Sustainability 17A #4
Shinrin-yoku
(Tulisan 3 dari 3 bagian)
Dwi R. Muhtaman,
sustainability learner
(3)
Bukti-bukti ilmiah telah banyak ditunjukkan bahwa berada di atmosfer hutan dan menggunakan semua indra Anda berdampak baik untuk kesehatan. Karena itu menjadi alasan yang sangat bagus untuk belepotan selama berada di hutan!
Pohon membantu kita berpikir lebih jernih, lebih kreatif, dan membuat kita lebih baik dan lebih murah hati.
Jadi bagaimana dengan kesehatan emosional di hutan, peningkatan kesejahteraan mental yang langsung kita rasakan saat berada di alam? Banyak penelitian yang membuktikan apa yang telah diketahui oleh para pemimpin, penyair, dan filsuf sejak zaman Aristoteles: berjalan di hutan menjernihkan pikiran dan membantu kita berpikir. Satu studi yang dilakukan oleh University of Michigan yang mengamati efek pada memori dan perhatian ketika berinteraksi dengan alam menemukan bahwa orang dapat mengingat 20 persen lebih banyak setelah mereka berjalan-jalan di tengah pepohonan daripada ketika mereka berjalan melalui kota yang sibuk.
Berjalan-jalan di alam juga telah ditunjukkan oleh para peneliti di Universitas Stanford untuk membantu kita berhenti memikirkan dan melupakan sejenak masalah yang kita hadapi. Penelitian ini dilakukan pada sekelompok siswa yang masing-masing mengambil serangkaian tes memori dan penilaian suasana hati sebelum berangkat berjalan-jalan. Separuh mahasiswa pergi ke bagian kampus universitas yang rindang dan hijau, separuh lainnya berjalan di sepanjang jalan yang sibuk dengan lalu lintas padat. Mereka menjalani serangkaian tes ketika kembali.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa berjalan di alam tidak hanya mengurangi perasaan cemas dan emosi negatif lainnya, tetapi juga meningkatkan pikiran positif. Dengan kata lain, berjalan di alam dapat membantu kita mengubah cara berpikir kita tentang berbagai hal dan melihatnya dengan lebih baik. Maka beruntunglah kampus-kampus, sekolah, perkantoran atau pemukiman yang mempunyai kerindangan pepohonan.
Alam juga memiliki kekuatan untuk membantu kita memecahkan masalah dan menerobos hambatan kreatif. Penelitian di universitas Utah dan Kansas melihat efek pada keterampilan penalaran kreatif dengan menyatu di alam selama beberapa hari. Para peneliti menyimpulkan bahwa ‘ada keuntungan kognitif yang nyata dan terukur yang bisa diwujudkan jika kita menghabiskan waktu benar-benar tenggelam dalam lingkungan alam’, dan menemukan bahwa menghabiskan waktu di alam dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan kreativitas hingga 50 persen.
Inilah betapa pentingnya, sekali lagi, memberi apresiasi dan nilai yang pantas untuk jasa ekosistem. Gerakan ekologi sejak awal telah meletakkan dasar untuk itu. Alam atau ekosistem memberikan layanan melimpah kepada umat manusia. Seperti disampaikan sebelumnya, istilah jasa ekosistem tidak sepenuhnya baru. Jasa ekosistem merupakan serangkaian layanan yang diberikan oleh alam dan digunakan oleh umat manusia. Menurut MEA–Millennium Ecosystem Assessment Ecosystem and human well-being: scenarios 2005, jasa ekosistem adalah layanan pendukung (seperti pembentukan tanah, fotosintesis), dan mengikuti layanan penyediaan (seperti makanan), layanan regulasi (seperti pengendalian erosi) dan layanan budaya (seperti estetika lanskap sebagai dasar rekreasi dan pariwisata). Atau secara ringkas jasa ekossitem ini bisa diklasifikasikan dalam trinomial, dengan jasa pembekalan (penyediaan), regulasi dan sosial budaya–serupa dengan kategori keberlanjutan.
Kebijakan baru yang dikeluarkan oleh KLHK berkaitan dengan pemanfaatan potensi kawasan hutan produksi tidak hanya kayu tetapi juga hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan merupakan langkah terobosan penting. Jauh terlambat, tetapi saat inilah waktu yang sangat tepat melakukannya.
Kebijakan ini tertuang dalam Perdirjen PHPL No. P.01/2020 tentang Tata Cara Permohonan, Penugasan dan Pelaksanaan Model Multiusaha Kehutanan bagi Pemegang IUPHHK pada Hutan Produksi. “Kebijakan ini terbit untuk menjawab peluang dan tantangan pemanfaatan areal izin di Hutan Produksi sekitar 30 juta Ha agar berkontribusi mengatasi pelemahan ekonomi masyarakat karena pandemi Covid-19..,” demikian Plt. Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) Bambang Hendroyono. Model multiusaha ini mestinya bukan hanya untuk kepentingan jangka pendek tetapi juga sebagai bagian visi pengelolaan hutan di Indonesia.Model multiusaha mengintegrasikan pemanfaatan hasil hutan kayu dengan hasil hutan bukan kayu berupa tanaman atau komoditas semusim, antara lain melalui pola agroforestry atau silvopastur, termasuk jasa ekosistem atau jasa lingkungan. Model multiusaha ini adalah paradigma baru pengelolaan hutan dari timber management menjadi forest ecosystem management. Ekstraksi kayu harus mulai ditinggalkan.
Bahkan APHI dalam Road Map Pembangunan Hutan Produksi 2019-2045 telah menuangkan rencana optimalisasi pemanfataan ruang izin usaha melalui multiusaha, dengan meng-integrasikan pemanfaatan hasil hutan kayu, pemantaatan kawasan, hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan. Model multiusaha ini mampu meningkatkan enam kali lipat ekspor hasil hutan pada 2045. Dari nilai USD 11,64 Milyar pada 2019 menjadi USD 66,70 Milyar pada tahun 2045. Nilai ini tentu adalah nilai kasat mata (tangible values). Sementara intangible values seperti jasa shinrin-yoku dan sejumlah manfaat intangible lainnya bisa jauh lebih besar.
Kita bisa bandingkan nilai dan pentingnya pohon di wilayah urban.
Dalam buku “Into the Forest:..” diuraikan juga tentang sebuah aplikasi digital iTree yang digunakan untuk mengidentifikasi jumlah dan jenis pohon di suatu wilayah. Ini diterapkan di London dan mengungkapkan bahwa sebagian besar hutan kota sebenarnya berada di pekarangan pribadi, lapangan golf, di tanggul kereta api dan di kuburan. Ketika survei hutan kota London dengan iTree ditemukan bahwa 60 persen pepohonannya ada di taman London. Dan salah satu spesies pohon kota yang paling umum adalah pohon apel – bukan pohon yang sering dilihat ketika berjalan menyusuri jalanan London.
Ini menunjukkan betapa pentingnya kontribusi individu terhadap hutan kota. Setiap pohon yang kita tanam akan sangat berarti, meskipun itu hanya pohon mangga di kebun belakang atau pohon angsana di halaman depan. Aplikasi iTree juga memetakan nilai moneter ‘jasa lingkungan’ yang diberikan pohon – karbon yang mereka simpan, polusi yang mereka hilangkan, jumlah limpasan air hujan yang mereka kurangi. Dan dengan 8,4 juta pohon di London memberikan manfaat £ 133 juta setiap tahun. Bayangkan berapa manfaatnya sepetak hutan yang ada dipelosok bagi masarakat desa-desa tepi hutan di Nusantara?
Dinas Kehutanan AS telah menghitung bahwa pohon-pohon di kota-kota Amerika yang berfungsi menghilangkan polusi udara senilai $ 3,8 miliar, mencegah 670.000 insiden gejala pernapasan akut dan menyelamatkan 850 nyawa setiap tahun. “Angka-angka dari Washington DC menunjukkan bahwa jumlah pohon penyerap polusi di kota ini setara dengan menghilangkan 274.000 mobil dari jalan raya. Itu adalah penghematan sekitar $ 51 juta setahun untuk biaya perawatan kesehatan terkait polusi.
Banyak kota memiliki strategi untuk meningkatkan luas hutan kota mereka. Pada tahun 2003, Adelaide, Australia Selatan, membuat rencana untuk menanam 3 juta pohon dan semak pada tahun 2014. Melbourne berencana untuk meningkatkan kanopi pohon kota dari 22 persen menjadi 40 persen pada tahun 2040. San Francisco telah memetakan 37 lingkungan, menginventarisasi 124.847 pohon dan lokasi ruang untuk menanam 39.688 pohon lebih banyak, serta telah menghitung kontribusi tahunan senilai $2.333.450 dari manfaat lingkungan dari pohon kota yang sudah ditanam. Trees for Cities telah menanam 75.000 pohon perkotaan di seluruh dunia dan menargetkan untuk menanam 1 juta pada tahun 2020. Di Irlandia Utara, 200.000 pohon telah ditanam sejak berakhirnya Troubles pada tahun 1998, dan skema Satu Juta Pohon dalam Satu Hari telah menanam 730.000 pohon asli di lebih dari 3.000 lokasi di Irlandia dan Irlandia Utara sejak 2013.
Indonesia sendiri memberi perhatian penting pada pohon. Sejak 2008 Indonesia mencanangkan Hari Menanam Pohon Indonesia (HMPI) yang diperingati setiap tanggal 28 November. Dengan slogan One Man One Tree diharapkan Indonesia mampu menyumbangkan pohon-pohon baru bermilyar-milyar. Pada peringatan HMPI 28 November 2011, penanaman satu miliar pohon, atau one billion Indonesian trees for the world hampir mendekati target. Saat itu 827 juta (80 persen) batang pohon sudah ditanam. Jumlah itu setara dengan 4,9 juta ton Co2. Berapakah pohon yang ditanam hingga kini? Tidak ada data yang pasti.
Namun diperlukan tutupan kanopi sedikitnya 40 persen sebagai ambang batas yang diperlukan untuk memicu efek pendinginan besar yang bisa disumbangkan pohon. Ziter et al. dalam penelitiannya “Scale-dependent interactions between tree canopy cover and impervious surfaces reduce daytime urban heat during summer” (2019) menyebutkan tidak cukup hanya dengan menanam pohon saja. Perlu dipikirkan dengan sungguh-sungguh berapa banyak yang ditanam dan di mana akan menanamnya. Menanam pohon dengan benar dalam jumlah yang tepat dalam sebuah wilayah akan memiliki efek yang lebih besar. Itu artinya jika Anda menanam pohon dan tetangga Anda serta tetangga mereka juga menanam pohon akan lebih baik daripada jika hanya Anda seorang diri menanam satu dua pohon. Sementara orang lain yang tinggal pada lingkungan yang sama tidak ada pohon lain karena mereka tidak menanam. Dia menegaskan pohon seharusnya tidak hanya ditanam di taman kota saja, tapi tersebar di wilayah lain tempat warga hidup dan aktif. “Pohon-pohon yang kita tanam sekarang atau area yang kita buka sekarang akan menentukan suhu kota kita di abad mendatang,” pungkas Ziter.
Dunia memiliki total luas hutan 4,06 miliar hektar (ha), yaitu 31 persen dari total luas daratan. Kawasan hutan ini berarti setara dengan 0,52 ha per orang – meskipun hutan tidak didistribusikan secara merata di antara masyarakat dunia atau secara geografis. Domain tropis memiliki proporsi hutan terbesar di dunia (45 persen), diikuti oleh domain boreal, subtropis, dan subtropis. Lebih dari setengah (54 persen) hutan dunia hanya ada di lima negara – Federasi Rusia, Brasil, Kanada, Amerika Serikat, dan Cina.
Pada awal pertemuan tahunannya pada Januari 2020, The World Economic Forum meluncurkan prakarsa global untuk menanam, merawat dan melindungi 1 trilliun trees pohon di seluruh dunia–sebuah upaya untuk mengembalikan kelimpahan keanekaragaman hayati dan berjuang melawan perubahan iklim. Pada Jan 2020 penduduk bumi mencapai 7.8 juta. Itu artinya setiap orang mempunyai kewajiban menanam dan memelihara 128 pohon.
Satu triliun menanam pohon adalah gerakan ambisius yang menjadi pertaruhan warga dunia. UNEP yang pernah mencanagkan program serupa pada tahun 2006, hingga akhir 2019 (13 tahun) berhasil menanam 13,6 miliar pohon, dengan Tiongkok, India dan Ethiopia sebagai penyumbang terbanyak dengan masing-masing 2,8; 2,5; dan 1,7 miliar pohon. Satu tahun hanya menanam satu milyar pohon. Jika UNEP (United Nations Environment Programme) saja memerlukan satu tahun untuk menanam 1 milyar pohon, maka mencapai 1 trilyun pohon diperlukan waktu selama 1000 tahun.
Tetapi seperti kata pepatah Cina, waktu terbaik untuk menanam pohon adalah duapuluh tahun yang lalu. Waktu yang terbaik berikutnya untuk menanam pohon adalah hari ini. Berapakah yang Anda tanam hari ini? Sudahkah mencapai 128 pohon?