—Dwi R. Muhtaman—
Bogor, 21102018
#BincangBuku #08
“…Everything has been cleaned down, all my knives are clean,
clean cutting board, clear space to work, clear mind.”
—Greg Barr, saus-chef at Esca, sebuah restaurant dekat Times Square in Manhattan, New York
Persiapan. Proses. Kehadiran. Setiap kegiatan—apapun—yang kita lakukan selalu didahului dengan merencanakan, membuat persiapan. Apa gagasannya, apa yang harus disiapkan untuk melakukannya. Semua hal yang diperlukan sebagai persiapan untuk merealisasikan gagasan itu. Termasuk menentukan tahapannya. Mana yang dilakukan lebih awal dari yang lain. Mana yang penting. Mana yang mendesak. Melakukan banyak hal secara bersamaan adalah mapapetaka (Baca: Gary Keller dan Jay Papasan dalam bukunya “The ONE Thing. “The Surprisingly Simple Truth Behind Extraordinary Results”, 2012; atau buku yang ditulis David Allen, Getting Things Done yang menawarkan salah satu sistem paling komprehensif untuk mengelola pekerjaan sehari-hari. Dan memperkenalkan konsep yang luar biasa tentang prioritizing dalam beragam kegiatan dan tetap fokus pada the “next action.” Atau buku yang juga menarik soal menetapkan proiritas yang ditulis oleh Stephen R. Covey, First Things First, 1994. Buku ini mengubah ide-ide Eisenhower tentang prioritas dan merumuskan dalam sebuah matriks di mana tugas-tugas dapat dipilah dan dilaksanakan, dengan kerangka the “Important” dan “Urgent” pada empat kuadran.
Setelah persiapan maka saatnya melaksanakan dalam sebuah proses. Kita akan merasa puas, bahagia setelah semuanya dilaksanakan dengan hasil yang terbaik. Dengan sejumlah kerumitan, detil dan perfeksionis, demikian juga yang dilakukan di restoran-restoran kelas dunia.
Dan Charnas bukan seorang Chef, apalagi juru masak. Bukan pemilik restoran. Bukan pula orang yang terobsesi dengan restoran. Charnas, penulis buku Work Clean: The Life Changing Power of Mise-en-Place to Organize Your Life, Work, and Mind (2016) yang kita baca ini adalah seorang jurnalis profesional yang pernah mendapatkan “The Pulitzer Traveling Fellowship for Arts Journalism” (2007). Ia tidak pernah bekerja di restoran. Tetapi buku yang disajikan dengan teliti dan nyaman dibaca ini ditulis dari sebuah penelitian yang mendalam tentang dunia restoran dan cara kerja para Chef dengan para juru masaknya. Ia mewawancai lebih dari 100 Chef kelas dunia yang tersebar di seluruh wilayah Amerika Utara dan New York. Berbulan-bulan mengamati cara kerja orang-orang di restoran. Membaca beragam sejarah Chef dan kuliner.
Cara kerja Chef dan dunia kuliner telah melahirkan gaya manajemen organisasi yang luar biasa. Semua itu terangkum dalam apa yang disebut Mise-en-Place.
Menurut Charnas mise-en-place terdiri dari tiga nilai utama: persiapan, proses, dan kehadiran. Ketika dipraktekkan oleh koki atau juru masak hebat, ketiga kata ini menjadi sangat filosofis. Nilai-nilai Mise-en-place telah membentuk inti dari kerja juru masak yang berlangsung lama. Dan ia masih menggerakkan kehidupan juru masak kontemporer hingga sekarang. Jikai nilai-nilai ini di bawa keluar dapur, tentu mempunyai rasa yang berbeda meski dengan esensi yang sama. Kita ringkas satu-satu:
Persiapan:
Setiap Chef melakukan ini setiap hari setelah semua pelayanan selesai pada hari itu, dan beberapa saat sebelum memulai pada keesokan harinya. Ambil 30 menit setiap hari untuk membersihkan tempat kerja Anda dan rencanakan keesokan harinya, sebuah mise-en-place pribadi harian yang disebut Daily Meeze. The Daily Meeze adalah kebiasaan mutlak, yang tidak bisa dinegosiasikan untuk kerja resik (Clean Work). “..keep your station clean and everything will follow from that.”
Proses: Commit to a process that makes you better.
Komitmen terhadap proses yang membuat Anda lebih baik berarti mengikuti jadwal yang telah Anda tetapkan untuk diri sendiri, menggunakan daftar periksa, dan mengembangkan teknik yang lebih baik. Ini berarti menggabungkan nilai-nilai dan kebiasaan kerja resik ke dalam hari kerja Anda. Ini juga berarti komitmen terhadap kebalikannya: mengubah atau meninggalkan proses yang membuat Anda lebih buruk.
Penting untuk memahami bahwa yang kita kejar adalah kesempurnaan, bukan produktifitas. “Productivity is working hard. Excellence is working clean,” demikian kata Charnas. “But true creatives—the people who actually make the food, the art, the architecture, the products, and the services we enjoy—understand that excellence comes from cultivating a craft through dedicated, dogged practice. True artists have a process.”
Presence: Commit to being present in whatever you do.
Kehadiran atau presence adalah value ketiga yang sangat penting untuk menegaskan values terdahulu. Berkomitmen untuk hadir berarti kita menumbuhkan praktik mendengarkan, menyimak dengan seksama. Ketika Anda mendengarkan, di mana mata Anda? Apakah mereka ada di layar komputer atau telepon Anda, atau apakah mereka orang yang berbicara? Ketika Anda mendengarkan, di mana tubuh Anda? Apakah tertuju pada percakapan, atau menjauh dari itu? Ketika Anda mendengarkan, di mana mulut Anda? Apakah tetap untuk berbicara, atau apakah santai dan terbuka? Ketika Anda mendengarkan, di mana hidung Anda? Apakah Anda bernafas pelan, atau apakah nafas Anda tertahan? Ketika Anda mendengarkan, di mana pikiran Anda? Apakah Anda mendengar kata-katanya dan menggunakan pikiran Anda untuk menghayati subteks, atau apakah Anda mendengarkan narasi batin Anda sendiri? Mampu mendengarkan dengan koordinasi seluruh keberadaan Anda, tubuh dan pikiran, mungkin adalah keterampilan manusia yang paling kuat.
Berkomitmen pada kehadiran berarti kita menumbuhkan kemampuan untuk sadar. Ketika Anda memutuskan untuk melakukan sesuatu, selesaikan. Saat Anda membuat janji dengan orang lain atau diri sendiri, tepatilah. Ketika Anda mengatakan “ya,” berarti ya. Ketika Anda mengatakan “tidak,” berarti tidak. Ketika Anda mengatakan “11:30,” berarti 11:30. Waspadalah pada kekuatan yang mengalihkan perhatian Anda dari tugas-tugas yang disepakati.
Dan Charnas memilih mendalami manajemen organisasi di dapur karena keistimewaan yang terpendam. Berbeda dengan dengan pekerjaan di kantor. Meskipun diakui pekerjaan di kantor atau di restoran (dapur) tidak ada bedanya. Keduanya melibatkan proses dan prosedur yang serupa.
Dapur dan kantor ada kesamaan kualitas. Orang-orang yang berkarya di kedua tempat itu harus menghadapi beragam tugas di bawah tekanan tenggat waktu (deadline) yang luar biasa dan sumber daya yang seringkali tidak mencukupi. Di kedua lingkungan tersebut, para pekerja menghadapi aliran input dan permintaan yang konstan. Seringkali terlalu sedikit waktu untuk memprosesnya. Dan banyak tugas yang menuntut perhatian secara bersamaan.
Namun, seperti yang dikatakan Chef, dapur adalah dunia yang berbeda dari kantor. “Kitchens are places of great consistency,” tulis Charnas (h. 114).
Jurumasak melakukan hal yang sama setiap hari. Menu sebagian besar tetap sama. Proses yang membuat item menu tersebut tidak berubah. Jadwal dan pengaturan untuk pekerjaan itu — kapan dan di mana dikerjakan — tetap konstan. Jurumasak tidak perlu mengirim e-mail saat mereka menumis, dan pekerjaan mereka tidak terganggu apapun selama 2 jam.
Dan Charnas mengamati betul bagaimana pekerjaan para Chef kelas dunia.
Sebaliknya kantor merupakan tempat terjadi banyak inkonsistensi. Pekerjaan orang-orang kantor — bukan gelarnya, tetapi apa yang sebenarnya dilakukan — berubah dari hari ke hari dan terkadang jam demi jam. Di pagi hari, orang kantoran ini melakukan rapat (kadang juga seharian) dan menerima panggilan telepon; di sore hari, menulis email (ini pun seringkali dari pagi hingga sore tak henti urusan email) atau mempelajari perangkat lunak baru. Jadwal bisa sangat fleksibel: Mereka mungkin bekerja di kantor pada suatu hari, di kafe dan di konferensi atau di pesawat pada hari berikutnya. Nah, dilihat dari sisi ini saja maka pengaturan aliran kerja jauh lebih mudah di dapur. Dapur bisa diprediksi. Kantor bisa penuh kejutan.
Pekerjaan dapur memiliki komponen fisik yang sangat besar. Ini adalah kerja manual — memotong, menggoreng, melapisi, menggiling, mengangkat, membersihkan. Pekerjaan kantor, di sisi lain, hampir semuanya mental — berbicara, menulis, membaca. Pekerjaan dapur: panas, sulit, dan kotor. Pekerjaan kantor hanya metafor saja jika dikatakan panas, sulit, dan kotor.
Chef dan koki bekerja dengan sumber daya yang mudah rusak. Sehingga keputusan, gerakan, dan sensitifitas akan waktu ditentukan oleh jam yang berdetak. Mereka perlu memahami rasa urgensi tertentu. Tenggat waktu pekerja kantor biasanya lebih panjang, lebih didiktekan oleh kalender, jadi mereka memproses waktu dengan cara yang lebih elastis. “Kitchen work values craft over creativity. Cooks are craftspeople, not creatives.” Meskipun Chef dan juru masak menciptakan resep dan teknik baru dari waktu ke waktu, sebagian besar pekerjaan sehari-hari melibatkan replikasi resep dan teknik yang ada dengan hati-hati. Dan tentu saja pekerjaan dapur tidak bisa di bawa pulang untuk dikerjakan di rumah, seperti pekerjaan kantor dari profesi lainnya.
Bagaimana pun cara kerja para Chef di dapur resto-resto mencerminkan cara kerja yang luar biasa yang bisa dipelajari dan diterapkan untuk pekerjaan dimanapun, di kantor atau di rumah. Unsur-unsur mise-en-place dapat diterapkan di mana saja. Karena ia telah melahirkan seperangkat values dan perilaku yang bermanfaat untuk mengorganisasi pekerjaan dan melakukannya dengan bersih, rapi dan sempurna. Sistem ini disebut Work Clean — ini adalah mise-en-place yang berfungsi untuk kehidupan Anda, baik Anda memiliki pekerjaan di kantor, seorang guru atau siswa, atau hanya ingin lebih teratur di rumah.” (h. 653).
Beragam filosofi hidup dalam banyak profesi dan budaya perusahaan. Serpihan sistem selalu ada di sejumlah cara kerja tiap organisasi. Tetapi, bagi Charnas, hanya satu profesi yang telah mengembangkan filosofi yang sempurna dan sistem yang komprehensif tentang cara bekerja. Profesi itu adalah seni kuliner, dan filosofi dan sistem itulah yang disebut mise-en-place. Ini adalah frasa bahasa Prancis yang diterjemahkan sebagai “put in place,” atau”diletakkan di tempat.” Di dapur mise-en-place berarti mengumpulkan dan mengatur bahan dan alat yang dibutuhkan untuk memasak. Tetapi bagi banyak profesional kuliner, frasa itu mengandung arti yang lebih dalam. Mise-en-place adalah tradisi fokus dan disiplin, sebuah metode kerja dan keberadaan. Banyak koki menyebutnya sebagai cara hidup, a way of life.
Apa yang membuat sistem dapur profesional begitu istimewa? Selama dua abad terakhir, chef dan para juru masak di seluruh dunia mengembangkan rezim informal dari nilai dan perilaku dalam menanggapi tuntutan dan kendala unik dari dapur tersebut. Karena keadaan-keadaan yang khusus itu, chef dan para juru masak menciptakan suatu pendekatan untuk pekerjaan yang tidak ada padanannya. Apa yang membuat pendekatan itu bisa diterapkan di luar dapur? Kebijaksanaan apa yang dapat diberikan seorang chef, misalnya, kepada seorang pengacara, padahal kedua pekerjaan itu begitu berbeda? Jawaban sederhananya adalah pengacara tidak dipaksa untuk menciptakan sistem itu. Chef iya. Dan nilai dan perilaku yang muncul dari sistem chef itu bukanlah tentang memasak, tetapi tentang mencapai keunggulan. Begitu banyak dari kita yang yakin bahwa karena kita sibuk, kita bekerja semaksimal mungkin dengan kemampuan kita. Tetapi para chef tahu bahwa ada perbedaan besar antara bekerja keras dan bekerja bersih, working hard and working clean.
Itulah maka mise-en-place yang mungkin bermanfaat di luar dapur, dan filosofi kerja chef menyuburkan pikiran kita sebagaimana masakan chef untuk tubuh kita—memberi inspirasi pada keberadaan buku yang ditulis Dan Charnas ini.
Dalam buku yang berjumlah 811 halaman ini Charnas juga memberi pengertian-pengertian praktis yang umum, misalnya bedanya antara chef dan cooks; asal usul kata dan sejumlah kata-kata kuliner yang banyak berasal dari Bahasa Perancis.
Misalnya, Chef artinya “boss.” Dalam bahasa Prancis, “chef” setara dengan “chief,” pemimpin dalam kata bahasa Inggris. Dalam bahasa Inggris, istilah chef menjadi selaras dengan dunia kuliner sebagai bentuk singkat dari chef de cuisine titel dalam bahasa Perancis, chief of the kitchen, kepala dapur. Begitu banyak konsep dan bahasa seputar makanan berasal dari Prancis, termasuk istilah restoran, yang juga memiliki arti harfiah yang menarik: place of restoration, tempat restorasi, dinamakan demikian untuk the restorative soups atau sup restorative yang seringkali laku keras. The restaurateur adalah seseorang yang memulihkan orang, memberi makan mereka. Chef membuat restorasi itu bisa melayani. Seorang chef adalah bos. A restaurateur memberi makan dan memulihkan kita. Chef adalah bos yang membantu memulihkan kita. Ada kata dalam bahasa Inggris yang mendekati arti itu — bos yang membantu memulihkan kita. Kata itu adalah mentor.
Salah satu program televisi yang saya sukai adalah masak memasak. Saya kagum. Bagaimana seorang juru masak menyiapkan tempat. Menyiapkan bahan baku. Memprosesnya. Dan mencampur kesesuaiannya, memasak hingga menyajikannya penuh dengan kejernihan dan keindahan. Semua dilakukan dengan bersih. Rapih. Tertata dengan baik. Tahap demi tahap dilakukan dengan penuh keteraturan. Disiplin. Indah. Mise-en-place