Di antara sekian banyak hal yang sering luput dari perhatian Biodiversity Assessor selama proses penilaian HCV, ada sembilan yang paling sering dilakukan. Sayangnya, jika ini dilakukan, bisa berakibat pada hasil laporan yang dinilai unsatisfactory oleh Quality Panel.
Apa saja sembilan kesalahan tersebut?
1. Tidak melakukan kajian awal/desktop study terhadap area yang akan dikaji
2. Tidak membawa peralatan yang memadai ketika melakukan pengamatan
3. Tidak mengambil titik koordinat/tidak mencatat koordinat perjumpaan dengan satwa, tumbuhan atau lokasi wawancara dengan masyarakat
4. Hanya fokus pada jenis mamalia besar, dan tidak membahas hewan kecil yang tidak kalah penting seperti tarsius, trenggiling, dan lainnya
5. Tidak mengamati keberadaan ancaman terhadap satwaliar dan tumbuhan, serta habitatnya
6. Tidak membahas mengenai konsep kunci indikator utama keanekaragaman hayati, yaitu :
a) Konsentrasi keanekaragaman hayati,
b) Kawasan lindung: proxy bagi konsentrasi keanekaragaman hayati,
c) Konsentrasi spesies secara spasial dan temporal
7. Tidak melakukan wawancara dengan masyarakat setempat/pekerja/para stakeholder lainnya terkait dengan keberadaan satwaliar, tumbuhan, atau informasi dari hasil wawancara tidak dimasukkan ke dalam daftar jenis satwa atau pembahasan
8. Tidak membahas tentang keberadaan area-area penting bagi keanekaragaman hayati, seperti: situs RAMSAR, KHG, EBA, IBA, KBA, HoB, jalur migrasi burung, dll
9. Tidak membahas perjumpaan satwa atau potensi keberadaan satwa (khususnya satwa RTE) dalam batas lanskap (di luar area kajian).
Dengan demikian, ada baiknya seorang biodiversity assessor untuk lebih memperhatikan hal-hal yang sering luput tersebut agar hasil yang diperoleh juga bisa maksimal.
#SustainingSustainability
Apa saja sembilan kesalahan tersebut?
1. Tidak melakukan kajian awal/desktop study terhadap area yang akan dikaji
2. Tidak membawa peralatan yang memadai ketika melakukan pengamatan
3. Tidak mengambil titik koordinat/tidak mencatat koordinat perjumpaan dengan satwa, tumbuhan atau lokasi wawancara dengan masyarakat
4. Hanya fokus pada jenis mamalia besar, dan tidak membahas hewan kecil yang tidak kalah penting seperti tarsius, trenggiling, dan lainnya
5. Tidak mengamati keberadaan ancaman terhadap satwaliar dan tumbuhan, serta habitatnya
6. Tidak membahas mengenai konsep kunci indikator utama keanekaragaman hayati, yaitu :
a) Konsentrasi keanekaragaman hayati,
b) Kawasan lindung: proxy bagi konsentrasi keanekaragaman hayati,
c) Konsentrasi spesies secara spasial dan temporal
7. Tidak melakukan wawancara dengan masyarakat setempat/pekerja/para stakeholder lainnya terkait dengan keberadaan satwaliar, tumbuhan, atau informasi dari hasil wawancara tidak dimasukkan ke dalam daftar jenis satwa atau pembahasan
8. Tidak membahas tentang keberadaan area-area penting bagi keanekaragaman hayati, seperti: situs RAMSAR, KHG, EBA, IBA, KBA, HoB, jalur migrasi burung, dll
9. Tidak membahas perjumpaan satwa atau potensi keberadaan satwa (khususnya satwa RTE) dalam batas lanskap (di luar area kajian).
Dengan demikian, ada baiknya seorang biodiversity assessor untuk lebih memperhatikan hal-hal yang sering luput tersebut agar hasil yang diperoleh juga bisa maksimal.
#SustainingSustainability