Credibility, the Leadership Challenge
—Dwi R. Muhtaman—
Bandung, 28102018
#BincangBuku #11
“Credibility is the foundation of leadership.”
James M. Kouzes dan Barry Z. Posner,
Credibility: How Leaders Gain and Lose It, Why People Demand It (2011)
Ketika saya akses Google dengan mengetik kata “leadership” pada tanggal 27 Oktober 2018 (jam 03.32) terdapat sekitar 2.820.000.000 entries dalam waktu 0.40 detik. Ini bahkan melebihi jumlah hasil yang keluar jika kita mengetik kata “Indonesia” yang terdapat sekitar 2.220.000.000 dalam 0,79 detik. Jumlah itu jauh lebih besar jika kita ketik kata “Democracy” yang hanya memunculkan sekitar 185.000.000 entries dalam waktu 0,68 detik. Ketika saya ketik leadership’s school of thoughts, Google mengidentifikasi sejumlah sekitar 194.000.000 hasil dalam waktu 0,40 detik.
Mengapa leadership banyak diperbicangkan dan banyak dicari atau dituliskan orang? Tiap orang adalah pemimpin. Baik pemimpin bagi keluarga, kelompoknya, atau setidaknya bagi diri sendiri. Lantas, karakter seperti apakah seorang pemimpin agar ia bisa menjadi pemimpin yang efektif, yang mampu membawa orang-orang yang dipimpinnya.
James M. Kouzes dan Barry Z. Posner, Credibility: How Leaders Gain and Lose It, Why People Demand It mempunyai rumusan soal efektif leadership ini. Ketika buku edisi pertama terbit tahun 1993, saya baru saja mengikuti kuliah semester pertama di School of Public Administration, Political Science, Auburn University, Amerika Serikat. Buku Credibility menjadi bacaan wajib. Versi terbaru buku ini terbit tahun 2011 dengan sejumlah informasi dan analisis yang lebih segar dan terkini. Meskipun sudah ditulis pertama kali 25 tahun yang lalu, Credibility masih sangat relevan sebagai rujukan penting karakter pemimpin.
Pada tahun 1987 dua penulis ini juga telah menerbitkan buku tentang kepemimpinan yang mendapatkan sambutan publik luar biasa. “The Leadership Challenge: How to Make Extraordinary Things Happen in Organizations”. Sejak diterbitkan pertama kali, buku The Leadership Challenge telah terjual lebih dari dua juta eksemplar di seluruh dunia dan telah diterjemahkan dalam lebih 20 bahasa. Buku ini juga menerima beragam penghargaan termasuk the Critics’ Choice Award dari the Nation’s Book Review Editors dan the James A. Hamilton Hospital Administrators’ Book-of-the-Year Award, dan dipilih sebagai salah satu sepuluh besar buku kepemimpinan dalam The Top 100 Business Books of All Time. The Leadership Challenge edisi ke-enam diterbitkan tahun 2017.
Kali ini kita akan melakukan #BincangBuku terhadap dua buku sekaligus dari penulis yang sama: Credibility (2011) dan The Leadership Challenge (2017).
Buku Credibility adalah hasil dari penelitian yang intensif dan terus menerus selama beberapa rentang waktu. Dalam menulis buku ini, para penulis mengandalkan survei sendiri, yang selama bertahun-tahun terhadap lebih dari 100.000 orang dari seluruh dunia. Yang menarik, data yang dimuat dalam Credibility tidak berbeda meski dilakukan bertahun-tahun sejak melakukan penelitian pada awal 1980-an. Studi kasus yang dikumpulkan berjumlah dua kali lipat sejak edisi pertama. Sehingga sekarang jumlahnya lebih dari seribu studi kasus. Penulis juga melakukan wawancara mendalam dengan orang-orang yang ‘dikagumi sebagai pemimpin’ untuk memperdalam pemahaman penulis. Mengumpulkan kisah-kisah pribadi tentang tindakan dan perilaku utama para pemimpin yang kredibel. Dari survei itu, diidentifikasi kualitas yang paling banyak dilihat orang sehingga orang lain bersedia menjadi followers; dari studi kasus dan wawancara itu diidentifikasi tindakan spesifik yang memberi kredibilitas kepada pemimpin. Pendeknya, penelitian mendalam ini menggali banyak hal tentang karakter seorang pemimpin yang kredibel.
Edisi baru Credibility ini sedikit berbeda. Jangkauan waktu lebih panjang dan cakupannya lebih luas. Penelitian yang dilakukan bersifat global, dan kasus-kasus dalam edisi ini mencerminkan hal itu. Dari Asia dan Australia ke Eropa, Timur Tengah, dan Amerika Utara dan Selatan. Sehingga buku ini menunjukkan bagaimana orang di seluruh dunia menegaskan bahwa kredibilitas adalah fondasi penting kepemimpinan.
Kepemimpinan adalah hubungan antara mereka yang memimpin dan mereka yang memilih untuk mengikuti. Setiap diskusi tentang kepemimpinan harus memperhatikan dinamika hubungan ini. Strategi, taktik, keterampilan, dan praktik adalah hampa dan sia-sia kecuali aspirasi manusia mendasar yang menghubungkan para pemimpin dan konstituen mereka dipahami dan dihargai (h. 25). Jadi, apa yang diharapkan konstituen dari para pemimpin? Apa yang diharapkan para pemimpin dari konstituen? Apa tujuan yang para pemimpin melayani? Mengapa orang percaya pada beberapa pemimpin tetapi tidak pada orang lain? Mengapa beberapa orang memilih untuk mengikuti satu pemimpin sementara yang lain menolak pemimpin itu? Tindakan apa yang menopang hubungan itu? Tindakan apa yang menghancurkannya? Bagaimana keadaan hubungan saat ini antara pemimpin dan konstituen? Ini adalah pertanyaan-pertanyaan yang dibincangkan dan yang menjadi motivasi untuk dilakukan penelitian yang dituangkan dalam buku ini.
Seperti kata John Gardner — mantan sekretaris kabinet, pendiri Common Cause, penasihat enam presiden AS, dan penulis serta cendekiawan yang dihormati — yang dikutip dalam Credibility: “Konstituen yang setia diperoleh ketika orang-orang, secara sadar atau tidak sadar, menilai pemimpin untuk mampu memecahkan masalah mereka dan memenuhi kebutuhan mereka, ketika pemimpin dilihat sebagai simbol norma-norma mereka, dan ketika citra pemimpin mereka (apakah sesuai dengan realitas atau tidak) sesuai apa yang dibayangkan.”
In the end, leaders don’t decide who leads. Followers do, katanya.
Untuk menghimpun jenis karakter yang dibayangkan responden tentang pemimpin, Kouzes dan Posner menanyakan pertanyaan terbuka, ”Nilai apa (ciri atau karakteristik pribadi) yang Anda cari pada atasan Anda?”
Lebih dari 1.500 manajer di seluruh dunia yang disurvei memberikan 225 values, karakteristik, dan ciri-ciri yang mereka yakini sangat penting bagi orang-orang yang memimpin mereka. Sebuah panel peneliti dan manajer kemudian menganalisis 225 values itu dan meringkasnya menjadi 15 kategori. Dari semua itu kategori yang paling sering disebut, berturut-turut, adalah
- Integritas (jujur, dapat dipercaya, memiliki karakter, memiliki keyakinan)
- Kompetensi (mampu, produktif, efisien)
- Kepemimpinan (inspiratif, menentukan/tajam, memberikan arah)
Karakter itulah yang diinginkan oleh konstituen untuk dimiliki seorang pemimpin.
Setelah dianalisis lebih lanjut maka terdapat empat karakter penting yang ditemukan pada seorang pemimpin dimanapun: Honest (jujur), Forward-looking (pandangan ke depan), Inspiring (memberi inspirasi) dan Competent (kemampuan).
Jujur: Di hampir setiap survei, kejujuran dipilih lebih sering daripada yang lain karakteristik kepemimpinan lainnya. Tidak peduli di mana penelitiannya
dilakukan — terlepas dari negara, wilayah geografis, atau jenis organisasi — atribut kepemimpinan yang paling penting sejak mulai penelitian pada tahun 1980 selalu kejujuran.
Forward-looking: Anda harus mampu melihat gambar yang lebih besar. Para pemimpin diharapkan memiliki a sense of direction dan kepedulian terhadap masa depan organisasi. Pemimpin harus tahu kemana akan pergi, kemana akan dituju. Pemimpin harus memiliki arah tujuan yang dibayangkan dalam pikirannya ketikan meminta orang lain untuk bersatu padu melakukan perjalanan pada tempat yang tidak diketahui.
Inspiring: Orang mengagumi dan menghormati pemimpin yang dinamis, bersemangat, antusias, positif, dan optimis. Pemimpin harus mempunya kemampuan untuk membuat orang lain begitu percaya pada visi sehingga para pengikut yakin dan berani menyebrang dan tidak takut gagal. Antusiasme para pemimpin itu menular dan membuat semua orang merasa bahwa mereka dapat membuat yang tidak mungkin menjadi mungkin.
Competent: Keahlian dalam keterampilan kepemimpinan per se adalah dimensi lain kompetensi. Kemampuan untuk membuat model/panutan, menginspirasi, menantang, memungkinkan, dan mendorong — praktik-praktek yang diidentifikasi selama bertahun-tahun dalam penelitian kepemimpinan terbaik dan diterbitkan dalam buku The Leadership Challenge — harus didemonstrasikan jika pemimpin mau dianggap mampu.
Empat karakter utama itu selalu muncul dari survey baik yang dilakukan pada tahun 1987, 2002 dan 2010 (Credibility), serta pada 2012 dan 2017 (Leadership Challenge). Honest. Forward-looking. Inspiring. Competent. Keempat prasyarat kepemimpinan ini telah terbukti dalam waktu dan geografi adalah karakter yang ada dan diharapkan sebagai pemimpin.
Amerika Serikat, Australia, Brazil, Kanada, Jepang, Korea, Malaysia, Meksiko, dan United Arab Emirates menempatkan “jujur” sebagai karakter nomor 1 bagi seorang pemimpin. Karakter Forward-looking dipilih sebagai karakter penting kedua masing-masing oleh Amerika Serikat, Australia, Brazil, Cina, Malaysia, Meksiko, Skandinavia, SIngapur dan United Arab Emirates. Terdapat tiga negara yang menempatkan inspiring sebagai karakter utama seorang pemimpin: Cina, Skandinavia, Singapura (h. 95, The Leadership Challenge).
Empat belas abad yang lalu sifat-sifat kepemimpinan seperti itu telah menjadi teladan ummat Islam yang ditunjukkan oleh kepemimpinan Nabi Muhammad SAW. Sifat-sifat itu adalah Sidik yang berarti benar. Benar dalam perkataan maupun perbuatan. Berkata benar, tidak berbohong untuk pemcitraan atau untuk mendapatkan pujian. Amanah yang memiliki arti benar-benar dapat dipercaya. Rasulullah dijuluki gelar ‘Al–Amin’—sebuah gelar mulia itu karena selalu mengerjakan dengan sebaik-baiknya jika ada urusan yang menjadi tanggung jawabnya. Setiap kata yang diucapkan Nabi Muhammad adalah kejujuran. Tablig yang berarti menyampaikan. Sebagai umat muslim, kita memiliki kewajiban untuk menyampaikan kebenaran, meskipun pahit. Sering terdengar kata, “Sampaikanlah, meski hanya satu ayat.” Sampaikan yang benar meski menyakitkan. Fatanah berarti cerdas. Nabi Muhammad adalah suri teladan yang luar biasa cerdas. Nabi mampu menerima dan menyampaikan 6.236 ayat Alquran, kemudian menjelaskannya dengan baik yang kemudian abadikan dalam puluhan ribu hadits. Ini juga soal kompetensi.
Dua buku ini pada dasarnya saling melengkapi. Credibility memberi tekanan dan fokus hanya pada aspek kredibilitas. Sementara buku The Leadership Challenge menguraikan lebih detil beragam karakter dari Credibility dan memberi panduan-panduan praktis untuk melatih menjadi pemimpin yang mempunyai karakter pemimpin yang kredibel.
Dalam lanskap kepemimpinan Indonesia yang defisit empat karakter itu, buku ini memberi pehamanan dan teladan bagi kita untuk berusaha menjadi pemimpin yang terbaik, pemimpin yang kredibel. Hanya dengan menghadirkan pemimpin-pemimpin yang kredibel itulah maka kita bisa menyaksikan Indonesia yang tumbuh, berkembang, adil, makmur dan membahagiakan warga negara dan segala isinya.
Kita memerlukan pemimpin yang jujur yang mengatakan yang benar adalah benar, bukan menjadikan kebenaran sebagai hoax untuk menutupi kekurangan; pemimpin yang mempunyai pandangan ke depan, mampu mengartikulasikan dengan baik mau kemana perjalanan organisasi atau berbangsa akan dibawa, menyatukan konstituen untuk bahu membahu melakukan perjalanan kolektif dan mengerahkan energi kolektif untuk mencapai tujuan kolektif yang ditujukkan pemimpi, bukan memecah belah dan mengutakan satu golongan belaka; pemimpin yang inspiring, memberi gagasan-gagasan yang segar, memberi rangsangan untuk berinovasi; dan kita memerlukan pemimpin yang kompeten yang mempunyai keahlian untuk membuka jalan penyelesaian masalah kolektif, membangun prakarsa dan hadir untuk memberi solusi, hadir dalam situasi yang sulit.
Itulah pemimpin. Credible leader.