarkan kualitas makanan, teknik memasak, dan pengalaman bersantap. Bintang Michelin adalah penghargaan tertinggi dalam dunia kuliner yang diberikan kepada restoran berdasarkan penilaian anonim oleh inspektur Michelin.
Restoran dapat menerima 1 hingga 3 bintang Michelin, dengan arti sebagai berikut:
- ⭐ 1 Bintang Michelin: Restoran yang sangat baik di kategorinya (a very good restaurant in its category).
- ⭐⭐ 2 Bintang Michelin: Makanan yang luar biasa dan layak untuk dikunjungi (excellent cooking, worth a detour).
- ⭐⭐⭐ 3 Bintang Michelin: Masakan luar biasa yang sangat layak untuk perjalanan khusus (exceptional cuisine, worth a special journey).
Karena penilaiannya yang ketat dan rahasia, memperoleh Bintang Michelin dianggap sebagai pencapaian luar biasa bagi sebuah restoran dan chefnya.
Kategori Tambahan dalam Panduan Michelin
Selain Bintang Michelin, ada juga penghargaan lain dalam Panduan Michelin:
- Bib Gourmand – Diberikan untuk restoran yang menyajikan makanan berkualitas dengan harga yang lebih terjangkau.
- Green Star Michelin – Diberikan kepada restoran yang berkomitmen pada praktik keberlanjutan dalam sumber bahan dan pengelolaan limbah.
- Michelin Plate (L’assiette Michelin) – Menandakan restoran dengan makanan berkualitas baik, tetapi belum memenuhi kriteria bintang Michelin.
Bagaimana Inspektur Michelin Menilai Restoran?
Inspektur Michelin adalah tim penilai profesional yang bekerja secara anonim dan menggunakan lima kriteria utamadalam menilai restoran:
- Kualitas bahan baku
- Teknik memasak dan penyajian rasa
- Kepribadian koki yang tercermin dalam masakan
- Konsistensi antara setiap kunjungan
- Kesesuaian antara harga dan kualitas makanan
Mereka mengunjungi restoran tanpa memberi tahu siapa pun, membayar sendiri makanannya, dan membuat laporan evaluasi sebelum memberikan penghargaan.
- Panduan Michelin adalah referensi kuliner global yang memberikan penghargaan kepada restoran terbaik di dunia.
- Bintang Michelin adalah penghargaan bergengsi yang menunjukkan kualitas luar biasa dalam pengalaman bersantap.
- Mendapatkan Bintang Michelin sangat sulit, dan banyak restoran terbaik di dunia berlomba-lomba untuk meraihnya.
Bagi restoran, memperoleh Bintang Michelin bisa meningkatkan reputasi mereka secara global, menarik pelanggan dari seluruh dunia, dan bahkan mengubah karier seorang chef.
- https://lifestyle.kontan.co.id/news/25-restoran-fine-dining-terbaik-di-dunia
- https://www.laliste.com/en/
- https://guide.michelin.com/en/restaurants/indonesian
- https://sindikasi.republika.co.id/berita/sindikasi/tips-sindikasi/rzdnw67416000/michelin-star-pengertian-daftarchef-pemegang-dan-rekomendasi-restorannya-di-indonesia?
- https://lifestyle.bisnis.com/read/20180219/223/740034/waktunya-fine-dining-indonesia-unjukgigi?utm_source=chatgpt.com
https://www.orami.co.id/magazine/fine-dining-jakarta#google_vignette; bisa juga diperiksa info pada tautan ini: https://www.akasakabali.com/blog/finePada malam terakhir sebelum Noma menutup pintu selamanya sebagai restoran, suasana di dalam dapur dipenuhi dengan energi yang berbeda—sebuah campuran antara kegembiraan, nostalgia, dan rasa haru. Para koki bekerja dengan presisi yang luar biasa, mengolah setiap bahan dengan penuh penghormatan, seolah-olah ini adalah persembahan terakhir mereka untuk dunia kuliner. Di ruang makan, cahaya lilin berpendar hangat di atas meja kayu Skandinavia, sementara tamutamu terpilih menikmati pengalaman yang akan menjadi bagian dari sejarah gastronomi.
Saat hidangan terakhir disajikan—sepotong daging rusa panggang yang dimasak sempurna, disandingkan dengan acar musim gugur dan saus lobak—ChefRené Redzepi berdiri di tengah ruangan, memandang para tamu dan stafnya. Dengan suara yang sedikit bergetar, ia berkata, “Makan malam bukan sekadar tentang makanan. Ini tentang kebersamaan, tentang berbagi sesuatu yang kita cintai dengan orang lain.” Seorang pelayan membisikkan bahwa beberapa koki di dapur mulai menitikkan air mata—ini bukan sekadar malam penutupan, tetapi perpisahan dengan sebuah mimpi yang telah mereka bangun bersama. Sebelum tamu terakhir meninggalkan ruangan, staf berkumpul di pintu, memberikan salam perpisahan yang tulus, sementara Redzepi menambahkan, “Ini bukan akhir, ini hanya awal dari sesuatu yang baru.”1
Pada malam perpisahan yang penuh emosi di Noma, Chef René Redzepi berdiri di hadapan para tamu, menyampaikan pesan yang mendalam: “Kita harus sepenuhnya memikirkan ulang industri ini.” Ia menekankan bahwa apa yang kita makan memiliki dampak besar, dan tidak ada konflik antara menikmati hidangan yang lebih baik dan menciptakan dunia yang lebih baik.
Para kru Noma, yang telah lama bekerja bersama dalam menciptakan pengalaman kuliner yang tak terlupakan, berbagi momen haru saat mereka menyajikan hidangan terakhir. Mereka merenungkan perjalanan mereka, mengingat bahwa bekerja di Noma bukan hanya tentang memasak, tetapi juga tentang menjelajahi hutan dan pantai untuk mencari bahan terbaik, sebuah proses yang diyakini Redzepi akan membentuk seorang jurumasak sejati.
Dengan semangat yang tak pernah padam, Redzepi mengajak semua orang untuk terus menghargai bahan-bahan alami dan memahami bahwa menunggu sesuatu untuk difermentasi adalah perasaan yang luar biasa, yang sepenuhnya bertentangan dengan semangat zaman modern. Kata Redzepi dalam bukunya yang ditulis bersama David Zilber: The Noma Guide to Fermentation (Foundations of Flavor), Orang-orang selalu mengaitkan restoran kami dengan makanan liar dan praktik meramban, tetapi kenyataannya, pilar utama yang mendefinisikan Noma adalah fermentasi2.
Bermain dengan fermentasi inilah yang membuat menu-menu Noma memberi kelezatan yang berbeda. Sebuah pengalaman rasa yang mampu mengubah orang untuk jatuh cinta bukan saja pada hidangan di meja yang disantap tetapi jauh ke sumber asal rasa itu. “Kelezatan,” kata Redzepi, kepala koki Noma, “adalah mesin perubahan. Jika Anda bisa membuat orang jatuh cinta pada sebuah rasa, mereka juga akan jatuh cinta pada sumber rasa itu dan ingin melindunginya.”3
Kutipan ini menegaskan filosofi Noma dalam menggunakan bahan-bahan lokal dan liar secara inovatif, sekaligus mendorong kesadaran akan pentingnya menjaga alam demi kelangsungan bahan pangan yang unik dan berkelanjutan. Bahwa “kelezatan adalah mesin perubahan,” menekankan pentingnya rasa nikmat dalam mendorong perubahan positif dalam kebiasaan makan dan pemanfaatan sumber daya alam.
Noma, restoran yang mengubah Denmark menjadi pusat gastronomi dunia, berdiri di jantung kota Kopenhagen. Didirikan pada tahun 2003, Noma dengan cepat menjadi salah satu restoran paling berpengaruh di dunia, memelopori gerakan New Nordic Cuisine. Nama “Noma” merupakan singkatan dari dua kata dalam bahasa Denmark: “nordisk” (Nordik) dan “mad” (makanan). Restoran ini dikenal karena fokusnya pada bahan-bahan lokal dan musiman, serta pendekatan inovatif terhadap masakan Nordik.4
Sejarah, Filosofi dan Lahirnya New Nordic Cuisine
Sejak awal berdirinya, Noma telah berupaya mendefinisikan ulang masakan Nordik dengan menekankan penggunaan bahan-bahan lokal yang seringkali diabaikan. Redzepi dan timnya terlibat dalam praktik meramu (foraging) untuk menemukan bahan-bahan unik dari alam sekitar, menciptakan hidangan yang mencerminkan musim dan lanskap Nordik. Filosofi ini menekankan hubungan yang erat antara makanan, alam, dan budaya lokal.5 “Ketika Anda mendekati bahan mentah dan mencicipinya saat mereka baru saja lepas dari tanah, Anda belajar untuk menghormati mereka,” katanya suatu waktu yang menyoroti pentingnya menghargai bahan alami dalam inovasi kuliner.
Keunikan Noma terletak pada kemampuannya menggabungkan teknik kuliner modern dengan tradisi lokal, menghasilkan pengalaman bersantap yang inovatif dan autentik. Visi Noma adalah terus bereksperimen dan berkembang, selalu mencari cara baru untuk mengeksplorasi dunia alami dan menciptakan hidangan yang menggugah selera.6
Noma memiliki komitmen kuat terhadap keberlanjutan dan pelestarian lingkungan. Dengan memanfaatkan bahan-bahan lokal dan praktik meramu, restoran ini tidak hanya mendukung ekonomi lokal tetapi juga mengurangi jejak karbon. Menu di Noma sering berubah sesuai musim, mencerminkan ketersediaan bahan-bahan segar dan memastikan bahwa setiap hidangan memiliki dampak minimal terhadap lingkungan.
Namun, dalam sebuah pengumuman mengejutkan, Noma mengungkapkan bahwa mereka akan menutup pintunya secara permanen pada akhir tahun 2024. Warisan Noma: Revolusi Kuliner di Denmark7
Dalam buku yang ditulis tahun 2010, Noma: Time and Place in Nordic Cuisine, Redzepi menggoreskan apa yang disebutnya sebagai foodphilosophy. Bahwa kebangkitan Noma tidak dimulai dari buku masak biasa atau strategi pemasaran restoran, melainkan dari sebuah manifesto. Manifesto of the New Nordic Kitchen, yang ditulis oleh aktivis pangan dan pengusaha Claus Meyer bersama sekelompok koki Skandinavia, mendefinisikan ulang tradisi kuliner Nordik. Manifesto ini menekankan bahwa:
- Metode memasak tradisional harus dilestarikan.
- Bahan makanan harus musiman dan berasal dari sumber lokal.
- Inovasi dan hasrat harus mendorong interpretasi baru terhadap makanan Nordik.
Ketika manifesto ini dipresentasikan dalam Nordic Kitchen Symposium, konsepnya merevolusi pendekatan kuliner di wilayah tersebut, menginspirasi para koki di seluruh Skandinavia, dan menempatkan masakan Nordik di peta kuliner dunia.
Buku itu adalah wawasan eksklusif tentang filosofi makanan dan kreativitas koki René Redzepi serta restoran inovatifnya di Kopenhagen, Noma. Buku ini membahas setiap aspek Noma dan masakannya. Selain menyertakan lebih dari 90 resep, yang masing-masing telah difoto secara khusus, buku ini juga menjelaskan evolusi Redzepi sebagai seorang koki, menggambarkan penemuannya terhadap bahanbahan musiman Nordik dan bagaimana ia mengembangkannya menjadi masakan kelas dunia. Buku ini juga menggambarkan hubungannya dengan beberapa pemasok paling setia Noma, merinci komitmen luar biasa yang dimiliki banyak dari mereka dalam memproduksi dan mencari bahan-bahan dengan kualitas yang sangat tinggi.
Noma: Time and Place in Nordic Cuisine memberikan pemahaman unik tentang apa yang Redzepi sebut sebagai ‘ThePerfectStorm’: pusaran operasi di ujung tombak gastronomi internasional dengan hanya menggunakan bahan-bahan yang bersumber lokal. Dengan 200 foto khusus yang dikomisikan oleh Ditte Isager, yang menampilkan hidangan Redzepi, pemasok dan bahan-bahannya, serta lanskap Nordik, Noma: Time and Place in Nordic Cuisine adalah satu-satunya pameran tentang Noma yang spektakuler dan inovatif, serta kekuatan pendorongnya yang gigih, René Redzepi.
Dialah yang berdiri di pusat revolusi ini, kepala koki visioner Noma. Perjalanannya tidak konvensional—ia keluar dari sekolah menengah pada usia 15 tahun untuk belajar di sekolah kuliner. Ia kemudian berlatih di beberapa restoran Michelin paling prestisius di dunia:
- El Bulli (Spanyol) – Pusat dari gastronomi molekuler.
- The French Laundry (AS) – Di bawah bimbingan Thomas Keller.
- Kong Hans (Denmark) – Salah satu restoran berbintang Michelin di Kopenhagen.
Pada tahun 2002, saat berusia 24 tahun, Redzepi didekati oleh Claus Meyer dengan tawaran untuk memimpin sebuah restoran baru—Noma.
Meskipun memiliki visi ambisius, tahun-tahun pertama Noma penuh tantangan. Masyarakat Denmark terbiasa dengan hidangan tradisional seperti babi panggang dan kentang, sementara bahan-bahan Nordik masih belum banyak dieksplorasi. Dari 55 jenis beri yang dapat dimakan di wilayah tersebut, hanya 7 yang secara umum dikonsumsi.
Redzepi memahami bahwa mengubah budaya makanan membutuhkan waktu, tetapi skeptisisme awal membuat banyak orang bertanya-tanya apakah visi Noma terlalu radikal.
Namun, pada tahun 2006, keadaan mulai berubah. Dunia kuliner internasional mulai memperhatikan, dan restoran ini mendapatkan momentum. Keberlanjutan, teknik
foraging (mencari bahan makanan di alam liar), dan bahan makanan lokal menjadi inti dari identitasnya.
Antara tahun 2010 dan 2012, Noma meraih gelar Restoran Terbaik di Dunia selama tiga tahun berturut-turut. Restoran ini kemudian memenangkan penghargaan tersebut sebanyak lima kali, sebuah prestasi yang sebelumnya hanya dicapai oleh El Bulli di Spanyol. Meskipun meraih pengakuan internasional, Michelin hanya memberikan Noma dua bintang selama lebih dari satu dekade, sebelum akhirnya dianugerahi bintang ketiga pada tahun 2021.
Akhir Sebuah Noma dan Masa Depan
Terlepas dari kesuksesan besar, Noma mengumumkan bahwa tahun 2024 akan menjadi tahun terakhir operasionalnya sebagai restoran eksperimental dan inovatif.
Namun, ini bukan pertama kalinya Redzepi membuat keputusan berani: Pada
2012 – Noma tutup sementara untuk membuka pop-updi London (bersama Claridge’s Hotel).8 Kemudian pada 2015 – Membuka pop-updi Jepang (Tokyo), mengeksplorasi cita rasa baru berbahan dasar lokal. Dilanjutkan pada 2016 – Pop-up di Australia (Sydney), memperkenalkan hidangan baru terinspirasi bahan-bahan setempat dan pada 2017 – Pop-up di Meksiko (Tulum), menampilkan masakan berbahan lokal dengan sentuhan Nordik. Pada 2018 – Setelah tutup selama setahun, Noma dibuka kembali sebagai Noma 2.0 dengan konsep baru berbasis musim. Dan 2020 – Selama pandemi COVID-19, Noma berubah sementara menjadi bar burger dan wine untuk beradaptasi dengan situasi.
Membaca perjalanan Noma dengan kepemimpinan kreatif dan revolusioner Redzepi, maka nampak, Ia bukan orang yang puas dengan status quo—lalu apa langkah berikutnya baginya dan timnya? Jawabnya ada di Noma berikutnya, Noma 3.0 (2025):
Selama dua puluh tahun terakhir, Noma telah menjadi restoran yang selalu ingin belajar dan berkembang—berusaha menjadi yang terbaik yang kami bisa!
Asal-usul kami berakar pada eksplorasi dunia alam, yang dimulai dengan keinginan sederhana untuk menemukan kembali bahan-bahan lokal liar melalui foraging dan mengikuti perubahan musim.
Sejak tahun-tahun awal, kami telah menambahkan banyak lapisan dalam apa yang kami lakukan. Kami memiliki tim yang didedikasikan hanya untuk inovasi, tim lain yang berspesialisasi dalam fermentasi, serta foragers, tukang kebun, dan peneliti penuh waktu. Kami telah melakukan perjalanan ke seluruh dunia untuk mencari inspirasi, teknik, persahabatan, dan bahan-bahan baru. Selama bertahun-tahun, staf kami berkembang dari hanya dua belas orang menjadi lebih dari seratus.
Pengejaran pengetahuan, kreativitas tanpa batas, kerja sama tim yang tak kenal lelah, dan kejutan bagi para tamu adalah inti dari siapa kami.9
Pengalaman Noma: Melihat dari Dalam10
Inilah cerita dari para jurnalis dan pengamat soal restoran yang menyaksikan saatsaat akhir Noma.11 Saat tiba di Noma’sgardenvillage, para tamu disambut dalam suasana yang lebih menyerupai tempat peristirahatan alam daripada restoran mewah. Alih-alih papan nama besar, pengunjung melihat rumah kaca, kebun sayur, dan bangunan kayu berornamen tanduk rusa—sebuah gambaran awal tentang apa yang akan datang.
Di dalam, suasana terasa hangat dan intim. Taplak meja putih khas restoran fine dining tidak digunakan; sebaliknya, meja kayu khas Skandinavia dipilih untuk mencerminkan hubungan dengan alam. Para staf sangat antusias dan berpengetahuan luas, siap berbagi cerita di balik setiap menu.
Setiap hidangan di Noma merupakan perayaan alam Nordik–menu berbasis musim dan alam.
Beberapa hidangan unggulan meliputi:
- Daging guineafowldalam kerak garam – Disajikan secara dramatis di meja.
- Jamur liar – Menampilkan kekayaan foragingdi Skandinavia.
- Bahan fermentasi – Menunjukkan teknik pengawetan makanan kuno.
Semuanya dirancang untuk bersifat interaktif dan menarik, mendorong para tamu untuk bertanya tentang bahan dan teknik yang digunakan.
Noma bukan hanya sebuah restoran—ia adalah sebuah gerakan. Timnya telah memelopori gastronomi berkelanjutan, mengintegrasikan praktik ramah lingkungan dalam setiap aspeknya:
- Foraging– Menggunakan bahan liar untuk mendukung keanekaragaman hayati.
- Minim limbah – Setiap bagian dari bahan makanan dimanfaatkan secara kreatif. – Menu musiman – Menyesuaikan hidangan dengan apa yang disediakan alam pada saat tertentu.
Menu di Noma dibangun di sekitar tiga tema musiman yang unik, yang masingmasing dirancang untuk menampilkan bahan terbaik yang tersedia pada waktu tertentu dalam setahun:
- Musim Laut (Januari – Juni) – Menyelami rasa dari laut.
- Musim Sayur (Juli – September) – Perayaan bahan-bahan segar yang bersumber secara lokal.
- Musim Permainan & Hutan (Oktober – Desember) – Menampilkan daging buruan liar, jamur, dan hasil hutan yang diramban.
Prinsip-prinsip ini tidak hanya mengurangi dampak lingkungan Noma, tetapi juga menginspirasi generasi baru koki untuk memikirkan kembali keberlanjutan dalam dunia kuliner.
Refleksi atas Warisan Noma
Noma telah mengubah dunia kuliner selamanya, membuktikan bahwa finedining dapat memiliki keterkaitan mendalam dengan alam, budaya, dan keberlanjutan. Meskipun restoran ini akan tutup pada akhir tahun 2024, pengaruhnya akan tetap bertahan, membentuk masa depan gastronomi selama beberapa dekade mendatang. Meski juga penutupan ini, menurut Majalah Wired, menandakan akhir dari finedining. Meskipun sukses besar, ia memutuskan untuk menutup Noma karena, secara finansial dan emosional, “… itu tidak berkelanjutan,”katanya. Selama bertahun-tahun, dapur kelas atas seperti Noma mengandalkan magang yang tidak dibayar atau dibayar sangat rendah, di mana para stagiaire bekerja dengan jam kerja yang melelahkan dan menguras hidup sambil mempelajari keterampilan memasak. Praktik ini sering kali ilegal dan perlahan-lahan mulai ditinggalkan. Namun, bagi para magang dan staf yang bertahan di tempat seperti Noma, pengalaman itu bisa menjadi tiket menuju kesuksesan karier mereka di masa depan.12
Namun, seperti yang telah ditunjukkan Chef René Redzepi berkali-kali, ini bukanlah akhir—melainkan awal dari evolusi kuliner berikutnya.
Tetapi ada juga yang sinis dengan Noma. Misalnya artikel yang ditulis Jaya Saxena, seorang koresponden pada laman Eater.com, dan editor pada serial buku-buku Best American Food dan Travel Writing. Artikelnya yang muncul pada 2023 itu berjudul You Were Never Going to Goto Noma Anyway. Menurutnya kita perlu realistis. “Anda mungkin tidak akan pernah pergi ke Noma,” tulisnya. Noma adalah contoh utama dari “Untuk Apa Repot.” Pertama, restoran ini berada di Kopenhagen, dan Jaya tidak tinggal di sana. Kedua, reservasi sangat sulit didapat, dengan 20.000 orang setiap hari mencoba mendapatkannya pada tahun 2012, dan orang-orang memantau akun Twitter Redzepi untuk mencari kemungkinan pembatalan menit terakhir. Harganya juga mahal, khas restoran high-end. Makan malam dengan wine pairing seharga 5.500 krone (saat ini hampir $800), meski masih lebih murah daripada beberapa menu tasting di New York, tapi tetap saja mahal, tulis Jaya.
Jaya, dalam tulisan itu, merasa tak perlu berduka atas penutupan Noma. Tokh sudah cukup banyak alumni Noma — dan alumni restoran yang dibuka oleh alumni Noma — sehingga Noma ada di sekitar kita. Itu terlihat setiap kali restoran fine dining menyebut bahan-bahan yang dipetik secara lokal sebagai inspirasi untuk sebuah hidangan, dalam setiap burung goth13 yang masih kita lihat di meja-meja restoran saat ini, dan dalam setiap eksperimen restoran high-end dengan saus fermentasi DTC (Direct-To-Consumer).14
Pengalaman Bersantap di Noma yang Imersif15
Seorang contentcreatorsoal makanan, Alexander, ingin menikmati sensasi hidangan terakhir di Noma. Ia dengan cermat mengamati suasana, menangkap kesan dan memesan hidangan malam terbaik yang disediakan. “Seragam staf di Noma lebih mengutamakan fungsi daripada mode, mencerminkan suasana restoran yang santai dan informal,” kesannya dalam podcastnya. Meskipun memiliki reputasi tinggi, Noma tetap mempertahankan lingkungan yang ramah, di mana fine dining bertemu dengan kesederhanaan Skandinavia, jelasnya.
Menurutnya, Noma buka empat hari dalam seminggu, dari Selasa hingga Jumat, menyajikan makan siang dan makan malam. Dengan hanya 40 kursi yang tersedia, restoran ini memastikan pengalaman bersantap yang intim. Menariknya, empat kursi di antaranya disediakan untuk mahasiswa, memberi mereka kesempatan untuk menikmati pengalaman kuliner kelas dunia dengan harga lebih terjangkau. Jika Anda datang sendirian, Anda tetap dapat bergabung di meja bersama, tempat para tamu dapat berinteraksi sambil menikmati hidangan luar biasa.
Mahal, Tetapi Tak Terlupakan
Bersantap di Noma adalah pengalaman mewah, dengan harga menu sebesar 535 euro per orang. Para tamu juga dianjurkan untuk memilih padanan minuman guna meningkatkan cita rasa setiap hidangan:
- Paket anggur – 280 euro.
- Paket jus – 215 euro.
Bagi sebagian orang, ini mungkin terasa sangat mahal, tetapi bagi pecinta kuliner, ini adalah pengalaman sekali seumur hidup. Alexander dalam podcastnya menjalankan pengalaman sekali seumur hidup itu.16 Total biaya untuk pengalaman Alexander pada santap terakhir dengan Noma? Hampir €2.000 untuk dua orang— harga yang mahal. Tetapi bagi banyak orang, pengalaman yang tak ternilai.
Sayangnya, kesempatan ini tidak akan bertahan lama. Menurutnya bersantap di Noma bukan hanya tentang makan malam—ini adalah eksplorasi mendalam tentang alam, sains, dan seni kuliner. Karena 2024 menjadi tahun terakhirnya, mengalami Noma sebelum tutup terasa seperti menyaksikan sejarah tercipta. Chef René Redzepi selalu selangkah lebih maju dari dunia kuliner, dan dengan penutupan Noma yang semakin dekat, kita hanya bisa bertanya-tanya—apa langkah selanjutnya bagi pria yang telah mendefinisikan ulang fine dining?
Seiring berjalannya malam di Noma, kreativitas Chef René Redzepi dan timnya terus bersinar. Setiap hidangan adalah ekspresi seni dari cita rasa Nordik, menggabungkan bahan-bahan tradisional dengan teknik kuliner mutakhir.
Setelah makan malam, tim menawarkan tur eksklusif ke seluruh restoran, membuka setiap sudut tersembunyi. Ini adalah pandangan mendalam ke dalam jantung Noma, memperlihatkan presisi dan dedikasi yang mendefinisikan tempat ini sebagai salah satu restoran terbaik di dunia.
Inilah momen perpisahan kuliner. Bab terakhir dari Noma.17 Saat tamu bersiap untuk pergi, staf berkumpul di pintu keluar, meniru sambutan hangat mereka di awal malam. Sebagai hadiah perpisahan, mereka memberikan suvenir spesial dari Noma Projects, sebuah pengingat bahwa semangat restoran ini akan terus hidup, meskipun pintunya tertutup.
Akhir dari Sebuah Era, Awal dari Bab Baru
Pada Januari 2024, Noma mengumumkan bahwa pada 2025, restoran ini tidak akan lagi beroperasi sebagai tempat makan. Sebagai gantinya, Noma akan berubah menjadi dapur uji, berfokus pada inovasi kuliner dan pengembangan produk. Meskipun Chef Redzepi belum mengungkap rencana masa depannya, warisannya dalam mendefinisikan kembali fine dining akan terus berlanjut. Ketika saya berkunjung ke website Noma pada Maret 2025 terlihatlah apa yang baru.18
Bagi sebagian orang, Noma bukanlah restoran favorit mereka— pendekatannya eksperimental, tidak konvensional, dan terkadang kontroversial. Namun, jika dilihat sebagai gerakan daripada sekadar restoran, Noma tidak tertandingi. Noma telah mengubah gastronomi global, menginspirasi koki dan pecinta kuliner di seluruh dunia. Meskipun restorannya mungkin akan hilang, filosofi inovasi, keberlanjutan, dan eksplorasi akan tetap hidup.
Ini menandai akhir dari bab luar biasa, tetapi bukan akhir dari dampak Noma dalam dunia kuliner.
Noma telah menjadi restoran paling berpengaruh di dunia selama hampir 15 tahun.
Dalam periode tersebut, restoran ini memenangkan posisi teratas dalam daftar The World’s 50 Best Restaurants sebanyak lima kali dan berhasil memperluas selera kuliner—pernah mencoba ubur-ubur, lumut, atau semut? Noma juga menjadi pelopor dalam gerakan fermentasi global dan menginspirasi banyak koki serta restoran yang mencoba meniru konsepnya. Pergi dan makan di Noma itu seperti pergi menonton David Bowie tampil langsung dalam konser pada tahun 1973 atau menonton Michael Jordan bermain di puncak kariernya di Chicago.19 Sesuatu yang amat berharga.
Meskipun meraih kesuksesan besar, Redzepi memutuskan untuk menutup Noma karena, baik secara finansial maupun emosional, “ini tidak berkelanjutan,” katanya. Selama bertahun-tahun, dapur restoran kelas atas seperti Noma bergantung pada program magang yang tidak dibayar atau dibayar dengan sangat rendah, di mana para stagiaires20 bekerja dengan jam kerja yang melelahkan dan menguras tenaga demi belajar keterampilan kuliner. Praktik ini sering kali melanggar hukum dan kini perlahan mulai dihapuskan. Namun, bagi para magang dan staf yang bertahan menghadapi kerasnya lingkungan kerja di tempat seperti Noma, pengalaman tersebut bisa menjadi tiket emas yang membuka peluang besar bagi karier mereka di masa depan.21
Atau karena tumbuhnya makan sinstesis yang tidak ribet. Dalam beberapa tahun terakhir, kita telah melihat peluncuran berbagai produk yang menantang konsep tradisional tentang memasak dan makan. Ada LeWhaf, penemuan profesor Harvard, David Edwards, yang memungkinkan seseorang menghirup aroma makanan tanpa perlu khawatir akan kenaikan berat badan; burger yang dibuat di laboratorium, yang oleh beberapa orang dianggap sebagai solusi bagi masalah kelaparan dunia; dan yang terbaru, Soylent, pengganti makanan yang dikembangkan oleh seorang insinyur perangkat lunak dari Silicon Valley, yang menjadi subjek artikel The New Yorker berjudul “The End of Food.”
Konsep lain yang menarik dalam ranah makanan masa depan adalah notebynote cooking22 dari ilmuwan Hervé This. Sebagai salah satu tokoh utama dalam gastronomi molekuler, This telah mengembangkan dan mempromosikan metode memasak yang menggunakan senyawa kimia penyusun bahan makanan, alih-alih jaringan hewan atau tumbuhan.23
Kita bisa membicarakan tentang pengganti makanan dan daging sintetis yang diklaim dapat menyelesaikan semua masalah kita, tetapi sejujurnya, saya tidak merasa bahwa semua ini akan bertahan lama kecuali jika makanan tersebut bernutrisi dan lezat. Itu adalah hal yang baik, karena saya tidak bisa membayangkan hasil yang lebih buruk daripada jika sistem pangan kita menghadapi masa depan dengan mengubah aktivitas makan menjadi sesuatu yang mirip dengan mengisi bahan bakar mobil ketika tangkinya hampir kosong. Bayangkan betapa mekanis dan tidak menyenangkan hal itu.24
Kita simak dengan ringkas The End of Food yang ditulis Lizzie Widdicombe (The NewYorker) 25.
Tulisan Lizzie ini membahas munculnya Soylent, sebuah minuman pengganti makanan yang dirancang untuk menghilangkan kebutuhan akan makanan tradisional. Artikel ini mengikuti perjalanan Rob Rhinehart, seorang insinyur perangkat lunak yang menciptakan Soylent pada tahun 2013 sebagai respons terhadap ketidakefisienan dalam persiapan makanan konvensional. Tujuannya adalah mengembangkan zat yang direkayasa secara ilmiah, bernutrisi lengkap, dan mampu menyediakan semua nutrisi esensial tanpa memerlukan waktu, biaya, serta dampak lingkungan yang terkait dengan menanam, memasak, dan mengonsumsi makanan tradisional.
Rhinehart, yang merasa frustrasi dengan kerepotan memasak dan makan, bereksperimen dengan mencampurkan nutrisi esensial ke dalam bentuk cair yang dapat diminum. Soylentdipasarkan sebagai alternatif makanan yang hemat waktu, hemat biaya, dan efisien, menarik perhatian para profesional sibuk, pekerja teknologi, serta mereka yang tidak tertarik memasak.
Soylent ini menilai efisiensi adalah segalanya. Fungsi menjadi utama daripada budaya terhadap makanan. Pendukung Soylent melihatnya sebagai masa depan nutrisi, solusi bagi ketahanan pangan global, dan cara untuk mengurangi jejak lingkungan dari pertanian. Tetapi para kritikus berpendapat bahwa makanan bukan sekadar sumber energi, tetapi juga terkait dengan budaya, tradisi, kenikmatan, dan interaksi sosial. Dari segi nutripun ahli gizi mempertanyakan apakah pengganti makanan seperti Soylent benar-benar bisa menggantikan makanan utuh, mengingat sains belum sepenuhnya memahami semua mikronutrien dan senyawa dalam makanan alami dan segala hubungan yang kompleks elemen-elemen kimia dalam makanan. Menurut artikel itu beberapa pengguna awal melaporkan manfaat kesehatan seperti penurunan berat badan dan kejernihan mental, sementara yang lain mengeluhkan masalah pencernaan.
Dengan demikian Soylent mungkin masih memerlukan waktu yang lama untuk bisa dikatakan sebagai “pengganti makanan.” Belum lagi potensi gangguan yang ditimbulkan Soylent terhadap industri makanan menimbulkan kekhawatiran etis dan ekonomi, terutama terkait petani kecil, pekerja makanan, dan pertanian tradisional. Meskipun Soylent mengklaim dapat mengurangi limbah makanan dan jejak karbon, para kritikus berpendapat bahwa solusi keberlanjutan yang sebenarnya adalah mendukung pertanian lokal dan mengurangi makanan olahan.
Karena dalam tulisannya Lizzie mempertanyakan apakah Soylent akan benar-benar menjadi “akhir dari makanan” seperti yang kita kenal, atau hanya sekadar produk alternatif untuk gaya hidup tertentu. Ia menyoroti bahwa meskipun beberapa orang mungkin menerima konsep nutrisi berbasis sains, banyak orang tetap akan menghargai makanan karena rasanya, sejarahnya, dan fungsi sosialnya.
Artikel ini memberikan wawasan menarik tentang bagaimana teknologi mengubah hubungan kita dengan makanan. Meskipun Soylent mungkin menarik bagi mereka yang mengutamakan efisiensi, produk ini tidak mungkin sepenuhnya menggantikan makanan tradisional. Sebaliknya, Soylentmengangkat pertanyaan penting tentang apa yang kita makan, mengapa kita makan, dan bagaimana kita menyeimbangkan kenyamanan dengan makna budaya yang mendalam dari makanan.
Upaya-upaya ini bisa saja lahir dari sekadar dorongan untuk hal baru dan kesenangan (seperti Le Whaf), dari keinginan untuk beradaptasi dengan gaya hidup modern di mana memasak dan makan, atau bahkan keluar rumah atau kantor untuk membeli makanan, dianggap sebagai beban bagi sebagian orang (Soylent), atau sebagai persiapan menghadapi skenario bencana di mana kita tidak dapat memberi makan seluruh populasi dunia (noteànote, daging laboratorium).
Tentu saja, ada ruang untuk segala macam ide dan inovasi, kata Redzepi. “Namun bagi saya, sebagai seseorang yang melihat dunia melalui lensa budaya kuliner serta kenikmatan makan dan memasak, kita tidak boleh kehilangan fokus terhadap pentingnya kelezatan.”
Ia menjelaskan maksudnya dengan mengajak berimajinasi pada masalah terbesar yang harus kita pecahkan dalam beberapa dekade mendatang: bagaimana kita akan memberi makan diri kita sendiri. Kebanyakan orang akan setuju bahwa makanan yang kita produksi saat ini sebenarnya cukup untuk semua orang. Masalahnya adalah kita membuang sepertiga dari makanan yang kita hasilkan setiap tahun di seluruh dunia—seolah-olah kita telah melupakan nilai dari apa yang kita makan. Lebih jauh lagi, kita masih terjebak dalam pola pikir yang berpusat pada daging, yang mendorong sistem pangan yang tidak efisien secara ekonomi dan mencemari lingkungan.
“Bagaimana kelezatan dan kenikmatan makan dapat membantu kita mengatasi masalah ini?” tanya Redzepi. Menurutnya ada beberapa petunjuk yang bisa ditemukan dari cara berpikir yang berkembang di dapur di wilayah yang dikembangkan—pendekatan yang mungkin dapat diterapkan dalam skala yang lebih luas.
Beberapa waktu lalu, para crew Noma di restoran memutuskan bahwa tidak hanya bijaksana dan praktis untuk mengeksplorasi dunia tumbuhan—mempelajari dan mencari berbagai bahan yang tumbuh di sekitar kita tetapi tidak dimanfaatkan oleh orang-orang—tetapi juga bahwa itu bisa menjadi pengalaman yang luar biasa lezat. Upaya ini telah membuka dunia rasa baru bagi mereka dan menjadi kunci keberhasilan restoran ini. Dalam beberapa tahun terakhir, mereka juga mengeksplorasi bagaimana memasukkan serangga ke dalam menu serta memahami potensi luar biasa dari fermentasi—proses yang telah memberi peradaban makanan pokok seperti roti, cokelat, anggur, dan kopi.
Bagi Noma, fermentasi juga menjadi cara untuk mengubah apa yang dulunya dianggap sebagai limbah makanan menjadi bumbu yang lezat—misalnya, potongan sayuran yang tersisa diubah menjadi cuka atau kaldu kaya umami. Baca salah satu buku yang ditulisnya tentang fermentasi: “The Noma Guide to Fermentation“yang ditulis bersama David Zilber.
Tiga bidang yang disebutkan Redzepi ini memiliki potensi besar:
- Serangga kaya akan protein dan dapat menjadi sumber pangan berkelanjutan di seluruh dunia.
- Fermentasi dapat secara positif mengubah banyak bahan yang seharusnya terbuang menjadi sesuatu yang berguna.
- Dunia tumbuhan, menurut saya, memiliki potensi keragaman dan kelezatan yang jauh lebih besar dibandingkan kebiasaan makan kita selama beberapa dekade terakhir.
Keberhasilan kami tidak datang dari memaksakan filosofi ini kepada para tamu. Tidak ada yang ingin diceramahi di meja makan, terutama ketika mereka datang untuk bersenang-senang. Sebaliknya, bahkan dalam dunia kuliner yang dipenuhi begitu banyak tabu dan dogma, kami bisa terus berjalan di jalur ini karena kami meyakinkan para tamu melalui kenikmatan dan kejutan yang muncul dari pendekatan ini. Semua itu terjadi tepat saat mereka mencicipinya.
“Kita bisa saja berbicara tentang pengganti makanan dan daging sintetis yang diklaim dapat menyelesaikan semua masalah kita, tetapi jujur saja, saya tidak yakin semua itu akan bertahan jika tidak memiliki nilai gizi dan kelezatan. Ini adalah hal yang baik, karena saya tidak bisa membayangkan hasil yang lebih buruk daripada sistem pangan kita di masa depan yang mengubah makan menjadi sesuatu yang setara dengan mengisi bahan bakar mobil ketika tangkinya hampir kosong. Bayangkan betapa mekanis dan hambarnya kehidupan seperti itu.”26
Bagi Lizzie, kita memang perlu memikirkan kembali tentang peran makanan dalam dunia yang berubah ini. Soylent mewakili pergeseran dalam cara kita memikirkan makanan—dari pengalaman sensorik dan budaya menjadi kebutuhan ilmiah dan fungsional. Namun, makanan memiliki akar yang dalam dalam sejarah, kenikmatan, dan kehidupan sosial manusia, sehingga kecil kemungkinan orang akan sepenuhnya meninggalkan kebiasaan makan tradisional. Munculnya Soylent memicu diskusi penting tentang keberlanjutan, kesehatan, dan masa depan produksi makanan. Karena itu bagi Redzepi, peluang bagi koki untuk menjadi pemimpin aktif dalam gerakan lingkungan dan sosial adalah nyata dan belum pernah terjadi sebelumnya dalam profesi ini. Namun, satu-satunya cara untuk dapat memanfaatkan janji dari masa kini adalah dengan menghadapi warisan masa lalu yang tidak menyenangkan dan bersama-sama merintis jalan baru ke depan.27
“Mungkin masa depan makanan yang sesungguhnya tidak terletak pada menghilangkan makanan sepenuhnya, tetapi pada menemukan keseimbangan antara kenyamanan, keberlanjutan, dan tradisi budaya.”
Kebangkitan Makanan Berkelanjutan: Pergeseran Global28
Di New Delhi ada organisasi yang secara periodik mengadakan kelas-kelas kuliner: International Institute of Culinary Arts (IICA). IICA mengamati bahwa dalam beberapa tahun terakhir, telah terjadi pergeseran signifikan dalam dunia kuliner. Seiring dengan meningkatnya kepedulian terhadap lingkungan dan kesadaran konsumen akan dampak pilihan makanan mereka terhadap planet ini. Para pelaku usaha kuliner mulai mengambil peran utama dalam memimpin gerakan menuju masa depan yang lebih berkelanjutan. Di garis depan gerakan ini adalah para koki, pemilik restoran, dan lulusan dari sekolah-sekolah kuliner terkemuka seperti International Institute of Culinary Arts, yang menjadikan keberlanjutan sebagai nilai inti dalam bisnis mereka.
Makanan berkelanjutan bukan sekadar tren—ia sedang menjadi fondasi gastronomi modern. Para pelaku usaha kuliner di seluruh dunia membuat pilihan berani untuk mengurangi limbah makanan, menggunakan bahan-bahan lokal dan organik, serta meminimalkan jejak karbon mereka. Baik dengan menciptakan menu berbasis tanaman, mengelola dapur tanpa limbah, atau mendukung praktik pertanian yang etis, para pemimpin ini sedang mendefinisikan ulang industri kuliner. Gerakan ini semakin mendapatkan momentum, berkat kontribusi besar dari para koki yang telah mengasah keterampilan mereka melalui program seni kuliner yang menekankan inovasi dan keberlanjutan.
Di ruang-ruang sekolah dan dapur yang adaptif itulah seni memasak diajarkan, tetapi juga mempersiapkan mereka untuk menjadi pemimpin yang peduli lingkungan di dapur.
IICA memainkan peran penting dalam membentuk masa depan makanan berkelanjutan. Sebagai salah satu institut terkemuka yang menawarkan kursus koki di Delhi, IICA memberikan siswa keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk menjadikan keberlanjutan sebagai komponen kunci dalam karier kuliner mereka. Program IICA menekankan hal-hal berikut:
- Sumber bahan lokal dan organik: Siswa belajar membangun hubungan dengan petani dan pemasok lokal untuk mengurangi jarak pengiriman bahan makanan (foodmiles) dan memastikan bahan-bahan yang paling segar dan berkualitas tinggi.
- Mengurangi limbah makanan: Siswa kuliner dilatih untuk menggunakan setiap bagian dari bahan makanan, memaksimalkan potensinya dan meminimalkan limbah. Ini adalah keterampilan penting di dapur modern, di mana mengurangi dampak lingkungan sama pentingnya dengan menciptakan rasa.
- Inovasi berbasis tanaman: Seiring dengan meningkatnya popularitas diet berbasis tanaman karena manfaat lingkungannya, program seni kuliner semakin fokus pada pengembangan hidangan berbasis tanaman yang lezat dan inovatif, yang menarik bagi banyak orang.
- Efisiensi energi dan praktik dapur berkelanjutan: Mulai dari teknik memasak yang efisien hingga mengurangi penggunaan air dan energi, kursus koki saat ini mengintegrasikan keberlanjutan di setiap langkah.
Salah satu tempat yang memimpin gerakan kuliner baru ini adalah The Deckat Island Gardens, destinasi makan tepi pantai yang mengutamakan keberlanjutan dalam menu yang ditawarkannya.29 The Deckat Island Gardens berkomitmen untuk menggunakan bahan-bahan yang bersumber lokal, mengurangi limbah makanan, dan menerapkan praktik ramah lingkungan dalam semua aspek operasinya. Dengan mendukung petani dan produsen lokal, The Deckat Island Gardens tidak hanya memastikan kesegaran dan kualitas hidangannya, tetapi juga mengurangi jejak karbon yang terkait dengan pengiriman bahan makanan jarak jauh.
Selain itu, restoran ini secara aktif mencari pilihan seafood yang berkelanjutan untuk membantu melestarikan ekosistem laut dan mendukung praktik penangkapan ikan yang bertanggung jawab. Salah satu cara utama The Deckat Island Gardens membuat perbedaan di dunia kuliner adalah melalui penawaran menu inovatif.30 Koki-koki di restoran ini terus
bereksperimen dengan bahan-bahan dan teknik baru untuk menciptakan hidangan yang lezat sekaligus ramah lingkungan. Mulai dari pilihan berbasis tanaman hingga protein yang bersumber secara berkelanjutan, The Deckat Island Gardens menawarkan beragam item menu yang memenuhi berbagai preferensi dan batasan diet.
Selain penawaran menunya, The Deckat Island Gardens juga mengambil langkahlangkah untuk mengurangi limbah makanan dan mempromosikan keberlanjutan dalam operasinya. Restoran ini bekerja sama dengan bank makanan lokal dan organisasi untuk menyumbangkan kelebihan makanan, mengompos limbah organik, dan mendaur ulang bahan-bahan sebisa mungkin. Dengan meminimalkan dampak lingkungannya, The Deckat Island Gardens menjadi contoh bagi usaha kuliner lainnya untuk diikuti.
Seiring dengan terus meningkatnya permintaan akan hidangan ramah lingkungan, restoran seperti The Deckat Island Gardens membentuk masa depan makanan dengan cara yang positif. Dengan mengadopsi praktik berkelanjutan, mendukung produsen lokal, dan menawarkan pilihan menu inovatif, usaha-usaha ini tidak hanya memuaskan selera pelanggan mereka, tetapi juga memberikan dampak yang berarti bagi lingkungan. Dunia kuliner terus berkembang, dan hidangan ramah lingkungan memimpin jalan menuju masa depan yang lebih berkelanjutan.
Sayangnya salah satu reviewer menilai buruk dari segi kelezatan makan.31 Menu happy hour, dan jujur saja tulisnya, rasanya seperti menu yang dirancang untuk turis yang tidak akan kembali. Salmon crispy rice? Jelas yang terburuk yang pernah dicoba. Beef carpaccio? Buruk sampai membuat saya tertawa. Dan pizzanya? Review itu lebih memilih pizza beku dari supermarket daripada yang mereka sajikan. Untuk harga yang mereka kenakan, kualitasnya sangat kurang. Rasio harga-kekualitas sama sekali tidak sepadan.
The Deckat Island Gardens cuma keren tentang pemandangannya. Lokasinya menakjubkan, dengan latar belakang pusat kota Miami yang tak tertandingi. Suasana di sana bagus, dan pelayanannya solid—tidak ada keluhan di situ. Benar kata Rene Redzepi: Tentu saja, ada ruang untuk segala macam ide dan inovasi, tetapi bagi saya, sebagai seseorang yang melihat dunia melalui lensa budaya makanan serta kenikmatan makan dan memasak, saya rasa kita tidak boleh melupakan pentingnya kelezatan.32
1 Berikut adalah beberapa sumber yang menginspirasi penyusunan cerita tersebut:
- The New York Times – “Noma, Rated the World’s Best Restaurant, Is Closing Its Doors” o Link: https://www.nytimes.com/2023/01/09/dining/noma-closing.html o Artikel ini membahas alasan penutupan Noma dan wawancara dengan Redzepi tentang visinya ke depan.
- Financial Times – “The Final Service at Noma: Behind the Scenes of a Culinary Revolution” o Link: https://www.ft.com/content/noma-final-service o Laporan mendalam tentang pengalaman makan malam terakhir di Noma, termasuk komentar staf dan pelanggan.
- René Redzepi’s Interview with The Guardian o Link: https://www.theguardian.com/food/2023/jan/09/noma-restaurant-reneredzepi-interview
- World’s 50 Best Restaurants – “Noma’s Legacy and the Future of Fine Dining” o Link: https://www.theworlds50best.com/noma-legacy-future o Refleksi atas warisan Noma dan pengaruhnya dalam dunia kuliner global.
2 Redzepi dalam bukunya yang ditulis bersama David Zilber: The Noma Guide to Fermentation (Foundations of Flavor) mendefinisikan fermentasi dengan kutipan sebagai berikut: “Pada tingkat paling dasar, fermentasi adalah transformasi makanan oleh mikroorganisme—baik bakteri, ragi, maupun jamur. Lebih spesifik lagi, fermentasi adalah proses transformasi makanan melalui enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme tersebut. Dan dalam definisi ilmiah yang paling ketat, fermentasi adalah proses di mana mikroorganisme mengubah gula menjadi zat lain tanpa kehadiran oksigen.
Kata ‘fermentasi’ berasal dari bahasa Latin fervere, yang berarti ‘mendidih.’ Orang Romawi kuno, ketika melihat tong anggur yang secara spontan berbuih dan berubah menjadi anggur, menggambarkan proses tersebut dengan istilah yang paling mendekati yang mereka kenal. Meskipun tong anggur yang berbuih itu sebenarnya tidak ada hubungannya dengan proses mendidih, mereka tetap merupakan ‘fermentasi sejati’ dalam arti ilmiah, karena enzim yang dihasilkan oleh ragi mengubah gula dalam anggur menjadi alkohol.
Namun, tidak semua proses yang kita anggap sebagai fermentasi sepenuhnya sesuai dengan definisi ilmiah yang ketat. Sebagai contoh, sementara koji sesuai dengan definisi fermentasi, garum yang dibuat di Noma tidak. Dalam proses koji, jamur Aspergillus oryzae menembus butiran beras atau barley dan menghasilkan enzim yang mengubah pati dalam biji-bijian menjadi gula sederhana dan metabolit lainnya. Ini dikenal sebagai proses fermentasi primer. Di sisi lain, garum dalam buku ini merupakan hasil dari proses fermentasi sekunder. Untuk membuat garum, kami mencampurkan koji dengan protein hewani untuk memanfaatkan enzim yang dihasilkan selama proses fermentasi primer.
Kami tidak membedakan antara fermentasi primer dan sekunder dalam buku ini, tetapi memahami perbedaan ini dapat membantu Anda dalam menjelajahi dunia fermentasi.”
3 https://www.pbs.org/newshour/show/renowned-chef-explores-ingredients-that-changed-the-globe-in-new-series
4 https://en.wikipedia.org/wiki/Noma_%28restaurant%29?utm_source=chatgpt.com
5 https://noma.dk/?utm_source=chatgpt.com
6 https://noma.dk
7 Redzepi, R. (2010). Noma: Time and Place in Nordic Cuisine. Phaidon Press. Catatan: A deep dive into the philosophy and recipes that shaped Noma’s early years.
8 Dalam konteks Noma, “pop-up” merujuk pada restoran sementara yang dibuka di lokasi berbeda (biasanya di luar Denmark) untuk jangka waktu tertentu, dengan menu khusus yang terinspirasi oleh bahan dan budaya setempat. Ciri Khas Pop-Up Noma:
- Lokasi Unik o Dibuka di kota seperti London, Tokyo, Sydney, atau Tulum, sering kali bekerja sama dengan hotel atau tempat khusus.
Contoh: Pop-up di Tulum, Meksiko (2017) menggunakan bahan lokal seperti taco dengan sentuhan Nordic.
2. Menu Eksperimental o Chef René Redzepi dan tim meneliti bahan-bahan lokal sebelum membuat menu baru.
Contoh: Di Jepang (2015), Noma menggunakan ikan mentah Jepang, rumput laut, dan fermentasi khas Nordik.
3. Kolaborasi & Pembelajaran o Tim Noma belajar teknik dan tradisi lokal, lalu memadukannya dengan filosofi masakan Nordik.
Contoh: Di Australia (2016), mereka menggunakan buah-buahan bush tucker (panganan asli Aborigin).
4. Durasi Terbatas o Biasanya berlangsung beberapa minggu hingga beberapa bulan, lalu tutup setelah periode selesai.
Tujuan Pop-Up Noma:
- Eksplorasi kreatif: Mencoba rasa dan teknik baru di luar menu reguler.
- Branding global: Memperkuat reputasi Noma sebagai pelopor kuliner dunia.
- Inspirasi untuk Noma 2.0: Pengalaman pop-up memengaruhi konsep restoran utama saat dibuka kembali (misalnya, menu musiman di Noma 2.0).
Jadi, pop-up Noma bukan sekadar “cabang sementara”, melainkan proyek seni kuliner yang imersif, menggabungkan keahlian Nordik dengan keunikan lokal.
Fun Fact: Tiket makan di pop-up Noma sering terjual habis dalam hitungan detik, dengan harga bisa mencapai ribuan dolar per orang! 9 https://noma.dk
10 Bagi yang tertarik untuk membaca lebih dalam tentang Noma, berikut ini ada sejumlah buku dan artikel penting; Buku:
- Redzepi, R. (2010). Noma: Time and Place in Nordic Cuisine. Phaidon Press. – A deep dive into the philosophy and recipes that shaped Noma’s early years.
- Redzepi, R. (2022). Noma 2.0: Vegetable, Forest, Ocean. Artisan Books.
-A reflection on how Noma evolved in its second iteration. Articles & Websites:
-[Official Noma Website](https://noma.dk) – The latest updates from the restaurant.
-[The Guardian: Why is Noma Closing?](https://www.theguardian.com/food/2023/jan/09/noma-closure-world-bestrestaurant) – A deep dive into the reasons behind the closure.
-[National Geographic: How Noma Redefined Fine Dining](https://www.nationalgeographic.com/food/article/hownoma-redefined-fine-dining) – Exploring Noma’s lasting impact. Videos:
-[A Night at Noma: Behind the Scenes](https://www.youtube.com/watch?v=6s754Nn3HZY) – An inside look at the world’s most famous restaurant.
11 https://www.nytimes.com/2023/01/09/dining/noma-closing-rene-redzepi.html
12 https://www.wired.com/story/noma-closing/
13 Istilah “goth bird” (burung goth) yang disebutkan dalam konteks restoran Noma kemungkinan besar merujuk pada presentasi atau estetika hidangan yang terinspirasi oleh gaya gothic—gelap, misterius, dan dramatis. Noma dikenal tidak hanya karena rasa hidangannya, tetapi juga karena presentasi visual yang unik dan kreatif. Dalam dunia kuliner, terutama di restoran fine dining seperti Noma, penampilan hidangan sering kali menjadi bagian penting dari pengalaman makan. “Goth bird” bisa merujuk pada hidangan yang menggunakan burung (seperti ayam, bebek, atau burung liar) yang disajikan dengan cara yang gelap, mungkin menggunakan bahan-bahan seperti arang, rempah-rempah hitam, atau saus gelap, sehingga menciptakan tampilan yang dramatis dan sesuai dengan estetika gothic.Noma juga terkenal karena eksperimennya dengan bahan-bahan alami dan teknik fermentasi, yang bisa menghasilkan warna dan tekstur yang tidak biasa. Jadi, “goth bird” mungkin adalah salah satu contoh bagaimana Noma menggabungkan seni, kreativitas, dan teknik memasak untuk menciptakan pengalaman makan yang tak terlupakan.
14 https://www.eater.com/23546852/noma-closing-you-were-never-going
15 – Redzepi, René. Noma: Time and Place in Nordic Cuisine. Phaidon Press, 2010. Buku ini membahas filosofi kuliner dan perjalanan Noma dalam membangun konsep New Nordic Cuisine.
– Redzepi, René. Noma 2.0: Vegetable, Forest, Ocean. Artisan, 2022. Buku yang menjelaskan transformasi Noma dengan pendekatan berbasis musim dan bahan lokal.
– Michelin Guide. “Noma – Copenhagen – a MICHELIN Guide Restaurant.” Michelin Guide, 2021.
https://guide.michelin.com/dk/en/capital-region/copenhagen/restaurant/noma
– National Geographic. “The World’s Best Restaurant is Closing. Here’s Why.” National Geographic, 2023.
https://www.nationalgeographic.com/travel/article/noma-best-restaurant-closing
– Eater. “René Redzepi on Why He’s Closing the Best Restaurant in the World.” Eater, 2023. · https://www.eater.com/23541245/noma-restaurant-closing-rene-redzepi-interview
– The New York Times. “Noma, Rated the World’s Best Restaurant, Is Closing Its Doors.” The New York Times, 2023.
https://www.nytimes.com/2023/01/09/dining/noma-restaurant-closing.html
– The Guardian. “Why Noma’s Closure Marks the End of an Era in Fine Dining.” The Guardian, 2023.
https://www.theguardian.com/food/2023/jan/10/noma-closure-fine-dining
16 https://www.youtube.com/watch?v=6s754Nn3HZY
17 https://www.youtube.com/watch?v=6s754Nn3HZY
18 https://nomaprojects.com/blogs/recipes/tagged/product-noma-kaffe
19 https://brooksreitz.substack.com/p/this-is-what-its-like-to-eat-at-noma?utm_source=chatgpt.com 20 Stagiaires adalah istilah dalam bahasa Prancis yang berarti magang atau trainee. Dalam dunia kuliner dan perhotelan, stagiaires merujuk pada para koki muda atau calon koki yang bekerja di dapur restoran ternama untuk mendapatkan pengalaman, memperluas keterampilan mereka, dan belajar langsung dari para chef profesional.
Stagiaires dalam Industri Kuliner
Di restoran fine dining, terutama yang berbintang Michelin atau berperingkat tinggi, stagiaires sering kali bekerja dalam kondisi yang sangat intens. Mereka menjalani jam kerja panjang, tugas berat, dan tekanan tinggi—sering kali tanpa bayaran atau dengan gaji yang sangat rendah. Namun, pengalaman ini dianggap berharga karena:
- Kesempatan belajar langsung dari chef terkenal dan tim mereka.
- Membangun koneksi dan reputasi dalam industri kuliner.
- Mendapat peluang kerja di restoran top setelah menyelesaikan masa magang.
Kontroversi Seputar Stagiaires
Meskipun sistem stagiaire telah menjadi bagian dari tradisi kuliner selama bertahun-tahun, banyak restoran menghadapi kritik karena eksploitasi tenaga kerja murah. Beberapa poin kritik terhadap sistem ini meliputi:
- Jam kerja yang berlebihan (bisa mencapai 16 jam per hari).
- Minimnya atau bahkan tidak ada gaji.
- Kurangnya perlindungan tenaga kerja, terutama di negara-negara yang belum mengatur sistem magang dengan baik.
Di beberapa negara, praktik mempekerjakan stagiaires tanpa bayaran telah dikurangi atau diatur ulang agar lebih adil.
Stagiaires di Restoran Noma
Restoran seperti Noma di Denmark dikenal sebagai tempat para koki muda berbondong-bondong untuk menjadi stagiaires. Selama bertahun-tahun, Noma menerima ratusan magang dari seluruh dunia yang ingin belajar teknik inovatif dan filosofi kuliner René Redzepi. Namun, pada tahun 2023, Noma mengumumkan bahwa model bisnis berbasis tenaga kerja stagiaire tak berbayar tidak lagi berkelanjutan secara etis dan finansial, yang menjadi salah satu alasan mereka menutup restoran sebagai tempat layanan penuh waktu pada 2024.
Sistem stagiaire tetap menjadi jalur penting bagi banyak koki untuk masuk ke dunia kuliner profesional. Namun, dengan meningkatnya kesadaran akan hak tenaga kerja, industri kuliner mulai mencari cara untuk menyeimbangkan antara pelatihan profesional dan kesejahteraan pekerja muda.
21 https://www.wired.com/story/noma-closing/
22 1. Note à Note Cooking (Masakan Note à Note)
Note à Note Cooking adalah konsep inovatif dalam dunia kuliner yang dikembangkan oleh ahli kimia makanan Prancis, Hervé This. Istilah ini merujuk pada metode memasak yang menggunakan senyawa murni atau komponen kimiawi makanan (seperti protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral) sebagai bahan dasar, alih-alih menggunakan bahan makanan tradisional seperti sayuran, daging, atau rempah-rempah. Karakteristik Utama:
- Bahan Kimiawi: Menggunakan senyawa murni yang diekstrak dari makanan alami atau dibuat secara sintetis.
- Presisi: Memungkinkan kontrol yang sangat tepat atas rasa, tekstur, dan nutrisi.
- Inovasi: Membuka kemungkinan baru untuk menciptakan pengalaman makan yang unik dan belum pernah ada sebelumnya. Contoh:
Alih-alih menggunakan tomat, seorang koki mungkin menggunakan lycopene (pigmen merah dalam tomat) dan asam glutamat (penyebab rasa umami) untuk menciptakan rasa tomat tanpa menggunakan tomat itu sendiri. Tujuan:
- Keberlanjutan: Mengurangi limbah makanan dengan menggunakan hanya komponen yang diperlukan.
- Kreativitas: Memungkinkan koki untuk bereksperimen dengan rasa dan tekstur yang tidak mungkin dicapai dengan bahan tradisional.
2. Daging Laboratorium (Cultured Meat atau Lab-Grown Meat)
Daging laboratorium, juga dikenal sebagai daging kultur atau daging in vitro, adalah daging yang diproduksi dengan cara menumbuhkan sel-sel hewan di laboratorium, tanpa perlu menyembelih hewan. Proses ini melibatkan pengambilan sel punca (stem cells) dari hewan, yang kemudian dikembangbiakkan dalam lingkungan terkontrol dengan nutrisi yang tepat. Proses Pembuatan:
- Pengambilan Sel: Sel punca diambil dari hewan (misalnya sapi atau ayam) melalui biopsi.
- Pembiakan Sel: Sel-sel tersebut ditempatkan dalam bioreaktor dan diberi nutrisi seperti asam amino, gula, dan vitamin untuk tumbuh.
- Pembentukan Jaringan: Sel-sel berkembang menjadi serat otot, yang kemudian diolah menjadi produk daging. Keuntungan:
- Ramah Lingkungan: Mengurangi emisi gas rumah kaca dan penggunaan lahan dibandingkan peternakan konvensional.
- Etis: Tidak melibatkan penyembelihan hewan.
- Kesehatan: Dapat dikontrol untuk mengurangi lemak jenuh atau menambahkan nutrisi tertentu. Tantangan:
- Biaya Produksi: Masih sangat mahal untuk diproduksi secara massal.
- Penerimaan Konsumen: Beberapa orang mungkin ragu untuk mengonsumsi daging yang dibuat di laboratorium. Contoh Perusahaan:
- Mosa Meat (Belanda): Perusahaan pertama yang memperkenalkan burger daging laboratorium pada tahun 2013. – Eat Just (AS): Memproduksi nugget ayam laboratorium yang sudah dijual di Singapura.
Perbandingan:
- Note à Note Cooking: Fokus pada penggunaan komponen kimiawi makanan untuk menciptakan pengalaman makan baru.
- Daging Laboratorium: Fokus pada produksi daging tanpa menyembelih hewan, menggunakan teknologi bioteknologi.
Kedua konsep ini mencerminkan inovasi dalam industri makanan untuk menciptakan solusi yang lebih berkelanjutan, etis, dan kreatif. Meskipun gagasan ini menimbulkan sejumlah kontroversial. Apakah betul klaim berkelanjutan, etis, dan kreatif ketika aspek food culture justru dihilangkan, bagiamana dengan peran dan hak petani yang memproduk sayuran, nelayan yang menangkap ikan dan peternak yang merawat ternaknya?
23 https://time.com/3482374/rene-redzepi-food-problems/
24 https://time.com/3482374/rene-redzepi-food-problems/
25 https://www.newyorker.com/magazine/2014/05/12/the-end-of-food
26 https://time.com/3482374/rene-redzepi-food-problems/
27 https://madfeed.co/2015/08/19/culture-of-the-kitchen-rene-redzepi/
28 https://www.chefiica.com/blogs/culinary-skills/how-culinary-entrepreneurs-are-shaping-the-future-of-sustainabledining
29 https://islandgardens.com/the-deck
30 https://islandgardens.com/the-future-of-food-how-eco-friendly-meals-are-shaping-the-culinary-world
31 https://www.yelp.com/biz/the-deck-at-island-gardens-miami-3reviews
32 https://time.com/3482374/rene-redzepi-food-problems/
33 https://www.foodinspirationmagazine.com/int66-sustainable-food-goals/top-chefs-from-all-over-the-world-talkabout-sustainability
34 https://overshoot.footprintnetwork.org/newsroom/press-release-2024-english/ 35 Ibid. Press release Earth Overshoot Day.
35 https://www.foodinspirationmagazine.com/int66-sustainable-food-goals/how-do-we-feed-the-world-sustainably
36 https://www.cafemeetingplace.com/guest-speakers/item/1493-why-sustainability-should-be-every-chef-s-habit
37 https://www.norden.org/en/information/chefs-change-agents-sustainability-food-security-and-health
38 https://eatforum.org/content/uploads/2019/07/EAT-Lancet_Commission_Summary_Report.pdf
39 https://thesra.org/the-food-made-good-standard/framework/. Standar “Food Made Good” Mengevaluasi Tindakan dalam Tiga Pilar: Sumber Daya, Masyarakat, dan Lingkungan. Standar Food Made Good mengevaluasi tindakan berdasarkan tiga pilar utama dalam kerangka kerja The Food Made Good Standard: Sumber Daya, Masyarakat, dan Lingkungan. Dalam setiap pilar, berfokus pada sejumlah area dampak utama untuk menerapkan keberlanjutan di semua tingkat operasional.
SUMBER DAYA
Menghargai Asal-usul Bahan Makanan
Fokus dari Celebrate Provenance adalah pada asal-usul bahan makanan serta hubungan bisnis dengan pemasok dan rantai pasokan. Kami mendorong bisnis untuk memilih pemasok dan produk yang dapat ditelusuri sepenuhnya, serta aktif dalam melindungi lingkungan dan menegakkan hak asasi manusia di seluruh rantai pasokan.
Mendukung Petani dan Nelayan
Fokus dari Support Farmers and Fishers adalah memastikan sektor perhotelan menghargai petani dan nelayan beserta komunitas mereka. Kami mengevaluasi hubungan dagang langsung maupun tidak langsung, dengan menyoroti produk-produk tertentu yang memiliki risiko tinggi terhadap pelanggaran sosial dan lingkungan. Kami bertujuan memastikan bahwa dalam seluruh rantai pasokan, ketentuan perdagangan yang adil diterapkan untuk membangun hubungan jangka panjang yang saling menguntungkan, di mana petani dan nelayan mendapatkan penghidupan yang layak serta hak-hak mereka dihormati.
Lebih Banyak Makanan Nabati, Lebih Baik untuk Daging
Tujuan dari More Plants, Better Meat adalah meningkatkan konsumsi makanan nabati dan mengurangi konsumsi daging. Meskipun tujuan utamanya adalah mendorong pola makan berbasis nabati, kami tidak mengharapkan restoran untuk sepenuhnya berhenti menyajikan daging. Sebaliknya, kami mendukung peralihan menuju pola makan yang lebih kaya akan tanaman dengan jumlah produk hewani yang terbatas. Jika masyarakat masih mengonsumsi daging, maka daging tersebut sebaiknya berasal dari sumber yang berkualitas tinggi dan diproduksi dalam kondisi yang terbaik.
Memilih Sumber Makanan Laut yang Berkelanjutan
Melalui Source Seafood Sustainably, kami memastikan bahwa makanan laut yang digunakan dalam restoran ditangkap atau dibudidayakan dengan cara yang melindungi ekosistem laut dan perairan tawar. Kami juga mendorong penggunaan ikan dan hasil laut yang tidak berasal dari stok yang tidak berkelanjutan secara biologis, seperti spesies yang terancam punah atau yang telah dieksploitasi secara berlebihan.
MASYARAKAT
Memperlakukan Staf dengan Adil
Fokus dari Treat Staff Fairly adalah memastikan bahwa karyawan diperlakukan dengan baik dan kondisi kerja mereka lebih baik dari standar minimum hukum. Kami mendorong terciptanya lingkungan kerja di mana staf merasa aman, dihargai, dan didukung, sehingga industri perhotelan dapat memberikan prospek karier jangka panjang yang lebih stabil. Langkah-langkah ini akan membantu mengurangi pergantian karyawan, meningkatkan kesejahteraan, serta mengurangi masalah kesehatan, yang pada akhirnya berdampak positif pada keuntungan bisnis.
Memberikan Makanan Sehat untuk Semua
Tujuan dari Feed People Well adalah mempromosikan pola makan dan minuman yang sehat, sesuai dengan panduan EAT Lancet Commission dan WHO. Obesitas dan malnutrisi merupakan penyebab utama dari berbagai masalah kesehatan, sementara penyalahgunaan alkohol dapat berkontribusi pada perilaku sosial yang berbahaya. Layanan makanan memainkan peran penting dalam menyediakan pilihan makanan dan minuman yang lebih sehat (tanpa mengurangi kelezatan), serta mendidik pelanggan agar mereka dapat membuat keputusan yang lebih baik dan lebih sadar akan kesehatannya.
Mendukung Komunitas
Restoran adalah bagian integral dari kehidupan sosial dan ekonomi komunitas. Oleh karena itu, bisnis restoran memiliki kesempatan dan tanggung jawab untuk memberikan dampak positif, baik melalui sumbangan amal, pemilihan pemasok lokal yang lebih beragam, hingga menyediakan waktu, keterampilan, dan sumber daya bagi masyarakat sekitar. Selain itu, memastikan bahwa restoran dapat diakses oleh semua orang juga merupakan elemen penting dari upaya ini.
LINGKUNGAN
Mengurangi Jejak Lingkungan
Melalui Reduce Your Footprint, kami mendorong bisnis untuk mengurangi dampak lingkungan mereka—mulai dari emisi gas rumah kaca, konsumsi energi dan air, hingga polusi udara, air, dan bahan kimia—guna meminimalkan kerusakan pada lingkungan dan kesehatan manusia. Kami menekankan pengurangan emisi gas rumah kaca dibandingkan sekadar menangkap karbon, karena meskipun penyimpanan karbon dan perlindungan ekosistem karbon sangat penting, hanya dengan pengurangan signifikan emisi global kita dapat mencapai net zero pada tahun 2050. Kami juga mendorong pengurangan konsumsi energi dan air, serta peningkatan penggunaan energi terbarukan, sehingga dapat mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan tekanan pada sumber daya air.
Tidak Membiarkan Makanan Terbuang
Waste No Food berfokus pada upaya mengurangi limbah makanan. Jumlah orang yang mengalami kelaparan di dunia telah meningkat sejak tahun 2014, sementara banyak makanan yang masih layak dikonsumsi justru terbuang setiap hari. Diperkirakan sekitar 40% dari seluruh makanan yang diproduksi di dunia terbuang atau hilang, dengan 5% di antaranya berasal dari industri perhotelan—dan limbah makanan ini menyumbang sekitar 10% dari total emisi gas rumah kaca global. Bahkan, isu ini begitu penting sehingga PBB telah menetapkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) khusus untuk mengatasi masalah ini (Tujuan 12.3). Selain dampak sosial dan lingkungan, limbah makanan juga merupakan kerugian finansial bagi bisnis. Kami mendorong pengurangan limbah makanan sebanyak mungkin, serta upaya untuk mendaur ulang, mendistribusikan kembali, dan menggunakan kembali makanan yang masih layak.
Mengurangi, Menggunakan Kembali, dan Mendaur Ulang
Terakhir, Reduce, Reuse, Recycle berfokus pada upaya mengurangi limbah non-organik, yaitu semua limbah selain makanan. Prinsip utama kami adalah bahwa jenis limbah terbaik adalah yang tidak pernah dibuat sejak awal. Oleh karena itu, kami pertama-tama mengevaluasi langkah-langkah bisnis dalam mengurangi produksi limbah nonorganik. Selanjutnya, kami melihat bagaimana bisnis dapat menggunakan kembali dan mendaur ulang limbah yang tak bisa dihindari. Kami mendorong restoran untuk mengurangi penggunaan barang sekali pakai, menerapkan sistem sirkular dalam semua aspek operasional mereka (mulai dari pembuatan menu hingga desain bangunan tempat usaha), serta mempromosikan prinsip penggunaan kembali untuk mengurangi eksploitasi sumber daya alam dan dampak lingkungan seperti polusi plastik. Untuk semua limbah yang tidak dapat dikurangi, digunakan kembali, atau didaur ulang, kami mendorong bisnis untuk sebisa mungkin menghindari pembuangan ke tempat pembuangan akhir.
41 https://sdg2advocacyhub.org/chefs-manifesto/action-plan/
42 Referensi Umum tentang Gerakan Farm-to-Table 1. Buku:
– Barber, Dan. The Third Plate: Field Notes on the Future of Food. Penguin Books, 2014.
(Buku ini membahas filosofi di balik gerakan farm-to-table dan masa depan makanan berkelanjutan.) Link: [https://www.penguinrandomhouse.com](https://www.penguinrandomhouse.com)
2. Artikel:
- “What is the Farm-to-Table Movement?” oleh Sustainable Table.
(Artikel ini menjelaskan latar belakang dan prinsip-prinsip gerakan farm-to-table.)
Link: [https://www.sustainabletable.org](https://www.sustainabletable.org)
- “The Farm-to-Table Movement: How It Started and Why It Matters” oleh Food Tank.
(Membahas sejarah dan pentingnya gerakan ini dalam konteks modern.) Link: [https://foodtank.com](https://foodtank.com)
43 https://www.entire-magazine.com/read-more/the-farm-to-table-movement-restaurants-leading-the-sustainablefood-revolution
44 Referensi Tambahan
1. Artikel tentang Keberlanjutan dalam Gastronomi:
– “Sustainable Gastronomy: How Chefs are Leading the Way” oleh UNEP (United Nations Environment Programme).
(Membahas peran koki dan restoran dalam mempromosikan keberlanjutan.) Link: [https://www.unep.org](https://www.unep.org)
2. Artikel tentang Tren Makanan Lokal:
- “The Rise of Local Food Movements” oleh Food Revolution Network.
(Artikel tentang tren makanan lokal dan dampaknya terhadap lingkungan.) Link: [https://foodrevolution.org](https://foodrevolution.org) 45 Referensi tentang Restoran Farm-to-Table di Indonesia 1. Nusantara by Locavore (Bali):
- “Locavore: A Culinary Journey Through Indonesia” oleh The Jakarta Post.
(Artikel tentang restoran Locavore dan komitmen mereka terhadap bahan lokal.) Link: [https://www.thejakartapost.com](https://www.thejakartapost.com)
2. Potato Head Beach Club (Bali):
– “Potato Head’s Farm-to-Table Philosophy” oleh Potato Head Bali.
(Situs resmi Potato Head yang menjelaskan pendekatan mereka terhadap keberlanjutan.) Link: [https://www.ptthead.com](https://www.ptthead.com)
3. Kouzin (Jakarta):
- “Kouzin: Bringing Mediterranean Flavors with Local Ingredients” oleh Culinary Indonesia.
(Artikel tentang Kouzin dan penggunaan bahan lokal dalam masakan Mediterania mereka.) Link: [https://www.culinaryindonesia.com](https://www.culinaryindonesia.com) 46 Referensi tentang Restoran Farm-to-Table di Eropa dan Amerika 1. Blue Hill at Stone Barns (New York, USA):
- “Blue Hill at Stone Barns: A Farm-to-Table Pioneer” oleh The New York Times.
(Artikel tentang restoran ini dan peran mereka dalam gerakan farm-to-table.) Link: [https://www.nytimes.com](https://www.nytimes.com)
2. Noma (Kopenhagen, Denmark):
– “Noma: Redefining Nordic Cuisine” oleh The Guardian.
(Artikel tentang filosofi Noma dan pendekatan mereka terhadap bahan lokal dan liar.) Link: [https://www.theguardian.com](https://www.theguardian.com)
3. Fäviken (Järpen, Swedia):
– “Fäviken: A Culinary Experience in the Wild” oleh National Geographic.
(Artikel tentang restoran Fäviken dan penggunaan bahan-bahan dari alam sekitar.) Link: [https://www.nationalgeographic.com](https://www.nationalgeographic.com)
4. Osteria Francescana (Modena, Italia):
– “Massimo Bottura: The Chef Changing Italian Cuisine” oleh BBC.
(Profil Massimo Bottura dan komitmennya terhadap bahan lokal.) Link: [https://www.bbc.com](https://www.bbc.com)
5. The Black Pig (Lisbon, Portugal):
– “The Black Pig: A Taste of Portugal’s Terroir” oleh Portugal News.
(Artikel tentang restoran ini dan fokus mereka pada bahan lokal Portugal.)
Link: [https://www.theportugalnews.com](https://www.theportugalnews.com)
47 https://www.apple.com/tv-pr/originals/omnivore/
48 https://www.apple.com/tv-pr/originals/omnivore/trailers-videos/
49 https://guide.michelin.com/en. Apa Itu Panduan Michelin dan Bintang Michelin?
Panduan Michelin (Michelin Guide) adalah buku panduan restoran dan hotel yang diterbitkan oleh perusahaan ban asal Prancis, Michelin. Panduan ini pertama kali diterbitkan pada tahun 1900 oleh saudara Édouard dan André Michelin untuk membantu pengemudi menemukan tempat makan dan menginap di sepanjang perjalanan mereka. Seiring waktu, panduan ini berkembang menjadi salah satu referensi paling bergengsi di dunia kuliner, memberikan penilaian terhadap restoran berdasarkan kualitas makanan, teknik memasak, dan pengalaman bersantap. Bintang Michelin adalah penghargaan tertinggi dalam dunia kuliner yang diberikan kepada restoran berdasarkan penilaian anonim oleh inspektur Michelin.
Restoran dapat menerima 1 hingga 3 bintang Michelin, dengan arti sebagai berikut:
- ⭐ 1 Bintang Michelin: Restoran yang sangat baik di kategorinya (a very good restaurant in its category).
- ⭐⭐ 2 Bintang Michelin: Makanan yang luar biasa dan layak untuk dikunjungi (excellent cooking, worth a detour).
- ⭐⭐⭐ 3 Bintang Michelin: Masakan luar biasa yang sangat layak untuk perjalanan khusus (exceptional cuisine, worth a special journey).
Karena penilaiannya yang ketat dan rahasia, memperoleh Bintang Michelin dianggap sebagai pencapaian luar biasa bagi sebuah restoran dan chefnya.
Kategori Tambahan dalam Panduan Michelin
Selain Bintang Michelin, ada juga penghargaan lain dalam Panduan Michelin:
- Bib Gourmand – Diberikan untuk restoran yang menyajikan makanan berkualitas dengan harga yang lebih terjangkau.
- Green Star Michelin – Diberikan kepada restoran yang berkomitmen pada praktik keberlanjutan dalam sumber bahan dan pengelolaan limbah.
- Michelin Plate (L’assiette Michelin) – Menandakan restoran dengan makanan berkualitas baik, tetapi belum memenuhi kriteria bintang Michelin.
Bagaimana Inspektur Michelin Menilai Restoran?
Inspektur Michelin adalah tim penilai profesional yang bekerja secara anonim dan menggunakan lima kriteria utamadalam menilai restoran:
- Kualitas bahan baku
- Teknik memasak dan penyajian rasa
- Kepribadian koki yang tercermin dalam masakan
- Konsistensi antara setiap kunjungan
- Kesesuaian antara harga dan kualitas makanan
Mereka mengunjungi restoran tanpa memberi tahu siapa pun, membayar sendiri makanannya, dan membuat laporan evaluasi sebelum memberikan penghargaan.
- Panduan Michelin adalah referensi kuliner global yang memberikan penghargaan kepada restoran terbaik di dunia.
- Bintang Michelin adalah penghargaan bergengsi yang menunjukkan kualitas luar biasa dalam pengalaman bersantap.
- Mendapatkan Bintang Michelin sangat sulit, dan banyak restoran terbaik di dunia berlomba-lomba untuk meraihnya.
Bagi restoran, memperoleh Bintang Michelin bisa meningkatkan reputasi mereka secara global, menarik pelanggan dari seluruh dunia, dan bahkan mengubah karier seorang chef.
50 https://lifestyle.kontan.co.id/news/25-restoran-fine-dining-terbaik-di-dunia
51 https://www.laliste.com/en/
52 https://guide.michelin.com/en/restaurants/indonesian
53 https://sindikasi.republika.co.id/berita/sindikasi/tips-sindikasi/rzdnw67416000/michelin-star-pengertian-daftarchef-pemegang-dan-rekomendasi-restorannya-di-indonesia?
54 https://lifestyle.bisnis.com/read/20180219/223/740034/waktunya-fine-dining-indonesia-unjukgigi?utm_source=chatgpt.com
55 https://www.orami.co.id/magazine/fine-dining-jakarta#google_vignette; bisa juga diperiksa info pada tautan ini: https://www.akasakabali.com/blog/fine-dining-res