Sustainability 17A #54
–bagian 3 dari 3–
Dwi R. Muhtaman,
sustainability partner
“The destiny of nations depends on the way they nourish themselves.”
Jean-Anthelme Brillat-Savarin (1755–1826)
adalah seorang pengacara, politisi, dan filsuf kuliner Prancis,
yang dikenal karena karyanya dalam dunia gastronomi.
Karya paling terkenalnya adalah Physiologie du Goût (Fisiologi Rasa),
yang diterbitkan pada tahun 1825.
***
“Lebih dari 6.000 spesies tumbuhan telah dibudidayakan untuk pangan.
Kurang dari 200 spesies yang memberikan kontribusi utama
terhadap produksi pangan secara global, regional, atau nasional.
Hanya 9 spesies yang menyumbang 66% dari total produksi tanaman.
—FAO, state-of-biodiversity-for-food-agriculture, 2019
Kita kembali ke Bali.
Saat rumah sedang dibangun, tim Kresna menyadari bahwa salah satu aspek kunci dalam desainnya adalah penekanan pada makanan, dapur, dan peran para juru masak. “Jika kita … mengembalikan esensi sejati dapur kita, kita bisa menyelesaikan masalah paling mendasar dalam hidup,” jelasnya. “Mulai dari masalah air, sampah, hingga lapangan pekerjaan. Semua masalah dalam hidup kita bisa dikatakan berasal dari dapur.”
Pada awalnya, Kresna dan istrinya, Ayu Gayatri, berniat membangun Rumah Intaran sebagai studio arsitektur dengan beberapa kamar untuk para magang. Namun, mereka dengan cepat menyadari bahwa aspek utama dari proyek ini adalah makanan dan cara pengolahannya. Itulah awal pandangan Gede dan Ayu bahwa dapur adalah pusat peradaban. Pengelolaan dapur yang baik dan sehat akan melahirkan peradaban yang baik dan sehat pula. Menghidupkan masyarakat yang baik dan sehat.
“Para leluhur kita menciptakan dapur tradisional … yang berguna untuk kehidupan sehari-hari. Bahkan, dapur komunitas tradisional digunakan sebagai alat dalam proses penyembuhan dan meditasi,” kata Kresna seperti dituliskan oleh Anita Syafitri Arif yang tulisan tentang Gede dan Ayu ini banyak saya kutip3.
“Orang Bali percaya bahwa setiap ruang memiliki energi tertentu, dan dapur adalah ruangan yang menyeimbangkan energi di dalam dan di luar rumah,” tambahnya.
Ia menjelaskan bahwa suasana meditasi di dapur dapat membantu fokus dalam menyiapkan makanan, “…sehingga kita bisa menghadirkan harmoni bagi hati, pikiran, dan tubuh serta menciptakan keseimbangan emosi, pikiran, dan tubuh yang membuat makanan menjadi lebih lezat.” Kresna meyakini bahwa dapur yang berkelanjutan dapat menjadi tempat yang sehat dan penuh energi positif.
Dan dapur yang baik dan sehat berasal dari bahan-bahan pangan yang baik dan sehat pula. Produk-produk pertanian yang digunakan sehat dan kemasan-kemasan yang digunakan juga sehat. Sistem pengolahan di dapur juga harus baik dan sehat. Itu artinya dalam istilah kekinian adalah menjamin rantai pasokan yang terlacak dengan baik dan diketahui asal usul dan kesehatan bahan yang masuk dapur. Bahkan kadang bisa mendalam hingga mengetahui petani yang menanam, bagaimana kehidupannya dalam menanam produk pertanian sehat yang ditawarkan ke dapur. “Aku sering bertanya-tanya, mengapa orang kaya sanggup membayar dokter pribadi atau arsitek pribadi, tetapi tidak pernah berpikir untuk membayar petani pribadi agar bisa menghasilkan makanan sehat bagi mereka sendiri?” tanyanya. “Makanan bisa disebut sehat jika memiliki siklus yang seimbang, berasal dari petani lokal yang menanam dari benih lokal; hanya dengan cara ini kita benar-benar dapat menyelesaikan masalah pangan kita, termasuk banyak masalah ekonomi yang dihadapi negara,” seolah ia telah membaca dengan khatam Jean-Anthelme Brillat-Savarin: “The destiny of nations depends on the way they nourish themselves.”
Sebagai bagian dari filosofi dapur mereka, Kresna dan Gayatri kini menawarkan pelatihan tradisional bagi warga desa Bengkala yang hampir meninggalkan cara-cara lama demi metode pertanian modern dan industrialisasi. Mereka mengenalkan program Pengalaman Rasa4.
Membangun Ketahanan Pangan dan Keterampilan Tradisional
Mengikuti program Rumah Intaran membangkitkan kesadaran bahwa kita perlu melangkah lebih jauh dalam ketahanan pangan dengan menanam sendiri bahan-bahan kebutuhan sehari-hari yang sebetulnya mudah ditanam, seperti cabai, serai, dan lainnya. Kresna dan Gayatri juga mengajarkan berbagai inisiatif hijau lainnya, seperti anyaman bambu untuk keranjang, pembuatan tempe dari bahan lokal, produksi gula aren dan tuak, serta beternak lebah untuk menghasilkan madu.
Rumah Intaran kini juga membantu melestarikan kerajinan tradisional, seperti pembuatan keranjang untuk mengumpulkan bahan makanan. Jika ada program magang, biasanya para peserta magang juga belajar memasak menggunakan air yang difilter secara tradisional dan direbus dengan cangkem paon (kompor tradisional Bali, tungku kayu bakar), menanam rempah-rempah, serta menggunakan lerak atau soapberry sebagai sabun alami. Tujuannya adalah agar mereka memiliki keterampilan untuk mengelola dapur berkelanjutan setelah kembali ke rumah masing-masing. Lebih jauh, para petani lokal juga mulai menerapkan teknik pertanian berkelanjutan dari Rumah Intaran untuk meningkatkan hasil panen mereka.
“Sekarang saya bisa bertani dan menanam tanpa pupuk kimia atau pestisida, dan hasilnya sangat baik, mulai dari cengkeh, kopi, talas, singkong, pisang, hingga durian,” kata salah satu petani lokal yang telah menerapkan teknik tradisional bernama kascing. Teknik ini menggunakan kompos dari kotoran cacing yang sangat cocok untuk tanah kering.
Kresna dan Gayatri bahkan menyaring air bersih mereka sendiri dari Sungai Tukad Daya menggunakan bahan ramah lingkungan dan kompor tradisional. Namun, proses ini membutuhkan keterampilan dan usaha.
Ruang Meditasi, Yoga, dan Konservasi Kuliner
“Kebahagiaan itu tidak sederhana. Kita merasa bahagia jika air minum kita sehat, dan itu membutuhkan sedikit usaha untuk menghasilkan air yang aman untuk dikonsumsi,” kata Kresna. “Sebenarnya, banyak dari kita telah melupakan esensi dari dapur itu sendiri,” tambahnya.
“Para leluhur kita menciptakan dapur tradisional dengan berbagai tujuan yang berguna dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan, dapur komunitas tradisional digunakan sebagai alat dalam proses penyembuhan dan meditasi. Selain itu, menempatkan peralatan dapur di rak rendah juga memiliki tujuan tersendiri, yaitu agar kita lebih banyak bergerak.”
Menurut Kresna, dapur tradisional juga memberikan manfaat bagi kesehatan fisik melalui gerakan alami yang dilakukan saat memasak. “Dapur tradisional memberikan kita fasilitas untuk melakukan gerakan yoga, seperti jinjit, jongkok, dan setengah jongkok. Gerakan-gerakan ini juga ditemukan dalam praktik Karma Yoga. Jadi, secara tidak langsung, dapur tradisional dapat menciptakan suasana meditasi yang sangat baik untuk proses penyembuhan diri.”
Semua ini membuat waktu yang dihabiskan para peserta magang di Rumah Intaran dapat membangun kesadaran tentang pentingnya dapur berkelanjutan. Kesadaran ini kemudian dapat menyebar ke dapur-dapur lainnya. “Saya hanya berharap semua peserta magang di Rumah Intaran bisa mencoba dan menerapkan praktik keberlanjutan—terutama ketahanan pangan—di rumah dan keluarga mereka sendiri,” tambah Gayatri.
Revolusi dari dapur mendorong terbangunnya berbagai aktivitas organik. Karena dapur menggunakan material-material alami, sisa-sisanya masih bisa digunakan untuk makanan-makanan ternak dan hewan peliharaan: Ayam, bebek, babi dan sebagainya mengkonsumsi makanan alami. Dari makanan yang alami, terbentuk tubuh yang alami. Tubuh yang alami lebih tahan terhadap penyakit. Dan jikalaupun sakit, tubuh alami masih bisa disembuhkan dengan
obat-obatan alami. Memelihara sendiri. Menanam sendiri. Mengembalikan dapur sebagai ruang untuk PEREMPUAN UTAMA dalam rumah tangga. Ruang tempat seorang IBU mempersiapkan makanan untuk Anak-anaknya. Ruang sakral tempat manusia mendesain masa depan peradabannya.
Para jurumasak yang saya ceritakan di atas memberi gambaran jelas bahwa pelestarian bahan pangan lokal sangat penting dalam mempertahankan keanekaragaman hayati. Dapur bisa menjadi bagian penting upaya penyelamatan itu. Jurumasak dan aktifis yang menggunakan dapur sebagai alat perjuangan akan mampu menjadikan konservasi begitu terasa dekat. Sialnya, meskipun bahkan menurut Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), keanekaragaman hayati sangat penting bagi ketahanan pangan dan pertanian, tetapi saat ini sedang mengalami penurunan drastis di seluruh dunia. Padahal Laporan FAO mengingatkan bahwa keanekaragaman hayati dalam pangan dan pertanian menyediakan layanan ekosistem penting seperti kesehatan tanah, penyerbukan tanaman, dan pengendalian hama5. Lebih dari 6.000 spesies tumbuhan telah dibudidayakan untuk pangan. Kurang dari 200 spesies yang memberikan kontribusi utama terhadap produksi pangan secara global, regional, atau nasional.
Hanya 9 spesies yang menyumbang 66% dari total produksi tanaman6.
Inisiatif seperti Slow Food telah berupaya melindungi keanekaragaman hayati pangan. Mereka melaporkan bahwa sekitar 75% spesies tanaman yang dapat dimakan telah punah, sementara hanya tiga jenis biji-bijian—gandum, beras, dan jagung—yang menyumbang 60% dari produksi pangan global. Kehilangan ini menegaskan perlunya konservasi berbagai sumber pangan untuk memastikan ketahanan pangan dan keberagaman nutrisi7. Kita taka akan mampu bertahan hidup tanpa keanekaragaman hayati. Tetapi sistem pangan industri yang dominan justru mengancam keberadaannya. Di seluruh dunia, 75% spesies tanaman yang dapat dimakan telah punah. Sementara hanya tiga jenis sereal—gandum, beras, dan jagung—yang menyumbang 60% dari produksi pangan global. Masa depan kita bergantung pada perlindungan keanekaragaman tumbuhan dan hewan, dengan mengambil pelajaran dari apa yang telah hilang untuk berfokus pada apa yang masih bisa kita selamatkan8.
Slow Food adalah gerakan pertama yang menganggap produk pangan dan teknik produksinya sebagai bagian tak terpisahkan dari keanekaragaman hayati yang perlu dilindungi. Upaya kami dalam melestarikan keanekaragaman pangan dilakukan dengan mempromosikan praktik agroekologi dan pilihan konsumsi berkelanjutan, yang menjadikan gerakan kami berbeda dari yang lain.
Kuliner Lokal dan Keanekaragaman Hayati
Sistem pangan modern merupakan penyebab utama degradasi lingkungan dan hilangnya keanekaragaman hayati, menyebabkan 80% deforestasi dan 70% hilangnya keanekaragaman hayati di daratan. Tren ini mengancam praktik kuliner tradisional yang bergantung pada bahan-bahan lokal yang beragam9. Jutaan orang menghadapi kelaparan dan kekurangan mikronutrien, yang berarti mereka tidak mendapatkan vitamin dan mineral esensial yang dibutuhkan untuk perkembangan yang sehat, seperti kekurangan Vitamin A. Namun, 75% makanan di dunia hanya dihasilkan dari 12 jenis tanaman dan 5 spesies hewan, yang berarti banyak pilihan pangan yang berpotensi bergizi tidak dimanfaatkan. Padahal, keberagaman pangan dapat mendukung pola makan yang lebih beragam, aman, dan terjangkau sepanjang tahun, sekaligus meningkatkan ketahanan pangan dan keberlanjutan sistem produksi pangan global.
“Why biodiversity matters in agriculture and food systems” dari Science Magazine: Artikel ini membahas ancaman kehilangan keanekaragaman hayati dalam pertanian dan dampaknya terhadap sistem pangan global10. Kehilangan keanekaragaman hayati dalam pertanian merupakan ancaman serius bagi sistem pangan global, karena mengurangi kemampuan kita untuk menghadapi perubahan iklim, degradasi lingkungan, dan tantangan gizi. Selama abad terakhir, sekitar 75% keragaman genetik tanaman telah hilang, karena para petani beralih ke tanaman dengan hasil tinggi yang memiliki keragaman genetik seragam.
Saat ini, hanya sembilan spesies tanaman yang menyumbang 66% dari produksi tanaman global, dengan beras, gandum, dan jagung saja menyediakan lebih dari 50% kalori berbasis tanaman di dunia. Ketergantungan pada sejumlah kecil tanaman ini melemahkan ketahanan sistem pangan, membuat kita rentan terhadap hama, penyakit, dan kondisi iklim ekstrem. Situasi ini menciptakan kerentanan monokultur yang mengingatkan kita pada kelaparan kentang Irlandia pada tahun 1840-an, ketika ketergantungan pada satu jenis tanaman yang secara genetik seragam menyebabkan kerugian besar akibat penyakit.
Keragaman genetik di dalam dan antar spesies bertindak sebagai penyangga alami terhadap perubahan lingkungan. Berbagai varietas tanaman memiliki respons yang berbeda terhadap tekanan lingkungan, sehingga petani memiliki pilihan untuk mengelola risiko. Jika satu tanaman gagal, tanaman lain dapat menggantikannya, sehingga membantu melindungi hasil panen dan mata pencaharian petani.
Namun, dengan semakin berkurangnya keanekaragaman hayati di pertanian, petani memiliki lebih sedikit alat untuk beradaptasi terhadap meningkatnya volatilitas akibat perubahan iklim. Bencana cuaca ekstrem seperti kekeringan, banjir, dan gelombang panas semakin sering terjadi, dan sistem pertanian monokultur tidak memiliki ketahanan yang cukup untuk menghadapi guncangan-guncangan ini11.
Edukasi konsumen juga berperan penting dalam memengaruhi produksi pangan, baik melalui kampanye kesadaran, pelabelan produk, maupun mekanisme pengadaan publik, seperti yang diterapkan dalam program pemberian makanan di sekolah12.
Namun, ada perkembangan positif. Misalnya, di wilayah Chocó, Kolombia, para petani telah beralih ke budidaya vanila atau vanili, tanaman asli di daerah tersebut, sebagai alternatif berkelanjutan terhadap kegiatan ilegal, sekaligus mempromosikan konservasi hutan. Pergeseran ini tidak hanya meningkatkan ekonomi lokal tetapi juga membantu melestarikan keanekaragaman hayati13. Vanili juga menawarkan alternatif yang lebih berkelanjutan dibandingkan praktik tradisional yang sering merusak lingkungan, seperti penggembalaan sapi, penambangan ilegal, dan perkebunan koka, yang menjadi penyebab utama deforestasi.
Tanaman vanili yang merambat melingkari pohon-pohon, sehingga memberikan insentif bagi petani untuk melestarikan pohon-pohon tersebut. Hal ini berkontribusi pada sistem pertanian yang lebih tahan terhadap perubahan iklim, dengan kemampuan menyerap karbon, meningkatkan kesuburan tanah, dan menjaga ketersediaan air. Vanili yang ditanam di El Valle juga diserbuki secara alami oleh lebah, berbeda dengan metode penyerbukan manual yang masih digunakan di banyak negara lain.
Di Chocó, salah satu wilayah dengan keanekaragaman hayati tertinggi di Kolombia, pelestarian hutan sangat penting untuk mengurangi dampak krisis iklim. Dengan menjaga kelestarian hutan, budidaya vanili juga membantu menyerap karbon, sehingga mengurangi jumlah gas rumah kaca di atmosfer.
“Kami melindungi lingkungan dan memperhatikan keanekaragaman hayati,” kata Murillo González. “Ini sangat indah karena ada hubungan simbiosis antara tanaman vanili dan pohon-pohon lainnya, yang juga memungkinkan kami menanam pohon buah-buahan dan menghidupkan kembali buah-buahan asli kami. Di lahan kecil, kami bisa menanam berbagai macam tanaman.”
Koki yang Memimpin Konservasi Pangan Lokal
Beberapa koki di seluruh dunia secara aktif mempromosikan pangan lokal dan melestarikan keanekaragaman hayati, menyadari keterkaitan erat antara praktik kuliner dan keberlanjutan lingkungan. Berikut beberapa tokoh yang berperan dalam gerakan ini:
1. Mauro Colagreco
Sebagai Duta Besar UNESCO, Colagreco mempromosikan praktik pangan berkelanjutan dengan menekankan penggunaan bahan-bahan lokal dan teknik memasak tradisional. Upayanya sejalan dengan program Man and the Biosphere UNESCO, yang bertujuan melestarikan ekosistem sekaligus mendorong pembangunan berkelanjutan14.
2. Rodolfo Guzmán
Berbasis di Santiago, Chile, Guzmán telah bertahun-tahun mengeksplorasi dan mempromosikan gastronomi Chili dengan menghubungkan hidangan dengan produk asli. Restorannya, Boragó, berfungsi sebagai jembatan untuk menciptakan kekayaan budaya dan pengetahuan bagi komunitas lokal.
3. Manoella Buffara
Kepala Koki di Restaurante Manu, Buffara menggunakan platformnya untuk melestarikan budaya lokal dan mengatasi kehilangan keanekaragaman hayati. Ia berkolaborasi dengan petani dan komunitas lokal untuk mendapatkan bahan-bahan asli, mendukung pertanian berkelanjutan, dan mempromosikan tradisi kuliner15.
4. Fatmata Binta
Pendiri Dine on a Mat dan Fulani Kitchen Foundation, Binta memperjuangkan pelestarian keanekaragaman hayati pangan dengan menampilkan masakan tradisional Afrika. Karyanya menekankan pentingnya bahan-bahan asli dan metode memasak tradisional, serta memperkuat apresiasi terhadap warisan budaya dan keanekaragaman hayati16.
5. Virgilio Martínez dan Pía León
Melalui Mater Iniciativa di Peru, pasangan ini menggabungkan antropologi dan gastronomi untuk menyoroti budaya Andean. Penelitian mereka membantu mengintegrasikan bahan-bahan asli ke dalam kreasi kuliner mereka, sehingga melestarikan keanekaragaman hayati dan mendorong sistem pangan berkelanjutan.
Mempromosikan pangan lokal dan melestarikan keanekaragaman hayati sangat penting karena beberapa alasan berikut:
– Manfaat Lingkungan: Produksi pangan lokal mengurangi kebutuhan transportasi yang berlebihan, sehingga menurunkan emisi gas rumah kaca. Ini juga membantu menjaga lahan pertanian dan ruang hijau di komunitas17. “Confronting Climate Change and Biodiversity Loss with Traditional Farming and Indigenous Ingredients” – Artikel ini menyoroti bagaimana praktik pangan tradisional dan bahan pangan asli dapat menciptakan masa depan pangan yang berkelanjutan18.
– Ketahanan Pangan: Pola makan yang beragam, yang mencakup berbagai bahan lokal, mendukung ketahanan pertanian dan memastikan keberagaman genetik tanaman pangan, yang penting untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan19.
– Pelestarian Budaya: Menggunakan bahan lokal dan resep tradisional membantu mempertahankan identitas budaya dan warisan kuliner, serta memperkuat rasa kebersamaan20. Tiga referensi ini menarik untuk dibaca yakni tentang pangan lokal dan keanekaragaman hayati: “From Farmers to Chefs to Protect Biodiversity” – Artikel ini membahas inisiatif yang mendorong kesadaran akan keanekaragaman hayati pangan di kalangan koki dan konsumen21. “Cooking up Diverse Diets: Advancing Biodiversity in Food and Agriculture” – Makalah ini membagikan contoh bagaimana program kuliner mempengaruhi pertanian, pola makan, dan keanekaragaman tanaman22. “More Than a Meal: Why Chefs Should Care About Dietary Diversity” – Artikel ini menjelaskan bagaimana pola makan yang beragam meningkatkan cita rasa, mempertahankan tradisi budaya, dan mendukung sistem pangan lokal23.
– Dukungan Ekonomi: Membeli pangan yang ditanam secara lokal mendukung ekonomi daerah, memberikan pendapatan bagi petani, dan menciptakan lapangan kerja dalam komunitas24.
Para chef ini tidak hanya mempromosikan kekayaan kuliner tetapi juga mendorong partisipasi publik dalam konservasi biodiversitas pangan lokal dan pelestarian budaya kuliner tradisional. Termasuk para jurumasak dan aktifis seniman pangan Indonesia yang mulai banyak membuka kembali lembaran warisan lama kuliner, memungut percikan-percikan kekayaan kuliner lokal dan bahan-bahan yang tersedia dari alam yang sehat, segar dan lokal.
Seperti kata Gede Kresna: “Makanan bisa disebut sehat jika memiliki siklus yang seimbang, berasal dari petani lokal yang menanam dari benih lokal; hanya dengan cara ini kita benar-benar dapat menyelesaikan masalah pangan kita, termasuk banyak masalah ekonomi yang dihadapi negara.”
Selesai, Bagian 3 dari 3 Bagian.
1 Jean-Anthelme Brillat-Savarin: Filosofi Kuliner dan Warisannya. Jean-Anthelme Brillat-Savarin (1755–1826) adalah seorang pengacara, politisi, dan filsuf kuliner Prancis, yang dikenal karena karyanya dalam dunia gastronomi. Karya paling terkenalnya adalah Physiologie du Goût (Fisiologi Rasa), yang diterbitkan pada tahun 1825. Buku ini dianggap sebagai salah satu teks dasar dalam filsafat makanan, yang mengeksplorasi hubungan antara masakan, budaya, dan perilaku manusia.
Biografi Jean-Anthelme Brillat-Savarin
– Lahir: 1 April 1755, di Belley, Prancis
– Meninggal: 2 Februari 1826, di Paris, Prancis
– Profesi: Pengacara, politisi, dan penulis kuliner
– Karya Terkenal: Physiologie du Goût (Fisiologi Rasa) – diterbitkan pada tahun 1825
Brillat-Savarin dilatih sebagai pengacara dan pernah memegang berbagai posisi yudisial di Prancis. Namun, saat Revolusi Prancis, ia dipaksa mengungsi ke Swiss dan Amerika Serikat. Di AS, ia tinggal di New York City dan bekerja sebagai pemain biola untuk mencari nafkah. Setelah kembali ke Prancis pada tahun 1797, ia melanjutkan karier hukumnya dan akhirnya menjadi hakim di Pengadilan Kasasi. Meskipun memiliki latar belakang hukum, ia lebih dikenal karena pemikirannya yang mendalam tentang makanan dan budaya kuliner. Physiologie du Goût adalah kumpulan anekdot, observasi, dan refleksi tentang makanan dan kenikmatan, yang menggabungkan humor, sains, dan kebijaksanaan kuliner. Salah satu kutipan terkenalnya adalah: “Katakan padaku apa yang kau makan, dan aku akan memberitahumu siapa dirimu,” yang menegaskan keyakinannya bahwa pola makan membentuk identitas dan budaya seseorang.
Makna Kutipan “Nasib bangsa bergantung pada cara mereka memberi makan diri mereka sendiri”
Kutipan ini mencerminkan filosofi Brillat-Savarin bahwa makanan memiliki hubungan yang erat dengan kekuatan, karakter, dan perkembangan suatu bangsa. Gagasan ini tetap relevan hingga saat ini dalam diskusi tentang ketahanan pangan, keberlanjutan, dan identitas budaya. Pemikirannya telah memberikan pengaruh besar dalam dunia gastronomi dan filsafat makanan modern, menginspirasi tokoh seperti Alice Waters, Auguste Escoffier, serta penulis dan chef kontemporer. Warisannya juga dihormati melalui keju Brillat-Savarin, keju Prancis triple-cream yang kaya, yang dinamai untuk menghormatinya.
3 https://www.gaiadiscovery.com/latest-people/gede-and-ayu-kitchen-missionaries
4 Dapur Pengalaman Rasa adalah wadah bagi publik untuk belajar dan merasakan langsung proses memasak dengan bahan-bahan lokal dan metode tradisional.
Tujuan Program
- Pelestarian Budaya Kuliner: Menghidupkan kembali resep-resep tradisional dan teknik memasak Bali yang mulai terlupakan.
- Pendidikan Berkelanjutan: Mengedukasi peserta tentang pentingnya penggunaan bahan lokal, pertanian organik, dan praktik memasak yang ramah lingkungan.
- Pemberdayaan Masyarakat: Melibatkan masyarakat setempat dalam proses produksi pangan, sehingga meningkatkan kemandirian dan ketahanan pangan komunitas.
Program dan Kegiatan
- Kelas Memasak Tradisional: Peserta diajak mempelajari cara memasak masakan Bali menggunakan peralatan tradisional dan bahan-bahan organik yang diperoleh dari kebun sekitar.
- Pertanian Organik: Memberikan pelatihan tentang teknik bercocok tanam organik, pemanfaatan lahan secara efisien, dan pentingnya keberlanjutan dalam pertanian.
- Pengolahan Produk Lokal: Mengajarkan cara mengolah hasil pertanian menjadi produk bernilai tambah, seperti pembuatan tempe dari bahan lokal dan produksi gula aren.
- Pelestarian Lingkungan: Kegiatan seperti pembuatan kerajinan dari bambu dan pengelolaan sampah organik menjadi kompos.
Melalui program Pengalaman Rasa, Gede Kresna dan Ayu Gayatri berharap dapat menumbuhkan kesadaran akan pentingnya pelestarian budaya dan lingkungan, serta mendorong praktik hidup berkelanjutan yang dapat diadopsi oleh masyarakat luas. Untuk mendapatkan gambaran lebih lanjut tentang Rumah Intaran dan program Pengalaman Rasa, Anda dapat menonton film dokumenter pendek berikut ini: https://www.youtube.com/watch?v=mZJMCHausHU
7 https://www.slowfood.com/biodiversity/?utm_source=chatgpt.com
10 https://www.science.org/doi/10.1126/science.ads8197?utm_source=chatgpt.com
11 https://nph.onlinelibrary.wiley.com/doi/full/10.1002/ppp3.10492?utm_source=chatgpt.com. “Eight arguments why biodiversity is important to safeguard food security” dari Plant-Environment Interactions: Artikel ini menyajikan alasan mengapa keanekaragaman hayati penting untuk menjaga ketahanan pangan.
17 https://www.canr.msu.edu/news/7_benefits_of_eating_local_foods?utm_source=chatgpt.com
22 https://acsess.onlinelibrary.wiley.com/doi/full/10.2135/cropsci2019.06.0355?utm_source=chatgpt.com