Homosapien akan Segera Berakhir
—Dwi R. Muhtaman—
Bogor, 10112018
#BincangBuku #14
“Techno-humanism agrees that Homo sapiens
as we know it has run its historical course and
will no longer be relevant in the future,
but concludes that we should therefore use technology
in order to create Homo deus – a much superior human model.”
(Yuval Noah Harari. “Homo Deus: A Brief History of Tomorrow.” (2016).
Homo sapiens akan segera berakhir.
Dalam ajaran Islam manusia diciptakan di muka bumi ini diharapkan menjadi khalifah (pemilih atau penerus ajaran Allah). Status manusia sebagai khalifah ini termaktub dalam Qur’an Surat Al-Baqarah 30. Dalam pandangan Islam (Abdurrahman An-Nahlawi, Manusia Menurut Pandangan Islam, 2018), manusia didefinisikan sebagai makhluk, mukalaf, mukaram, mukhaiyar, dan mujizat. Manusia adalah makhluk yang memiliki nilai-nilai fitri dan sifat-sifat insaniah, seperti dha’if ‘lemah’ (an-Nisaa’: 28), jahula ‘bodoh’ (al-Ahzab: 72), faqir ‘ketergantungan atau memerlukan’ (Faathir: 15), kafuuro ‘sangat mengingkari nikmat’ (al-Israa’: 67), syukur (al-Insaan:3), serta fujur dan taqwa (asy-Syams: 8). Manusia adalah makhluk yang rumit. Sekaligus yang paling istimewa. “There is no doubt that Homo sapiens is the most powerful species in the world,” kata Harari (h. 208).
Karenanya diantara makhluk lain yang melimpah di bumi hanya manusialah yang ‘paling berkuasa’ dan bahkan mungkin berkehendak menjadi tuhan. Kehendak menjadi tuhan ini bahkan sebetulnya juga sudah ada sejak 1400 tahun yang lalu ketika Firaun menjadi raja di jaman Mesir kuno. Mungkinkah dengan aneka kemajuan dan kecerdasan Homo sapiens saat ini, nafsu menjadi tuhan akan lebih mudah dan nyata?
Kali ini kita akan membincangkan buku Homo Deus: A Brief History of Tomorrow yang ditulis oleh Yuval Noah Harari (2017)—sebuah buku yang merekam ‘sejarah kedigdayaan’ spesies Sapien dan membayangkan munculnya spesies baru yang mempunyai karakter yang jauh berbeda dari semua nenek moyangnya.
Homo sapiens adalah spesies yang mulai hidup sekitar 70.000 tahun yang lalu. Ia hidup dengan mengembangkan beragam struktur sosial yang rumit yang disebut budaya. Pada perkembangan selanjutnya kebudayaan manusia ini tumbuh menjadi sejarah. Terdapat tiga revolusi penting yang membentuk jalannya sejarah Homo sapien ini: Pertama, Revolusi Kognitif yang menggulirkan sejarah dan muncul sekitar 70.000 tahun yang lalu. Kedua, Revolusi Pertanian terjadi sekitar 12.000 tahun yang lalu. Ketiga, Revolusi Ilmiah, yang baru berlangsung 500 tahun yang lalu, yang mungkin akan menjadi penghujung sejarah dan membuka lembaran baru yang benar-benar berbeda. Buku “Sapiens: A Brief History of Humankind” yang ditulis Yuval Noah Harari (2014) mengisahkan bagaimana tiga revolusi ini mempengaruhi manusia dan sesama organisme lainnya.
Mau tidak mau, membincangkan buku Harari yang kedua ini, Homo deus, harus memulainya dengan Homo sapien, buku best seller-nya yang pertama. Mengupas perjalanan panjang spesies manusia dari pra-sejarah, hingga kini, dan melintasi masa depan.
Tentu saja terdapat jenis-jenis manusia selain Homo sapien jauh sebelum ada sejarah. Hewan seperti manusia modern pertama kali muncul sekitar 2,5 juta tahun yang lalu. Tapi untuk generasi yang tak terhitung jumlahnya mereka tidak menonjol dari sejumlah organisme lain yang hidup pada habitat yang sama.
Menurut Harari, manusia pertama kali berevolusi di Afrika Timur sekitar 2,5 juta tahun yang lalu dari genus sebelumnya yang disebut Australopithecus, yang berarti ‘Kera Selatan’. Sekitar 2 juta tahun yang lalu, beberapa pria dan wanita purba ini meninggalkan tanah air mereka untuk melakukan perjalanan dan tinggal pada wilayah luas Afrika Utara, Eropa, dan Asia. Karena kelangsungan hidup di hutan bersalju di Eropa utara membutuhkan sifat yang berbeda dari yang dibutuhkan untuk tetap hidup di hutan yang lembab di Indonesia, populasi manusia berevolusi ke arah yang berbeda. Hasilnya adalah beberapa spesies berbeda, yang masing-masingnya telah diberi nama Latin yang megah.
Perjalanan manusia dan Homo sapien hingga bentuknya seperti saat ini terjadi karena apa yang dikenal sebagai “seleksi alam.” Seleksi alam mungkin telah memberikan Homo sapiens medan bermain yang jauh lebih besar daripada yang diberikan kepada organisme lain, tetapi medan bermain itu masih memiliki batas-batasnya. Implikasinya adalah bahwa, tidak peduli apa upaya dan pencapaian mereka, Sapiens tidak akan mampu membebaskan diri dari batas-batas yang sudah ada secara biologis. Tetapi pada awal abad keduapuluh satu, hal ini tidak lagi benar: Homo sapiens telah mampu melampaui batas-batas itu. Hukum seleksi alam telah dilanggar, digantikan dengan hukum desain cerdas (intelligent design).
Penggantian seleksi alam dengan desain cerdas memungkinkan terjadi dalam salah satu dari tiga cara ini: melalui rekayasa biologi, cyborg engineering (cyborg adalah makhluk yang menggabungkan organik dengan bagian non-organik) atau rekayasa kehidupan anorganik.
Maka lahirlah apa yang disebut Harari sebagai Homo deus. Dalam Homo Deus, Harari menganalisis jenis manusia dengan karakter seperti apa pada 100, 500, 1000 tahun ke depan—sebuah impian bagi beberapa orang. Tetapi Harari sendiri tidak percaya itu—tidak percaya seorang manusia akan hidup 150 tahun, 500 tahun, apalagi hidup selamanya. Betapa rumit dan repotnya, begitu dia bilang.
Sebelum menguraikan tentang itu buku ini dibuka dengan sejumlah catatan tentang perjalanan manusia yang selama generasi demi generasi selalu belum mampu menghadapi tiga faktor utama yang mengurangi populasinya: kelaparan, epidemi dan kekerasan/perang. Jutaan orang mati di berbagai negara karena tiga faktor itu. Namun dalam beberapa tahun terakhir ini justru sebaliknya: “Pada tahun 2014 lebih dari 2,1 miliar orang mengalami kelebihan berat badan, dibandingkan dengan 850 juta yang menderita kekurangan gizi. Setengah dari umat manusia diperkirakan akan kelebihan berat badan pada tahun 2030. Pada tahun 2010 kelaparan dan kekurangan gizi menewaskan sekitar 1 juta orang, sedangkan obesitas membunuh 3 juta orang (h. 18). Epidemik juga melanda Eropa. Saat penjajah Portugis tiba di daratan Amerika Latin, virus flu dan cacar yang dibawa dari Eropa telah membunuh jutaan suku asli negara-negara Amerika Latin. Perang juga demikian, mengurangi populasi manusia dengan drastis.
Melihat data dan kecenderungan dari perjalanan Homo Sapien, memang makin kini, manusia semakin mampu mengatasi banyak persoalan hidup yg selalu jadi pemicu kematian: kelaparan, penyakit masal, perang itu. Berdasarkan data mendalam yang dikumpulkan dan analisis yang mendalam diungkapkan bahwa mulai dari jutaan tahun lalu hingga kini tiga faktor kematian itulah yang utama. Namun kematian akibat tiga faktor itu kini makin bisa diatasi. Bahkan yang namanya terorisme yang menjadi hantu global dimana-mana pada kenyataannya bukan ancaman yang berarti. Data yang dihimpun membuktikan itu. Kematian akibat terorisme global cuma 7.697 orang yang mati. Bagi orang Amerika dan Eropa, Coke dan junk food mematikan jutaan manusia.
Harari menganalisis perkembangan teknologi dan munculnya start up company yang didedikasilan untuk solve death itu.
Anda tahu Google mendirikan perusahaan yg bernama Calico inilah salah satu perusahaan yg punya misi: to solve death. Pada tahun 2012 Kurzweil diangkat menjadi direktur teknik di Google, dan setahun kemudian Google meluncurkan Calico tersebut. Google baru-baru ini telah menunjuk orang percaya keabadian (immortality) lainnya, Bill Maris, untuk memimpin Google. Dua milliar dolar diinvestasikan untuk penelitian itu sehingga orang bisa hidup 500, 1000 tahun bahkan selamanya. Pendiri PayPal Peter Thiel baru-baru ini mengaku bahwa dia bertujuan untuk hidup selamanya.
Meskipun Google Calico mungkin tidak akan solve death pada waktu pendiri Google, Sergey Brin dan Larry Page, bisa hidup selamanya, namun kemungkinan besar upaya ini akan membuat penemuan signifikan tentang biologi sel, obat-obatan genetik, dan kesehatan manusia. Generasi Googlers berikutnya dapat memulai melakukan perlawanan terhadap kematian. Para ilmuwan soal keabadian ini percaya cepat atau lambat akan benar-benar datang (h. 64).
Saat ini sudah ada orang-orang yang menandatangani kontrak untuk “hidup kembali.” Orang-orang ini menandatangani kontrak bahwa jasad mereka jika mati saat ini bersedia diawetkan dan berharap jika teknologi tanpa-kematian telah tiba, jasad-jasad yang kontrak tadi dihidupkan kembali. Organ-organ diperbarui dan semua muda kembali. Itulah teknologi mengatasi kematian yang tengah dikembangkan.
Homo Deus mengupas soal itu.
Homo Deus ini adalah tahap lanjutan dari pencarian manusia—Homo sapiens— inti cirinya:
1/ hidup selamanya: melawan tua, menolak mati
2/ selalu berbahagia karena hidup yang makin mudah, bisa mengatasi banyak masalah
3/ menjadikan manusia sebagai tuhan.
Semua teknologi, termasuk soal jantung, dan semua anti aging adalah dalam rangka menolak tua dan menolak kematian. Tiga inti kecenderungan itu dianalisis dan diuraikan dengan detil dan hati-hati. Pustaka yang dirujuk saja lebih dari 15 halaman. Sebuah bacaan yang sungguh serius dan bisa menjadi renungan perjalan kita sebagai manusia yang kadang duduk termenung, memanjatkan doa untuk sebuah perjalanan kini dan kebahagian perjalanan nanti setelah mati.
Dalam ulasannya, David Runciman (The Guardian), menuliskan bahwa ilmu evolusi mengajarkan kepada kita bahwa, di satu sisi, kita tidak lain hanyalah mesin pengolah data: kita juga adalah algoritma. Dengan memanipulasi data, kita bisa melatih penguasaan atas nasib kita. Masalahnya adalah algoritma lain – yang telah kami bangun – dapat melakukannya jauh lebih efisien daripada yang kami bisa. Itulah yang Harari maksudkan dengan “melepaskan” kecerdasan dan kesadaran. Proyek modernitas dibangun di atas gagasan bahwa manusia individu adalah sumber makna serta kekuatan. Kita dimaksudkan untuk menjadi orang-orang yang memutuskan apa yang terjadi pada kita: sebagai pemilih, sebagai konsumen, sebagai kekasih. Tetapi itu tidak berlaku lagi. Kami adalah apa yang memberi jaringan kekuatan mereka: mereka menggunakan gagasan kami tentang makna untuk menentukan apa yang akan terjadi pada kami.
Apakah Homo sapiens akan segera tamat?
Jangan panik, kata Harari. Setidaknya tidak dalam waktu dekat ini. Perubahan Sapiens akan menjadi proses sejarah secara bertahap. Homo sapiens tidak akan dimusnahkan oleh pemberontakan robot. Sebaliknya, Homo sapiens kemungkinan akan meningkatkan dirinya selangkah demi selangkah, bersekutu dengan robot dan komputer dalam prosesnya, sampai keturunan kita akan melihat ke belakang dan menyadari bahwa mereka bukan lagi jenis binatang yang tertulis dalam kitab-kitab suci. Ini tidak akan terjadi dalam sehari, atau setahun. Memang, ada yang sudah terjadi sekarang, melalui beragam tindakan yang tak terhitung banyaknya. Setiap hari jutaan orang memutuskan untuk menggunakan smartphone mereka yang berarti menyerahkan kontrol perilaku kita pada mesin pintar itu. Dalam upaya mencapai kesehatan, kebahagiaan dan kekuatan yang lebih baik, manusia secara bertahap akan mengubah salah satu fitur mereka dan kemudian yang lain, dan yang lain, sampai mereka tidak lagi menjadi manusia (h. 107).
Membaca buku Homo deus saya merasa terselip kekhawatiran apa yang dituliskannya menemukan jalan kebenarannya. Perlahan tapi pasti. Meski saya berharap tidak akan terjadi.
Buku ini terdiri dari tiga bagian penting. Bagian 1: “Homo sapiens Conquers the World.” Bagian ini menguraikan sejarah manusia dan bagaimana manusia telah mampu menaklukkan dunia dan bahkan telah menjadi ‘pengatur dunia.’; Bagian 2: “Homo Sapiens Gives Meaning to the World”. Dunia baru dengan beragam upaya yang membuat manusia lebih mudah, lebih baik dan lebih bahagia diuraikan dalam bagian dua ini. Inilah bagian yang mengisahkan prestasi manusia hingga saat ini dan meletakkan harapan dan impian baru pada 100, 500 atau 1000 tahun mendatang; Bagian 3: “Homo Sapiens Loses Control.” Bagian ini pada dasarnya berisikan kemampuan-kemampuan manusia yang telah melewati batas-batas alamiah. Pembuktian kemampuan manusia mampu melawan hukum alam dan seleksi alam. Perkembangan kecerdasan buatan, kemampuan menghidupkan data dan informasi, menjadikan manusia sebagai sebuah sistem data processing, Internet-of-All-Things. Semua orang, semua individual adalah sistem data processing. Setiap kali kita menggunakan semua perangkat cerdas kita menghimpun data (h. 784). Bagian inilah yang menjadi inti dari adanya Homo deus itu—jenis manusia baru yang abadi, bisa mengatasi masalah apapun hingga merasa Homo deus adalah tuhan bagi dirinya sendiri.
Sebagai catatan penutup, penting untuk mengutip bagian reflektif Harari sbb (h. 807):
Jika kita mengambil perseptif pandangan hidup yang sangat agung, semua masalah dan perkembangan yang kita alami ini dibayang-bayangi oleh tiga proses yang saling terkait:
- Ilmu pengetahuan sedang menyatu dengan dogma yang mencakup segalanya, yang mengatakan bahwa organisme adalah algoritma, dan kehidupan adalah pengolahan data (data processing).
- Kecerdasan memisahkan diri dari kesadaran (consciousness).
- Algoritma yang tidak punya kesadaran tetapi sangat cerdas akan segera memahami kita lebih baik daripada kita mengenal diri kita sendiri.
Ketiga proses ini mengangkat tiga pertanyaan kunci, yang diharapkan akan tertanam dalam pikiran Anda setelah Anda membaca buku ini:
- Apakah organisme benar-benar hanya algoritma, dan apakah kehidupan benar-benar hanya pemrosesan data?
- Apa yang lebih berharga – kecerdasan atau kesadaran?
- Apa yang akan terjadi pada masyarakat, politik, dan kehidupan sehari-hari ketika algoritma yang tidak mempunyai kesadaran tetapi sangat cerdas mengenal kita lebih baik daripada kita mengenal diri kita sendiri?
Meskipun saya memerlukan lebih banyak waktu lagi untuk mencerna dengan lengkap buku Homo deus ini, tetapi seorang kawan mengingatkan saya untuk membaca Surat Al Baqarah (2:95): “Dan sekali-kali mereka tidak akan mengingini kematian itu selama-lamanya, karena kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat oleh tangan mereka (sendiri), dan Allah Maha Mengetahui siapa orang-orang yang aniaya.”
“Dan sungguh kamu akan mendapati mereka, manusia yang paling loba (tamak) kepada kehidupan (di dunia), bahkan (lebih loba lagi) dari orang-orang musyrik. Masing-masing mereka ingin agar diberi umur seribu tahun, padahal umur panjang itu sekali-kali tidak akan menjauhkannya daripada siksa.
Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.” ―QS. 2:96.
Manusia pada akhirnya adalah kumpulan debu. Debu yang bisa tersesat. Bisa pula debu yang selamat.
Gambar 1: Cover buku
Gambar 2: Pikiran dan otak. Potongan melintang dari artificial brain (The Guardian, 22 Feb 2018).
Panduan Bagi Radikal Cerdas