Menghadapi Bencana (Nuklir) Cara Amerika
—Dwi R. Muhtaman—
Cirebon-Bogor, 09122018/06012019
#BincangBuku #20
“I have an obligation as the President. . . to put measures in place that, should somebody be successful in attacking Washington, D.C., there’s an ongoing government. That’s one reason why the vice president was going to undisclosed locations. This is serious business and we take it seriously.”
—George Bush seperti dikutip dalam buku Garrett M. Graff: “Raven Rock: The Story of The US Government’s Secret Plan to Save Itself—While The Rest of US Die.” (2017).
Bayangkan apa yang akan terjadi dengan pemerintahan Republik Indonesia atau pemerintahan DKI atau Banten seandainya ramalan bencana besar menghantam Selat Sunda menjadi kenyataan? Gunung Krakatau runtuh. Menimbulkan gelombang tsunami yang dahsyat. Atau terjadinya gempa megathrust Selat Sunda yang memicu tsunami yang tak terbayangkan. Tak perlu berbicara soal ancaman perang nuklir yang masih bisa di bawah kontrol manusia. Tetapi bencana yang melingkupi nusantara adalah sesuatu yang sewaktu-waktu bisa terjadi.
Adakah pemerintah kita menyiapkan segala hal untuk memastikan pemerintahan tetap berjalan? Adakah rencana yang ditetapkan ketika situasi darurat mengancam eksistensi pemerintahan dan negara Republik Indonesia atau pada tingkat pemerintahan yang lebih rendah? Apa yang akan terjadi jika bencana tak terkira itu datang, menghancurkan sebagian besar fasilitas pemerintahan dan termasuk orang-orang yang mengelola pemerintahan. Apa yang terjadi jika top eksekutif mati atau terbunuh karena bencana atau kejahatan?
Kita tidak banyak tahu apa yang akan dilakukan. Kecuali, barangkali, mengikuti prosedur konstitusional belaka.
Tidak demikian dengan Pemerintahan Amerika Serikat. Amerika memang dikenal sebagai negara dengan tingkat paranoid yang akut. Kepentingan nasionalnya selalu merasa terancam. Karena sikap paranoid itu pulalah maka Amerika mau tidak mau mengadopsi strategi perang kuno ajaran Sun Tzu, jendral perang terbaik Tiongkok yang hidup pada 544 SM-496 SM: pertahanan terbaik adalah bagian dari kemenangan.
Suksesi bagi setiap organisasi, termasuk sebuah pemerintahan, suksesi kepresidenan adalah hal yang biasa. Sesuatu yang sederhana. Seperti yang disebut oleh ilmuwan politik Ernst Kantorowicz bahwa suksesi kepresidenan sebagai “a peculiar kind of scientific mysticism,” di mana sebagaimana makhluk hidup, presiden akan berganti sebagai pemegang jabatan tunggal pemerintahan dimana pun. Pemerintah atau negara sendiri tidak pernah mati. Presiden mungkin dapat diganti, tetapi kepresidenannya tidak — itulah gagasan tradisi demokrasi termasuk di Amerika Serikat (h. 17).
“The King is dead, long live the King. Nixon was gone, Ford was in. The presidency always continues.”
Maka untuk memastikan keberlanjutan pemerintahan dalam situasi darurat dibangunlah Raven Rock dan sejumlah fasilitas serupa di penjuru Amerika Serikat.
Raven Rock Mountain Complex (RRMC), juga dikenal sebagai Site R, adalah instalasi militer AS dengan bunker nuklir bawah tanah di dekat Blue Ridge Summit, Pennsylvania. Raven Rock Mountain juga disebut “underground Pentagon”. Bunker ini memiliki pusat operasi darurat untuk Angkatan Darat Amerika Serikat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara. Bersama dengan Pusat Operasi Darurat Gunung Cuaca di Virginia dan Kompleks Gunung Cheyenne di Colorado, ia membentuk kompleks bunker inti untuk rencana Kesinambungan Pemerintah AS selama Perang Dingin untuk selamat dari serangan nuklir.
Gunung Raven Rock berbatasan dengan Gunung Jacks di utara sementara Miney Branch mengalir dari barat ke timur di antara mereka di DAS Sungai Potomac. Waynesboro-Emmitsburg Turnpike 1820 dengan stasiun tol untuk perempatan 1787 dibangun di antara pegunungan, di mana Pertempuran di Monterey Gap dilakukan setelah Pertempuran Gettysburg 1863 (artileri Stuart di Raven Rock Gap menembaki pasukan Federal. Pada tahun 1870, bijih tembaga ditemukan di utara, dan Fountain Dale Springs House terdekat didirikan pada tahun 1874. The 1889 Jacks Mountain Tunnel di Western Extension (Baltimore dan Harrisburg Railway) selesai di dekat Raven Rock Mountain, dan stasiun terdekat berada di Blue Ridge Summit dan Charmian. Kamp Ritchie 1942 milik Angkatan Darat dibangun di barat daya resor, dan sebuah jalan lokal dibangun [kapan?] Ke arah timur dari Blue Ridge Summit dan berpotongan di utara-selatan Fountaindale-Sabillasville Road (persimpangan sekarang menyediakan akses ke gerbang utama RRMC).
Perencanaan fasilitas Perang Dingin yang dilindungi dekat Washington, D.C. dimulai pada tahun 1948 untuk relokasi Otoritas Komando Nasional militer dan Layanan Komunikasi Gabungan.
DI Raven Rock inilah yang berfungsi selama Perang Dingin dan berlanjut hingga hari ini dengan beragam perangkat yang dikembangkan kantor khusus Badan Manajemen Darurat Federal (the Federal Emergency Management Agency/FEMA), melacak para pejabat level satu (Presiden dan Wakil Presiden dan semua Ring 1) dan keberadaan mereka dua puluh empat jam sehari, siap untuk membawa mereka pergi dari kehidupan reguler mereka pada saat itu juga jika terjadi keadaan darurat yang membahayakan keselamatan mereka dan kepentingan nasional.
Setumpuk kode dan akronim digunakan dalam prosedur resmi pengelolaan darurat itu. Misalnya DEFCON (Defence Condition—yaitu sistem yang melacak keadaan kesiapan militer A.S. (Kondisi Pertahanan) AS. DEFCON terdiri dari DEFCON 5 hingga DEFCON 1. DEFCON 5, mewakili masa damai, ke DEFCON 1 mewakili perang global lengkap. Adalagi akronim COGCON (merupakan singkatan dari Continuation of Government Condition). Peringatan COGCON melacak kesiapan kondisi kontinuitas pemerintah. COGCON 4 merupakan operasi normal masa damai, sementara COGCON 1 menyerukan agar semua bunker dan fasilitas relokasi pemerintah sepenuhnya dikelola. Mulai dari COGCON 3, personel “menghangatkan” fasilitas relokasi, dan orang-orang seperti kepala kantor operasi Departemen Energi Savannah River di South Carolina, yang berdiri di urutan kedelapan belas untuk suksesi menjadi sekretaris energi, harus mulai memberi tahu Watch Office setiap hari pada jam 8 pagi ET jadwal perjalanannya sepanjang hari.
Menurut Garrett M. Graff, penulis “Raven Rock: The Story of The US Government’s Secret Plan to Save Itself—While The Rest of US Die.” (2017) yang kita bincangkan ini, dunia nuklir dipenuhi dengan omong kosong yang tampaknya tidak berbahaya. Akronim dibuat bertumpuk-tumpuk yang menunjukkan betapa rahasianya, betapa menakutkannya dan betapa ketidakjelasannya dunia akan berakhir dalam perang termonuklir. Mari kita baca: Di bawah teori MAD, jika, misalnya, BMEWS dan NORAD mengkonfirmasi serangan USSR BOOB pada CONUS, NCA — baik POTUS, SECDEF, atau AEAO di atas ABNCP — akan melihat peringatan PINNACLE / OP-REP3 / NUCFLASH dan beralih ke NMCC, HPSF FEMA, ANMCC, atau NEACP untuk mengeluarkan EAM yang mengaktifkan SIOP, memindahkan negara ke DEFCON 1, memobilisasi rencana COG dan COOP, dan memberi tahu DOD dan SAC untuk menyerang dan meluncurkan ICBM, ALCM, dan SLBM, menghujani MIRV dengan cepat DGZ Uni Soviet dipilih sebelumnya oleh NSTAP dan JSTPS (h. 23).
Tentu saja perang nuklir—jika saja ini terjadi, semoga tidak!—bakal menjadi doomsday yang dibuat manusia. Presiden Amerika Serikat mempunyai otoritas penuh untuk melakukan perang nuklir karena kapasitas militer yang dimilikinya.
Ketika presiden meluncurkan pesawat pembom, kapal selam, dan rudal terhadap Rusia maka hampir pasti akan menghancurkan tidak hanya kedua negara tetapi semua kehidupan manusia di seluruh planet ini. Ada sekitar 30.000 senjata nuklir di gudang A.S., yang menurut satu direktur CIA menghitungnya, secara kasar setara dengan 55 miliar bom TNT tradisional seberat 500 pon dari Perang Dunia II. Cukup untuk meratakan setiap negara bagian yang hanya dengan satu miliar bom — padahal masih ada lima miliar bom tersisa.
Berdasarkan buku Raven Rock yang terdiri dari 19 Bab dalam 1245 halaman ini, untuk mengantisipasi dan mengevakuasi seluruh jajaran petinggi pemerintahan dari awal hingga selesai, seluruh proses akan memakan waktu kurang dari satu jam. Bahkan ketika negara itu hancur berantakan pada akhir jam itu, pemerintah akan dengan cermat mempertimbangkan bagaimana Amerika Serikat sendiri — bagaimana gagasan negara Amerika Serikat — akan terus berlanjut. Selama Perang Dingin, pemerintah Amerika Serikat diam-diam menginvestasikan miliaran dolar dalam serangkaian rencana rumit yang dikenal sebagai “Kelangsungan Pemerintahan” (Continuity of Government/COG), “Kelangsungan Operasi” (Continuity of Operations/COOP), dan tingkat yang paling rahasia, “Bertahan Pemerintahan Konstitusional” (Enduring Constitutional Government/EKG).
Buku yang ditulis seorang jurnalis majalah dan sejarawan ini dimaksudkan sebagai upaya mengungkapkan kepada publik arsitektur tersembunyi pemerintah bayangan selama Perang Dingin. Ini adalah sejarah soal “bagaimana.” Bagaimana sebenarnya perang nuklir benar-benar bekerja – mur dan baut rencana perang, jaringan komunikasi, senjata, dan bunker – dan bagaimana membayangkan dan merencanakan dampak perang nuklir benar-benar mengubah “mengapa, ketika para pemimpin menyadari kengerian yang terbayangkan dan mengubah jalannya Perang Dingin agar tidak terjadi. Ronald Reagan, benar-benar melihat Uni Soviet sebagai ancaman eksistensial — ancaman yang akan menghancurkan Eropa, Amerika Serikat, dan orang-orang bebas di mana saja pada kesempatan pertama yang dimilikinya – kita tahu sekarang bahwa AS dan dunia merdeka telah bersukacita atas kejatuhan komunisme dengan cukup damai.
Dalam menulis buku ini, seperti diakui penulisnya, ia telah diberikan akses ke banyak sumber, situs, dan fasilitas baru yang dikenal hanya sejak akhir Perang Dingin, orang-orang yang baru mau berbicara untuk pertama kalinya tentang peran mereka di negara yang penuh rahasia ini. Namun tetap begitu banyak yang tersembunyi. Betapa gelapnya Perang Dingin pada beberapa hal yang penting.
Selain itu, kisah ini adalah tantangan untuk diceritakan karena banyak dari mesin COG tetap terselubung kerahasiaan. Banyak permintaan penulis untuk mendeklasifikasi laporan dan memo berusia lima puluh tahun ditolak. Arsip Nasional menolak permintaan untuk diakses, misalnya, empat memo era Kennedy dari tahun 1962 dan 1963 yang berkaitan dengan perencanaan darurat sipil — dengan alasan bahwa keempatnya masih sangat penting bagi keamanan nasional sehingga tidak ada satu kata pun dari mereka yang dapat dideklasifikasi. Sulit — dan menyusahkan — untuk membayangkan rencana apa dari era di mana televisi hitam-putih mewakili teknologi mutakhir yang masih relevan bagi kehidupan kita saat ini (h. 29).
Begitulah cara Amerika menghadapi bencana perang nuklir.
Pada setiap proses suksesi, sebelum betul-betul terjadi serah terima jabatan dari presiden lama ke presiden yang baru, Shadow Goverment telah disiapkan. Dan semua posisi-posisi kunci cadangan telah ditentukan dan pada saat sebelum serah terima jabatan dilakukan maka semua unsur pemerintahan Shadow Government itu sudah berada di tempat masing-masing termasuk di Raven Rock. Sekretaris pertahanan menetapkan garis suksesi sendiri untuk kepala dinasnya, memastikan bahwa sekretaris Angkatan Darat, Angkatan Udara, dan Angkatan Laut — tidak ada yang dicakup oleh perencanaan suksesi presiden konstitusional — akan dengan cepat diganti jika diperlukan selama keadaan darurat, seperti halnya berbagai wakil kepala staf, yang akan mengambil alih jika Kepala Staf gabungan itu hilang. Tim NATO dari komandan militer sekutu akan mendirikan operasi di Mount St. Mary’s College, lebih jauh ke Highway 15 di Pegunungan Catoctin. Secara keseluruhan, sekitar 6.000 pemimpin militer, asisten, dan personel pendukung akan membuat markas mereka di dalam dan sekitar Raven Rock — setengah di fasilitas bawah tanah itu sendiri dan setengah di fasilitas sekitar lainnya. Lebih banyak staf Angkatan Darat dan Pentagon akan dikirim ke benteng dan instalasi lain di sekitar Washington. Dalam sembilan puluh hari setelah serangan, semua operasi Pentagon seharusnya dibangun kembali di lokasi alternatif.
Mereka akan muncul pada tugas regular ketika presiden baru telah ditetapkan dan efektif menjadi kepala pemerintahan baru. Atau ketika semua kondisi bisa dikendalikan dengan normal. Meski Perang Dingin telah usai, prosedur ini tetap berlaku, termasuk jika terjadi bencana yang dahsyat atau pembunuhan terhadap Presiden maka Shadow Government otomatis berfungsi sebagai COG, COOP, EKG.
Garrett M. Graff, penulis Raven Rock ini sebagai wartawan, telah menghabiskan lebih dari selusin tahun meliput bagaimana teknologi membentuk kembali politik, masyarakat, dan keamanan nasional. Dia menulis untuk publikasi dari Wired ke New York Times, menjabat sebagai editor dua majalah paling bergengsi Washington, Washingtonian dan Politico Magazine, dan mengajar di Universitas Georgetown selama tujuh tahun. Buku-bukunya termasuk Matriks Ancaman: Perang FBI di Zaman Teror Global dan Kampanye Pertama: Globalisasi, Web, dan Perlombaan untuk Gedung Putih. Dia tinggal di Vermont.
Sebagai negara yang terletak di Ring of Fire, barangkali buku ini bermanfaat untuk melihat dan bertanya bagaimana pemerintah Republik Indonesia menyiapkan diri dalam mengantisipasi datangnya bencana yang akan menghancurkan pemerintahan? Apakah ada jaminan Continuation of Government, Continuity of Operations, dan kepastian Enduring Constitutional Government?
Itu semua adalah tanggungjawab dan kewajiban seorang Presiden. Kita berharap Presiden Republik Indonesia menganggap bahwa “This is serious business and we take it seriously.”