Industri tanaman perkebunan baik itu kelapa sawit maupun hutan tanaman industri tidak pernah lepas dari sorotan publik terutama isu lingkungan. Perusahaan perkebunan kerap disebut sebagai perusak hutan yang menghilangkan habitat satwa liar dan dilindungi, atau mengambil lahan tempat masyarakat menggantungkan kebutuhan hidup sehari-hari.
Menyikapi hal tersebut, lahirlah skema sertifikasi yang mensyaratkan prosedur operasional perkebunan secara berkelanjutan. Untuk komoditas kelapa sawit berlaku sertifikasi RSPO yang diakui secara internasional, dan untuk komoditas hutan tanaman (kayu atau pulp kertas) berlaku sertifikasi FSC yang juga diakui secara internasional.
Aspek yang disoroti dalam skema sertifikasi ini tentu sangat luas, mencakup aspek legalitas, hak-hak pekerja, hak masyarakat sekitar, juga keberadaan biodiversitas dan lingkungan. Salah satu syarat yang diberlakukan sebelum pembukaan lahan yaitu ditentukannya area High Conservation Value atau area yang memiliki nilai konservasi tinggi. Proses penentuan area HCV dilakukan dengan mempertimbangkan enam aspek dan turut melibatkan masyarakat lokal atau masyarakat adat sebagai pemangku kepentingan.
Fungsi dari penentuan area HCV adalah untuk meminimalisir perambahan hutan yang dilakukan secara tidak bertanggung jawab. Apabila dalam area ijin perusahaan tersebut masih ada hutan yang dinilai mengandung minimal satu dari enam nilai konservasi tinggi, maka area tersebut dilarang untuk dialih fungsikan menjadi perkebunan. Enam aspek tersebut yaitu; menjadi tempat hidup spesies langka dan dilindungi, memiliki keterhubungan dengan lanskap lebih luas, berupa ekosistem yang unik dan langka seperti hutan kerangas, menjadi penyedia jasa lingkungan, sebagai tempat mata pencaharian masyarakat lokal/adat, dan situs yang mengandung nilai adat budaya yang sakral dan dilindungi oleh masyarakat.
Setelah area HCV ditentukan dan laporan selesai di review oleh Quality Panel, tugas selanjutnya bagi Unit Management atau perusahaan perkebunan adalah mengelola area tersebut. Pengelolaan dan pemantauan area HCV dilakukan untuk mempertahankan dan, jika memungkinkan, untuk meningkatkan nilai konservasi tinggi yang signifikan dan kritis.
HCV Resource Network juga mengeluarkan panduan untuk pemantauan dan pengelolaan area HCV, dapat diakses di sini. Namun pada praktik di lapangan, letak geografis dan budaya yang berbeda-beda membuat pemantauan dan pengelolaan area HCV di satu daerah menjadi berbeda pula. Untuk itu, sharing experience dan pelatihan terkait HCV Management & Monitoring menjadi penting dan sangat diminati bagi para pegiat sustainability di bidang perkebunan.
Asia Institute of Knowledge (AiKnow) by Remark Asia telah menyelenggarakan sesi diskusi online ke-10 yang membahas tentang berbagi pengalaman pengelolaan dan pemantauan area HCV oleh dua perusahaan perkebunan; Sinarmas Agribusiness and Food oleh Sandy Puspoyo dan PT Toba Pulp Lestari (APRIL Grup) oleh Oriza Sativa Simanjuntak. Pada sesi ini juga Remark Asia sebagai perusahaan konsultan penyedia jasa konsultasi HCV, turut memberikan materi mengenai panduan pelaksanaan HCV Management dan Monitoring yang dibawakan oleh Direktur Remark Asia, Cecep Saepulloh.
Materi lengkap dapat diakses di link berikut, dan video rekaman dapat diakses di facebook page Re.Mark Asia.
Selanjutnya, AiKnow akan mengadakan pelatihan lain yang berkaitan dengan sustainability di perkebunan/pertambangan. Pelatihan terdekat yaitu Carbon Accounting Training; Pengantar Studi Karbon Berbasis Lahan pada tanggal 24-26 November 2020 pkl 08.00 – 14.00 WIB. Klik di sini untuk mendaftar, dan ikuti terus info-info terbaru dari Remark Asia di instagram @remarkasia
Salam.
#SustainingSustainability
(HSL)
Menyikapi hal tersebut, lahirlah skema sertifikasi yang mensyaratkan prosedur operasional perkebunan secara berkelanjutan. Untuk komoditas kelapa sawit berlaku sertifikasi RSPO yang diakui secara internasional, dan untuk komoditas hutan tanaman (kayu atau pulp kertas) berlaku sertifikasi FSC yang juga diakui secara internasional.
Aspek yang disoroti dalam skema sertifikasi ini tentu sangat luas, mencakup aspek legalitas, hak-hak pekerja, hak masyarakat sekitar, juga keberadaan biodiversitas dan lingkungan. Salah satu syarat yang diberlakukan sebelum pembukaan lahan yaitu ditentukannya area High Conservation Value atau area yang memiliki nilai konservasi tinggi. Proses penentuan area HCV dilakukan dengan mempertimbangkan enam aspek dan turut melibatkan masyarakat lokal atau masyarakat adat sebagai pemangku kepentingan.
Fungsi dari penentuan area HCV adalah untuk meminimalisir perambahan hutan yang dilakukan secara tidak bertanggung jawab. Apabila dalam area ijin perusahaan tersebut masih ada hutan yang dinilai mengandung minimal satu dari enam nilai konservasi tinggi, maka area tersebut dilarang untuk dialih fungsikan menjadi perkebunan. Enam aspek tersebut yaitu; menjadi tempat hidup spesies langka dan dilindungi, memiliki keterhubungan dengan lanskap lebih luas, berupa ekosistem yang unik dan langka seperti hutan kerangas, menjadi penyedia jasa lingkungan, sebagai tempat mata pencaharian masyarakat lokal/adat, dan situs yang mengandung nilai adat budaya yang sakral dan dilindungi oleh masyarakat.
Setelah area HCV ditentukan dan laporan selesai di review oleh Quality Panel, tugas selanjutnya bagi Unit Management atau perusahaan perkebunan adalah mengelola area tersebut. Pengelolaan dan pemantauan area HCV dilakukan untuk mempertahankan dan, jika memungkinkan, untuk meningkatkan nilai konservasi tinggi yang signifikan dan kritis.
HCV Resource Network juga mengeluarkan panduan untuk pemantauan dan pengelolaan area HCV, dapat diakses di sini. Namun pada praktik di lapangan, letak geografis dan budaya yang berbeda-beda membuat pemantauan dan pengelolaan area HCV di satu daerah menjadi berbeda pula. Untuk itu, sharing experience dan pelatihan terkait HCV Management & Monitoring menjadi penting dan sangat diminati bagi para pegiat sustainability di bidang perkebunan.
Asia Institute of Knowledge (AiKnow) by Remark Asia telah menyelenggarakan sesi diskusi online ke-10 yang membahas tentang berbagi pengalaman pengelolaan dan pemantauan area HCV oleh dua perusahaan perkebunan; Sinarmas Agribusiness and Food oleh Sandy Puspoyo dan PT Toba Pulp Lestari (APRIL Grup) oleh Oriza Sativa Simanjuntak. Pada sesi ini juga Remark Asia sebagai perusahaan konsultan penyedia jasa konsultasi HCV, turut memberikan materi mengenai panduan pelaksanaan HCV Management dan Monitoring yang dibawakan oleh Direktur Remark Asia, Cecep Saepulloh.
Materi lengkap dapat diakses di link berikut, dan video rekaman dapat diakses di facebook page Re.Mark Asia.
Selanjutnya, AiKnow akan mengadakan pelatihan lain yang berkaitan dengan sustainability di perkebunan/pertambangan. Pelatihan terdekat yaitu Carbon Accounting Training; Pengantar Studi Karbon Berbasis Lahan pada tanggal 24-26 November 2020 pkl 08.00 – 14.00 WIB. Klik di sini untuk mendaftar, dan ikuti terus info-info terbaru dari Remark Asia di instagram @remarkasia
Salam.
#SustainingSustainability
(HSL)