Sustainability 17A #24
Plastik, Politik Material dan Bagaimana Membunuhnya
Dwi R. Muhtaman,
sustainability learner
Sebuah video bawah laut membuka tulisan tentang plastik di laman National Geography, tahun 2018. Video ini diperoleh dari seorang penyelam yang mungkin sedang menikmati hari liburnya. Video itu memperlihatkan seekor manta (ikan pari) yang berenang diantara sampah-sampah plastik yang mengambang. Sebagian sampah plastik itu masuk ke mulut manta yang terus menganga mengira itu makanan yang lezat. Keterangan pada video disebutkan: Nusa Penida, Bali.
Plastik diakui adalah material yang memilikii sifat yang dicari-cari ini: serbaguna, lentur, tahan lama, murah untuk diproduksi — dan ada di mana-mana. Ini juga merupakan produk mukjizat yang menyelamatkan jiwa dan juga momok bagi Bumi. Plastik di lautan diperkirakan telah membunuh jutaan satwa laut setiap tahun. Menurut catatan National Geography itu hampir 700 spesies, termasuk binatang laut langka dilaporkan telah terdampak oleh sampah plastik itu. Beberapa diantaranya dengan nyata bisa dilihat, misalnya kasus manta di Bali itu atau burung albatros yang fenomenal terkapar di sebuah atol di tengah lautan pasifik. Selembar foto dan video yang dibuat oleh Chris Jordan seorang fotografer yang kemudian menjadi aktifis lingkungan ini menegaskan betapa plastik telah membunuh lautan. Karena laut yang penuh dengan sampah plastik tidak lagi menjadi habitat yang sehat bagi satwa laut dan burung-burung yang hidup menggantungkan pada laut sebagai ruang kehidupan.
Bebarapa satwa yang terjebak dalam jaring-jaring nilon atau wadah-wadah membuat mereka terkungkung. Tetapi beberapa lainnya mungkin tidak secara kasat mata tercemari dan terdampak. Jutaan ragam spesies laut dan pantai dalam segala ukuran, dari zooplankton hingga paus, saat ini memakan microplastics, elemen plastik yang seperlima lebih kecil dari satu inci.
Karena sebagian dibuat dari minyak bumi, plastik telah menjadi penanda berkurangnya sumberdaya alam dan akumulasi polusi sintetis, dengan kemampuan terurai yang terbatas menandakan proses degradasi lingkungan yang tidak terbatas. Plastik telah merasuk menjadi bagian kehidupan manusia modern dan tidak ada tanda-tanda untuk pergi menjauh, dan kondisi ini memaksa kita untuk mengakui cara-cara plastik bertahan lama setelah nilai guna habis. Bagi Jennifer Gabrys, Gay Hawkins dan Mike Michael dalam buku yang mereka edit, Accumulation: the Material Politics of Plastic (2013), politik sudah bukan saja masalah ekonomi, budaya, tetapi juga telah menjadi bagian dari politik material.
Dalam buku itu mereka mengeksplorasi plastik sebagai material yang unik dan sulit hilang dari peradaban manusia sekalipun daya gunanya sudah berakhir. Apa yang dilakukan plastik di dunia? Apa yang mungkin dilakukannya? Pertanyaan tentang efek konkret dari manifestasi khusus plastik dengan cepat mengarah pada politik keterikatan (political entanglements), tetapi pertanyaan politik yang muncul dalam studi ini tidak hanya berasal dari penilaian manusia tentang ‘dampak buruk’. Sebaliknya, mereka melihat plastik menghasilkan serangkaian penyebab atau gaung politik yang sungguh-sungguh merupakan mode politik material, yang muncul dari peristiwa konkret plastik di dunia. Politik material plastik kemudian dapat dilihat sebagai kemunculan dan kontingen, di mana plastik menggerakkan hubungan diantara keduanya dalam hal-hal yang menjadi tanggungjawab dan akibat. Dari perspektif ini, politik material yang diinformasikan oleh plastik kurang berorientasi pada pernyataan materi itu selalu bersifat politis. Sebaliknya, dalam studi kolektif tentang plastik ini, mereka berfokus pada kapan dan bagaimana plastik menjadi bahan politik. Melalui proses material dan keterikatan apakah plastik ‘memaksa berpikir’ dan membentuk keprihatinan politik?
Jennifer Gabrys, Gay Hawkins dan Mike Michael menyatakan bahwa gagasan-gagasan tentang plastik yang telah dihasilkan selama beberapa dekade sejak penyebaran pasca-perang itu perlu menanyakan bagaimana plastik sebagai kekuatan material-politik akan memicu jenis baru keterlibatan kolektif dengan dunia material kontemporer dan masa depan.
Gambar 1. Produksi Plastik Global Berdasarkan Industri
Banyak dari hasil akhir produk minuman menggunakan plastik sekali pakai sebagai packaging (161 juta ton per tahun). Penggunaan lainnya termasuk untuk bangunan dan konstruksi (72 juta ton per tahun), produk-produk konsumsi sejumlah 46 juta ton per tahun. Lihat Gambar 1. Pengemasan adalah salah satu aplikasi utama untuk plastik. Plastik telah dikenal sebagai bahan kemasan yang ideal untuk solusi pengemasan modern dengan peraturan yang lebih ketat dan tekanan konstan untuk mengurangi berat kemasan, agar lebih nyaman dan untuk memenuhi persyaratan higienis yang lebih tinggi. Oleh karena itu, semakin banyak usaha yang dilakukan untuk pengembangan solusi kemasan plastik dan pengelolaan limbah kemasan. Kemasan berarti produk yang akan digunakan untuk penahanan, perlindungan, penanganan, pengiriman dan penyajian barang dari produsen ke pengguna atau konsumen. Barang yang tidak dapat dikembalikan yang digunakan untuk tujuan yang sama juga merupakan kemasan. Kemasan mungkin diklasifikasikan sebagai kemasan primer, kemasan dikelompokkan atau sekunder, dan transportasi atau kemasan tersier.
Gambar 2: Plastic Love Story
Plastik memiliki sifat, antara lain ringan dengan kekuatan tinggi dan mudah digunakan dalam
proses pengemasan, yang membuatnya menjadi bahan yang sangat cocok untuk pengemasan. Plastik adalah bahan yang keras dan dapat dibuat menjadi bahan kemasan dengan sifat yang bervariasi, bahkan berlawanan. Bisa digunakan dalam kemasan yang kaku dan fleksibel, dalam kemasan transparan dan buram, dan dapat memungkinkan perembesan atau bertindak sebagai bahan penghalang yang sangat efektif. Juga jika dibandingkan untuk bahan pengemas konvensional lainnya, plastik memiliki perbandingan bobot-ke-volume minimum. Ini, dengan kekuatannya, membuat plastik menjadi sangat hemat energi, kuat dan bahan kemasan yang ekonomis.
Kemasan plastik menyumbang 20% dari berat semua kemasan dan 53% dari semua barang yang dikemas dalam plastik.
Gambar 3. Produksi Plastik Meningkat Drastis Sejak Tahun 2000
Secara global, lebih dari 40% polimer yang diproduksi digunakan dalam pengemasan dan penggunaannya untuk pengemasan bisa mencapai 60%. Plastik digunakan dalam kemasan baik dalam bentuk kaku maupun fleksibel. Bahan kemasan plastik – botol, peti, film, kotak baterai, karton telur, wadah kosmetik, tas pembawa, tabung, serat, pelet, dll. – fleksibel, ringan, hemat biaya, transparan, tahan lama, higienis dan aman. Kemasan plastik semakin banyak digunakan dan diharapkan melampaui kemasan kertas pada 2010; perbaikan bahan yang dapat terdegradasi dan nilai yang lebih baru polyethylene terephthalate (PET) akan mempercepat tren ini.
Ada enam jenis bahan plastik yang biasa digunakan untuk mengemas produk rumah tangga:
- Polyethylene terephthalate (PET): digunakan untuk mengemas air dan wadah minuman ringan serta botol dan untuk kemasan tahan air;
- High-density polyethylene (HDPE): digunakan untuk mengemas susu, jus, bahan kimia rumah tangga dan deterjen, serta untuk botol minyak dan kantong plastik;
- Polyvinyl chloride (PVC): digunakan untuk bungkus makanan, daging, botol minyak sayur dan kemasan blister;
- Polietilen densitas rendah (LDPE): digunakan dalam tas seperti untuk garmen, bahan makanan dan limbah rumah tangga, dan dalam film shrink and stretch;
- Polypropylene (PP): digunakan untuk wadah berpendingin dan untuk mengemas makanan olahan seperti saus tomat, sirup, yoghurt, dll, dan untuk membuat tutup botol;
- Polystyrene (PS):digunakan dalam kemasan daging, karton telur, dll.
PET adalah polimer utama yang digunakan untuk aplikasi botol, sedangkan PE adalah polimer yang paling banyak digunakan untuk film dan wadah.
Sedangkan plastik memiliki beberapa keunggulan sebagai bahan pengemas, namun pembuangan sampah pengemas sampah pengemas plastik menimbulkan beberapa pertimbangan lingkungan, karena plastik pengelolaannya tahan lama dan sangat tidak terurai. Karenanya, pembuangan limbah kemasan plastik kini telah menjadi masalah atau perhatian lingkungan utama.
Meskipun plastik tertentu (misalnya PET) dapat didaur ulang, kemasan plastik secara keseluruhan tidak dapat didaur ulang atau didegradasi secara hayati atau bahkan sulit dilakukan pembakaran yang aman seperti kemasan kertas dan papan. Hanya seperlima plastik yang diproduksi di dunia didaur-ulang (Lihat Gambar 4).
Dulu, sampah kemasan plastik pascakonsumsi biasanya dibuang ke tempat pembuangan akhir. Namun, ruang TPA terbatas dan kontaminan dalam limbah mencemari tanah dan mengalir ke air bawah tanah. Ketika jumlah kemasan plastik terbatas, masalah dengan TPA tidak terlalu mendesak. Namun, dengan meningkatnya jumlah kemasan plastik pascakonsumen yang perlu dibuang selama dua atau tiga dekade terakhir, persoalan dalam pengelolaan sampah menjadi perhatian. Masalah utama dalam mengelola sampah kemasan plastik dibahas di bawah ini.
World Economic Forum, Ellen MacArthur Foundation and McKinsey & Company menerbitkan sebuah laporan yang mencemaskan sekaligus memberi harapan atas plastik ini: The New Plastics Economy — Rethinking the future of plastics (2016). Menurut Laporan ini plastik dan kemasan plastik merupakan satu kesatuan dan bagian penting dari ekonomi global. Produksi plastik telah melonjak selama 50 tahun terakhir, dari 15 juta ton pada tahun 1964 menjadi 311 juta ton pada 2014, dan diperkirakan akan berlipat ganda lagi 20 tahun berikutnya, saat plastik semakin banyak digunakan pada berbagai aplikasi. Kemasan plastik akan tetap menjadi aplikasi terbesar; saat ini, kemasan plastik mewakili 26% dari total volume plastik yang digunakan. Kemasan plastik tidak hanya memberikan manfaat ekonomi langsung, tetapi bisa juga berkontribusi pada peningkatan tingkat sumber daya produktivitas – misalnya, kaleng kemasan plastik mengurangi limbah makanan dengan memperpanjang umur simpan dan kaleng mengurangi konsumsi bahan bakar untuk transportasi dengan menurunkan berat kemasan.
Gambar 4. Hanya Seperlima Plastik Didaur-ulang di Dunia
Disamping memberikan banyak manfaat, saat ini ekonomi plastik juga memiliki kelemahan penting yang makin lebih jelas dari hari ke hari. Saat ini, 95% dari nilai bahan kemasan plastik, atau USD 80–120 miliar per tahun hilang dari perekonomian setelah penggunaan pertama yang singkat. Lebih dari 40 tahun setelah peluncuran simbol daur ulang universal pertama, hanya 14% dari kemasan plastik dikumpulkan untuk didaur ulang. Ketika nilai tambah hilang dalam penyortiran dan pemrosesan ulang diperhitungkan, hanya 5% dari nilai bahan dipertahankan untuk penggunaan selanjutnya. Plastik yang didaur ulang sebagian besar didaur ulang menjadi aplikasi barang dengan nilai yang lebih rendah yang tidak dapat didaur ulang lagi setelah penggunaan. Tingkat daur ulang untuk plastik secara umum bahkan lebih rendah dari pada kemasan plastik, dan keduanya jauh di bawah tingkat daur ulang kertas global (58%) dan besi dan baja (70–90%). Lagian, kemasan plastik hampir secara eksklusif sekali pakai, terutama dalam aplikasi bisnis-ke-konsumen.
Gambar 5. Penggunaan Kantong Plastik di Amerika Serikat dan Denmark.
Lebih lanjut disebutkan, kemasan plastik menghasilkan eksternalitas negatif yang signifikan, dinilai secara konservatif oleh UNEP yakni USD 40 miliar dan diperkirakan akan meningkat dengan pertumbuhan volume yang kuat jika pada business-as-usual scenario. Setiap tahun, setidaknya 8 juta ton plastik terbuang ke laut – yang setara untuk membuang isi satu truk sampah ke laut setiap menit. Jika tidak ada tindakan yang diambil, ini diperkirakan akan meningkat menjadi dua truk per menit pada tahun 2030 dan empat truk per menit pada tahun 2050. Perkiraan ini menyiratkan bahwa kemasan plastik merupakan bagian terbesar dari kebocoran ini. Riset terbaik yang tersedia saat ini memperkirakan ada lebih dari 150 juta ton plastik di laut hari ini. Dalam business-as-usual scenario, lautan diperkirakan mengandung 1 ton plastik untuk setiap 3 ton ikan pada tahun 2025, dan pada 2050, lebih banyak plastik daripada ikan (menurut berat).
Produksi plastik menggunakan fosil bahan baku, dengan dampak karbon yang signifikan yang akan menjadi lebih signifikan dengan proyeksi lonjakan konsumsi. Lebih dari 90% plastik yang diproduksi berasal dari bahan baku fosil perawan (virgin fossil feedstocks). Ini mewakili, untuk semua plastik (tidak hanya kemasan), sekitar 6% dari konsumsi minyak dunia, yang setara dengan konsumsi minyak sektor penerbangan global. Jika saat ini pertumbuhannya kuat penggunaan plastik terus berlanjut seperti yang diharapkan, plastik sektor ini akan mencapai 20% dari total konsumsi minyak dan 15% dari anggaran karbon tahunan global sebesar 2050 (ini adalah anggaran yang harus dipatuhi untuk mencapai tujuan yang diterima secara internasional untuk tetap berada di bawah peningkatan 2°C dalam pemanasan global).
Gambar 6. Persertase Penggunaan Bahan Bakar Minyak untuk Produksi Plastik Pada 2012 (8%) dan 2050 (20%).
Padahal plastik bisa mendatangkan efisiensi sumber daya keuntungan selama penggunaan, angka-angka ini menunjukkan bahwa itu sangat penting untuk mengatasi dampak gas rumah kaca dari produksi dan perlakuan plastik setelah penggunaan.
Plastik sering kali mengandung campuran bahan zat kimia yang kompleks, yang beberapa di antaranya mengkhawatirkan potensi efek yang merugikan pada kesehatan manusia dan lingkungan Hidup. Meskipun bukti ilmiahnya dari implikasinya yang pasti tidak selalu meyakinkan, khususnya karena sulitnya menilai dampak jangka panjang yang kompleks dari eksposur dan efek peracikan, ada indikasi yang memadai yang memerlukan penelitian lebih lanjut dan tindakan yang cepat.
Minuman-minuman/makanan dengan kemasan plastik yang beragam dapat dengan mudah ditemui di berbagai gerai ritel, baik modern maupun tradisional. Pertumbuhan industri minuman yang sangat pesat tentu saja akan menghasilkan pertumbuhan jumlah sampah plastik yang semakin banyak. Terlebih saat ini kapasitas pengolahan limbah plastik masih terbilang minim. Limbah botol plastik kemasan yang kita pakai tidak semua berakhir di tempat sampah. Tidak semua pula berhasil didaur ulang kembali. kebanyakan botol plastik malah mencemari lingkungan hidup. Sampah botol plastik mencemari lingkungan, seperti selokan, sungai, tanah, dan laut.
Diperkirakan sekitar 10 juta ton plastik terbawa ke laut setiap tahunnya. Tahun 2010, para ilmuwan dari National Center for Ecological Analysis and Synthesis di Universitas Georgia di Athena memperkirakan 8 juta ton -dengan prediksi akan meningkat jadi 9,1 juta ton- yang masuk ke laut setiap tahunnya. Studi yang sama -yang diterbitkan di jurnal Science 2015- mengkaji 192 negara-negara pantai yang menyumbang sampah plastik ke laut dan negara-negara Asia masuk dalam 13 dari 20 penyumbang terbesar. Bahkan, setiap tahunnya, hampir 3 juta ton sampah plastik di seluruh dunia berasal dari botol air minum kemasan sekali pakai.
Botol-botol plastik yang berada di lautan akan dihancurkan oleh ombak dan sinar matahari menjadi mikroplastik. Mikroplastik adalah serpihan plastik yang nyaris tak terlihat saat berada di air. Mikroplastik ini akan dimakan oleh hewan-hewan laut dan terumbuh karang. Tentu saja, dampak yang paling panjang ialah rusaknya ekosistem laut. Jika dlihat dari lama proses penguraian sampah plastik dilaut, sampah plastik dari golongan botol plastik ini menempati urutan kedua jenis sampah plastik yang paling lama terurai. Botol plastik akan terurai dan hancur selama 450 tahun, ini serupa dengan sampah dari popok (pampers) bekas pakai. Sementara tali pancing plastik membutuhkan 600 tahun terurai. Kaleng aluminium sebetulnya juga buruk karena akan terurai setelah 200 tahun. Gelas stereofoam membutuhkan 50 tahun baru bisa diurai (Lihat Gambar 2).
Michiel Roscam Abbing dalam bukunya Plastic Soup: An Atlas of Ocean Pollution (2019) menyebutkan plastik mendominasi hidup kita. Kita menuai keuntungan dari keunggulan plastik tersebut setiap hari. Tetapi sifat yang sama itu ternyata menjadi bencana bagi ekosistem. Plastik tidak larut dalam air dan tidak membusuk. Semua plastik yang pernah ada berakhir masih ada di lingkungan kita dalam beberapa bentuk atau lainnya. Apa yang terjadi pada plastik di lingkungan, terurai menjadi fragmen yang lebih kecil dan lebih kecil lagi. Ini termasuk mikroplastik, yang sebagian besar sangat kecil sehingga tidak lagi terlihat dengan mata telanjang dan dapat dengan mudah masuk ke rantai makanan.
United Nations Environment Program (UNEP) percaya sampah plastik dan mikroplastik menjadi salah satu masalah lingkungan terbesar yang dihadapi dunia. Makanya juga disebut plastic soup, sop plastik.
Plastic soup ada dimana-mana. Tidak ada tempat di Bumi saat ini yang benar-benar “bebas dari plastik: di sungai dan kanal serta lautan — di air, di darat, dan bahkan di udara. Akumulasi dan fragmentasi plastik di lingkungan berarti bahwa manfaat plastik tergantikan oleh kekurangannya. Lebih dari seribu spesies hewan terpengaruh oleh semua plastik itu. Mereka menelannya, melukai diri sendiri dengannya atau membuatnya tercekik. Dan semua sampah plastik itu juga merusak bagi manusia. Mungkin ini adalah fakta yang sulit untuk dicerna — secara harfiah— dan sop plastik membuat kita sakit. Bukti kerusakan kesehatan terakumulasi.
Tahukah Anda negara mana yang paling banyak mengkonsumsi air minum dalam kemasan botol plastik sekali pakai? Amerika Serikat adalah penyumbang utama konsumsi air minum dalam kemasan botol plastik sekali pakai. Disusul Jepang sebagai jago penghasil minuman dalam kemasan botol plastik sekali pakai.
Pada bulan Desember 2018, demikian tulis Laura Parker dalam artikelnya yang dimuat pada National Geography, Lembaga Statistik Kerajaan Inggris menyebutkan bahwa hanya sekitar sembilan persen dari semua plastik yang pernah dibuat kemungkinan telah didaur ulang. Sekitar 18 miliar pound plastik sampah mengalir ke lautan setiap tahun dari daerah pesisir. Jumlah itu setara dengan lima kantong sampah plastik belanjaan yang berjajar di setiap meter garis pantai keliling dunia. 40 persen dari plastik yang diproduksi adalah kemasan, digunakan sekali saja lalu dibuang. Hampir satu juta botol minuman plastik dijual setiap menit di seluruh dunia. Pada 2015, orang Amerika membeli sekitar 346 botol per orang-111 milyar semua botol plastik minuman. Tetapi pada Oktober 2020 When the Environmental Protection Agency mengeluarkan pernyaaan yang menyebut lima negara Asian—China, Indonesia, the Philippines, Thailand, dan Vietnam—bertanggungjawab lebih dari separuh sampah plastik yang mengaliri lautan setiap tahun.
Namun penelitian terbaru yang diterbitkan pada akhir Oktober 2020 di Science Advances, membuktikan bahwa Amerika Serikat adalah pembuang sampah plastik terbesar di dunia.
Sumber: https://www.nationalgeographic.com/environment/article/us-plastic-pollution
Meskipun dunia amat memprihatinkan dengan begitu banyaknya sampah dari kemasan botol/gelas plastik sekali pakai ini, tetapi korporasi yang memproduksi dan menggunakannya seperti Coca-Cola tak bergeming. Coca-Cola tetap tegar berdiri menggunakan botol plastik sekali pakai seperti dinyatakan pada World Economic Forum di Davos, Swiss Januari 2020. Berbicara kepada BBC seperti dikutip the Verge.com wakil presiden senior Beatriz Perez mengalihkan tanggung jawab atas pegunungan plastik yang mereka hasilkan pada konsumen. Pelanggan haus akan minuman yang dikemas dalam plastik ringan yang dapat ditutup kembali, katanya. Ia menekankan bahwa Coca-Cola tidak ada rencana untuk meninggalkan kemasan sekali pakai plastik.
“Bisnis tidak akan ada jika kami tidak mengakomodasi konsumen,” kata Perez berkilah. Ayo dengarkan celoteh petinggi Coca-Cola itu para konsumen. Dengarkan! Anda dituduh sebagai biang semua itu. Karena Andalah, yang membeli barang itu, maka Anda penyebab menumpuknya botol/gelas plastik sekali pakai menjadi sampah plastik di Bumi. Percayakah?
Maka konsumen harus bersatu menolak menggunakan kemasan plastik sekali pakai. Tetapi korporasi juga seharusnya bertanggungjawab untuk memberi pilihan yang lebih baik untuk konsumen dan planet. Coca-cola gagal melakukan itu.
BBC juga mengungkapkan bahwa botol-botol minuman merupakan jenis sampah plastik yang paling banyak, dengan sekitar 480 miliar botol plastik dijual di seluruh dunia pada tahun 2016, atau sekitar satu juta botol plastik per menit. Dari jumlah botol plastik itu, 110 miliar diproduksi oleh raksasa minuman ringan Coca Cola.
Coca-Cola menghasilkan sekitar 3 juta ton kemasan plastik per tahun. Itu kira-kira 200.000 botol per menit, menurut laporan itu. Tahun lalu, Coca-Cola menduduki peringkat perusahaan pencemar plastik terbesar di dunia pada sebuah audit yang dilakukan oleh kampanye “Break Free from Plastic.” Raksasa minuman Nestle dan PepsiCo masing-masing menempati urutan kedua dan ketiga. Menurut Eurometer, manusia di Bumi mengkonsumsi 1.000.000 minuman dalam kemasan botol plastik setiap menit atau 20.000 ribu botol per detik. Pada tahun 2016 saja telah terjual 480 miliar botol, dan 110 milyar dibuat oleh Coca-Cola (Lihat Grafis). Untuk memproduksi plastik dunia (dan termasuk botol sejumlah itu) dibutuhkan 8 persen bahan bakar yang diproduksi dunia. Kebutuhan bahan bakar minyak ini akan meningkat menjadi 20 persen pada tahun 2050. Dan hanya seperlima dari total plastik dunia yang didaur-ulang. Daur ulang plastik tertinggi dilakukan oleh Eropa, 30 persen. Sementara Cina 25 persen mendaur-ulang, dan Amerika hanya 9 persen saja. Cina-sebagai tempat 18 persen penduduk Bumi tinggal—memproduksi 29 persen plastik dunia sebagai produsen plastik terbesar di Bumi.
Kemasan plastik terkumpul di lautan, dan plastik bahkan menghujami perut kehidupan laut. Meski begitu ketika perusahaan lain seperti Starbucks mulai beralih ke wadah yang dapat digunakan kembali, Coca-Cola bertahan dengan wadah plastik sekali pakai. Sebuah keras kepala sebuah korporasi mapan yang besar. Konsumen menginginkannya, kilahnya.
Namun Coca-Cola berkomitmen untuk daur ulang. Coca-Cola berencana untuk menggunakan 50 persen bahan daur ulang dalam kemasannya pada tahun 2030. Pada tenggat waktu itu, perusahaan juga akan mengumpulkan dan mendaur ulang yang setara dari setiap botol atau kaleng untuk dijual secara global. Dan pada tahun 2019, Coca-Cola dan PepsiCo berkomitmen untuk meluncurkan wadah aluminium untuk air sebagai cara untuk mengurangi polusi plastik. Tetapi bahkan dengan perubahan-perubahan itu, berdasarkan komentar Perez di Davos, plastik masih akan memainkan peran utama dalam masa depan Coca-Cola.
Bagaimana pun pada skala industri, perusahaan harus bertindak radikal untuk mengurangi akibat buruk pada ekosistem planet dari penggunaan plastik. Seperti saran pada Laporan World Economic Forum, Ellen MacArthur Foundation and McKinsey & Company industri harus mengambil langkah kongkrit. Mereka memproduksi dan mereka menangguk untung dari plastik itu. Publik menanggung buntung. Secara industrial dan global Laporan dalam studi ini memberi solusi yang patut–dan juga harus–diikuti dengan tindakan kongkrit untuk mewujudkan butir-butir yang dipaparkan dalam rekomendasinya. Pemerintah dan kalangan industri harus mengambil tindakan segera, inovatif dan terukur agar plastik tidak menjadi beban tetapi menjadi value dalam pembangunan.
Apa yang bisa anda lakukan untuk mengurangi dan ikut membunuh botol plastik kemasan sekali pakai ini? Salah satunya bergabunglah dengan Gerakan Sejuta Tumbler Merawat Bumi (Gerakan Setumbu). Ikuti informasi yang sebarkan oleh Gerakan Setumbu pada kanal-kanal media sosial. Gerakan Setumbu memberi tips sederhana. Tiga hal saja yang bisa Anda lakukan sebagai bagian memberi solusi:
- Bawalah botol/kemasan air minum yang bisa dipakai berkali-kali seperti tumbler.
- Pilihlah minum yang berwadah aluminium ketimbang plastik jika memungkinkan.
- Daur-ulanglah semua botol plastik yang Anda gunakan.
Atau juga ikuti nasihat praktis Martin Dorey dalam bukunya “No. More. Plastic.: What You Can Do to Make a Difference–the #2minutesolution (2018).” The #2minutesolution memberikan hal-hal praktis yang bisa dilakukan siapa saja kalau mau. Misalnya daripada menggunakan pencukur kumis atau jenggot sekali pakai dari plastik mending gunakan silet yang bisa dipakai berulang-ulang. Disamping irit kantong, juga ramah lingkungan. Atau pelihara saja kumis dan jenggot, atau gunakan pencukup listrik.
Atau ikuti juga petunjuk “Will Mccallum, How To Give Up Plastic: A Guide To Changing The World, One Plastic Bottle At A Time (2018).” McCallum yang merupakan pemrakarsa the anti-plastics movement dan pernah sebagai Head of Oceans at Greenpeace UK dan memimpin kampanye global Greenpeace menetapkan area perlindungan terbesar di dunia di the Antarctic Ocean ini, memberi saran-saran praktis yang mudah diikuti. Di dapur, ruang tamu, kamar mandi atau di kamar tidur pakailah bahan-bahan dengan kemasan isi-ulang.
Atau bacalah dan belajarlah dari buku yang ditulis Beth Terry, Plastic Free: How I Kicked the Plastic Habit and How You Can Too (2012).
Gambar 7. Plastik Botol Kemasan Terjual Satu Juta Tiap Menit
Gambar 8. Ringkasan Statistik Aneka Material Plastik
i https://www.nationalgeographic.com/magazine/article/plastic-planet-waste-pollution-trash-crisis
ii Semua Gambar grafik (Kecuali Gambar 8) yang digunakan dalam artikel ini dikutip dari sumber ini: https://www.nationalgeographic.com/news/2018/05/plastics-facts-infographics-ocean-pollution/
iii Kombinasi senyawa yang berbeda digunakan sebagai aditif untuk menghasilkan bahan properti yang berbeda (Pira International Ltd. Plastic Packaging Waste: Global Legislation and Regulations, 2017).
iv Polyethylene (PE): polimer yang terbuat dari rantai panjang yang dihasilkan dari monomer ethylene melalui polimerisasi radikal, polimerisasi adisi anionik, koordinasi ion polimerisasi atau polimerisasi adisi kationik. Ada beberapa jenis PE dengan sifat mekanik berbeda yang bergantung pada variabel seperti luas dan jenis percabangan, struktur kristal dan berat molekul. Jenis utama yang digunakan dalam aplikasi pengemasan adalah high-density polyethylene (HDPE) dan low-density polietilen (LDPE). Polimer polietilen memiliki banyak kegunaan dalam produk konsumen.
v Polyethylene terephthalate (PET, PETE, dan PETP): resin plastik dari keluarga polyester yang digunakan untuk wadah membuat minuman, makanan dan wadah cairan lainnya, serta untuk beberapa aplikasi thermoforming lainnya. Itu bisa dibuat transparan, buram atau putih.
vi Polypropylene: merupakan polimer termoplastik, mirip dengan polietilen tetapi lebih kuat dan memiliki ketahanan suhu yang lebih tinggi. Polypropylene komersial lebih kristal dan lebih sedikit fleksibel daripada polietilen densitas rendah (LDPE), tetapi kristalinnya lebih sedikit kurang tangguh dan kurang kuat, lebih rapuh dari polietilen densitas tinggi (HDPE). Digunakan dalam berbagai macam aplikasi.
vii Polystyrene: polimer yang terbuat dari monomer styrene, yang merupakan hidrokarbon cair terbuat dari minyak bumi. Ini adalah plastik ringan yang sering digunakan dalam wadah tempat makanan disajikan, seperti baki, piring, mangkuk, cangkir, dan wadah berengsel. Penggunaan utamanya adalah sebagai extruded polystyrene, biasa dikenal dengan nama dagang styrofoam, yang memiliki low konduktivitas termal, membuatnya ideal sebagai bahan konstruksi.
viii Polyvinyl chloride (PVC): klorin dikombinasikan dengan etilen membentuk monomer vinil klorida. PVC adalah polimer yang dibentuk dengan polimerisasi monomer vinil klorida dan merupakan polimer utama bahan termoplastik. Resin dapat dicampur dengan plasticizer (seperti ftalat), stabilisator dan pigmen, dan dapat dibuat sebagai bahan keras atau lunak. PVC bisa dibuat ke dalam berbagai jenis kelas yang cocok untuk, misalnya, cetakan tiup, kalender, film, pelapisan, cetakan ekstrusi dan thermoforming. Pengemasan adalah salah satu dari beberapa sektor di mana PVC digunakan karena sifat penghalang yang sangat baik, mis. kemasan makanan, seperti kotak sandwich. Karena tahan api dan air, ini banyak digunakan dalam konstruksi.
ix Pira International Ltd. Plastic Packaging Waste: Global Legislation and Regulations, 2017.
x Idem ditto
xi World Economic Forum, Ellen MacArthur Foundation and McKinsey & Company, The New Plastics Economy — Rethinking the future of plastics (2016, http://www.ellenmacarthurfoundation.org/publications).
xii https://www.nationalgeographic.com/news/2018/05/plastics-facts-infographics-ocean-pollution/
xiii https://advances.sciencemag.org/content/6/44/eabd0288
xiv https://www.nationalgeographic.com/environment/article/us-plastic-pollution
xv https://www.theverge.com/2020/1/22/21076868/plastic-bottle-coca-cola-davos-world-economic-forum