Sustainability 17A #2
Menggerogoti Masa Depan
Dwi R. Muhtaman,
sustainability learner
Pada tahun 2012, di sebuah tepian Volga, sungai terpanjang di Eropa yang mengalir 3,531 km melalui Rusia Tengah ke Selatan dan masuk ke Laut Kaspia, tinggal masyarakat pengungsi. Seorang koresponden surat kabar Amerika berkunjung dan akan menulis tentang bencana kelaparan di Rusia. Hampir separuh masyarakat itu mati karena kelaparan. Yang hidup pun belum tentu ada harapan untuk bertahan. Tidak jauh dari situ seorang tentara menjaga bertumpuk-tumpuk karung gandum. Sang wartawan bertanya pada pemimpin pengungsi, mengapa dia tidak melawan tentara seorang diri itu dan mengambil gandum-gandum untuk mereka makan? Orang tua Rusia yang ditanya menjawab: berkarung-karung gandum itu adalah benih untuk ditanam pada musim mendatang. “We do not steal from the future.”
Ketika Anda membaca tulisan ini, rata-rata manusia di bumi telah mulai konsumsi sumberdaya alam yang dicadangkan untuk tahun depan, 2021. Tepatnya sejak 22 Agustus 2020 kita telah mengkonsumsi habis jatah kita untuk tahun 2020. Sejak tanggal 23 Agustus 2020 itu, kita telah menggunakan air, menghirup udara, menikmati ikan laut, menggunakan hasil hutan, atau menikmati jasa ekosistem yang semestinya untuk kita konsumsi pada 2021. Apa yang kita cadangkan untuk tahun depan rupanya sudah mulai kita gerogoti lebih awal.
Ini yang disebut overshoot day, hari dimana seseorang telah menghabiskan jatah sumberdaya di bumi untuk menopang kehidupan sehari-hari. Earth Overshoot Day diprakarsai oleh Global Footprint Network (GFN). Overshoot day dihitung secara rata-rata per negara dan global. Secara global overshoot day 2020 jatuh pada tanggal 22 Agustus. Lebih dari tanggal itu warga bumi telah mengkonsumsi sumberdaya yang harusnya disediakan hanya untuk tahun 2021. Karena itu selama 2020 ini dengan gaya hidup dan tingkat konsumsi sumberdaya alam seperti saat ini maka hingga akhir tahun kita membutuhkan kira-kira 1.5 bumi.
Kabar baiknya adalah tahun 2020 ini kita masih lebih hemat.
Pada 2019, jatah yang dihabiskan untuk tahun itu hanya tandas pada 29 Juli. Penghematan selama 25 hari–sebuah kejadian baru pertama kali dalam 50 tahun. Penghematan dramatis yang mencapai 14.5 persen ini dan perubahan yang tiba-tiba adalah sebagai dampak dari lockdown selama pandemi coronavirus. Konsumsi bahan bakar menurun drastis. Udara menjadi lebih segar. Kegiatan-kegiatan amat terbatas dan berhati-hati memaksa untuk belaja dengan lebih bijak. Ekonomi yang melambat juga menjadi faktor penting aktifitas produksi banyak hal melemah.
Kabar baik lainnya adalah overshoot day Indonesia berada pada tanggal 18 Desember 2020–paling hemat dari 56 negara yang dianalisis. Artinya kita di Indonesia masih mengkonsumsi sumberdaya alam yang merupakan jatah untuk 2020 hingga 18 Desember mendatang. Kemiskinan dan rendahnya daya beli mungkin menjadi faktor penting. Jumlah penduduk miskin pada Maret 2020 sebesar 26,42 juta orang, meningkat 1,63 juta orang terhadap September 2019. Pandemi telah secara signifikan mengganggu sistem pangan global, meningkatkan limbah makanan dan malnutrisi di antara populasi berpenghasilan rendah.
Earth Overshoot Day menandai tanggal ketika permintaan manusia akan sumber daya dan layanan ekologi pada tahun tertentu melebihi yang dapat diperbarui oleh Bumi pada tahun tersebut. Untuk menentukan tanggal Hari Overshoot Bumi (Earth Overshoot Day), GFN menghitung jumlah hari yang dapat disediakan oleh biokapasitas Bumi untuk Jejak Ekologis umat manusia. Metodologi ini mengandalkan edisi terbaru National Footprint and Biocapacity Accounts, yang tidak dapat dihindari mengandung “kesenjangan waktu” (time gap) dengan waktu saat ini karena prosedur pelaporan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Data yang digunakan adalah data edisi terbaru laporan yang dikeluarkan PBB.
Untuk mengatasi gap ini dan menentukan Hari Overshoot Bumi untuk tahun ini, GFN menetapkan garis tren dari data National Footprint and Biocapacity Accounts dan memperluas garis tren tersebut hingga tahun ini, 2020. Jika memungkinkan, data yang lebih baru dari sumber yang memiliki reputasi baik (Global Carbon Project) bisa diigabungkan untuk memperkuat penilaian untuk tahun-tahun gap.
Pada edisi 2020 ini GFN menentukan Hari Overshoot Negara dengan menggunakan edisi National Footprint and Biocapacity Accounts tahun sebelumnya. Dengan mengunci tanggal overshoot berdasarkan edisi sebelumnya, maka diperoleh Hari Overshoot Negara lebih awal pada tahun kalender sambil juga menjaga konsistensi data untuk semua negara. Ini juga menghindari adanya penggantian tanggal yang mendadak saat edisi baru National Footprint and Biocapacity Accounts tersedia (biasanya di musim semi). Oleh karena itu, Hari Overshoot Negara untuk tahun 2020 didasarkan pada edisi 2019.
Edisi 2019 menampilkan Jejak Ekologis dan data biokapasitas dari tahun 1961 hingga data tahun terbaru 2016. Biasanya, ada jeda dua hingga empat tahun antara data tahun terakhir dan saat ini karena proses pelaporan PBB itu. Mari kita ambil Hari Overshoot Negara 2020, negara Swiss, misalnya, menggunakan edisi 2019 (dengan data untuk 2016):
- Jejak Ekologis untuk Swiss adalah 4,64 gha per orang (tahun 2016)
- Biokapasitas global 1,63 gha per orang (tahun 2016)
- Oleh karena itu, dibutuhkan (4,64 /1,63) = 2,8 Bumi jika semua orang hidup seperti Swiss.
- Global hektare(gha) adalah unit penghitungan untuk Ecological Footprint dan Biocapacity Accounts. Produktivitas dengan bobot hektar produktif biologis ini memungkinkan para peneliti untuk melaporkan baik biokapasitas bumi atau suatu wilayah dan permintaan akan biokapasitas (Jejak Ekologis).
ATAU kita dapat menentukan Hari Overshoot Swiss, mengingat tahun 2020 adalah tahun kabisat, karena 366*(1,63/4,64) = hari ke-129 dalam setahun. Hari ke-129 tahun 2020 adalah 8 Mei, Hari Overshoot Swiss. Negara ini sejak 9 Mei telah melahap jatah sumberdaya tahun 2021.
Tidak semua negara akan mengalami overshoot day. Melalui persamaan overshoot negara di atas, suatu negara hanya akan mengalami hari overshoot jika Jejak Ekologis per orangnya lebih besar dari biokapasitas global per orang (1,63 gha). Oleh karena itu, negara-negara yang Jejak Ekologis per orangnya kurang dari kapasitas hayati global per orang (1,63 gha) dan tidak memiliki Hari Overshoot tidak termasuk dalam daftar yang dibuat GFN. Dalam tahun kabisat, GFN membandingkan tanggal dengan 366 hari dalam setahun, bukan 365 hari biasanya.
Goal 12 pada Sustainable Development Goals (SGDs) adalah komitmen untuk konsumsi (dan produksi) yang berkelanjutan, tidak melampaui batas: Ensure sustainable consumption and production patterns. Hingga hari ini kenyataannya warga dunia telah melampaui batas dengan mulai konsumsi cadangan ekologis masa mendatang. Laporan SDG Global (2020) mencatat dunia masih melahap material bumi dengan tidak bijak. Global material footprint, misalnya pada tahun 2010 mencapai 73.2 milyar Metric tons meningkat menjadi 85.9 milyar Metric tons 2017. Limbah elektronik tumbuh sebesar 38% tetapi kurang dari 20% didaur-ulang (2010–2019). Subsidi bahan bakar fosil terus meningkat yang berkontribusi terhadap krisis iklim. Pada tahun 2015 subsidi ini mencapai $318 milyar dan $427 milyar pada 2018. Sektor pangan kehilangan 13,8% dalam proses supply chain (panen-transport-simpan-proses).
Apa yang harus dilakukan?
Lester R. Brown, salah satu pemikir masalah lingkungan dan pernah menjadi Presiden pada Worldwatch Institute, sebuah organisasi nonprofit yang menyingkap persoalan-persoalan global, mengatakan: “Signs of stress on the world’s principle biological system–forests, fisheries, grassland, and croplands–indicate that in many places these systems have already reached the breaking point. Expecting these system to withstand a tripling or quadrupling of population pressures defies ecological reality (The Twenty‐Ninth Day: Accommodating Human Needs and Numbers to the Earth’s Resources, 1978).” Harus ada perubahan radikal dan cara baru dalam memanfaatkan sumberdaya alam yang tersisa. Cara-cara konsumtif dan ekstraktif selama lebih dari duaratus tahun ini harus diakhiri.
Karena itu seperti dicatat oleh Thomas Kuhn (The Structure of Scientific Revolution, 1996) “The significance of crises is the indication they provide that an occasion for retooling has arrived.” Retooling apa yang sudah mulai dibuat dan digunakan? Degrowth!
Sejak dimulai industrialisasi pada awal abad 18, pertumbuhan ekonomi menjadi andalan untuk meningkatkan pemenuhan kebutuhan manusia agar mencapai tingkat kenyamanan maksimal. Pada akhirnya menurut Johannes Eulera, dari Institute for Advanced Study in the Humanities (KWI), Essen, Germany (The Commons: A Social Form that Allows for Degrowth and Sustainability, 2018), pertumbuhan ekonomi bertanggungjawab atas banyak masalah di zaman kita, bahkan sangat kuat sejak munculnya gerakan degrowth. Padahal pengetahuan tentang masalah yang dihadapi telah tersedia sangat melimpah selama beberapa dekade. Makin serius ketika Laporan ke Club of Rome pada tahun 1972 terbit.
Klaim normatif untuk keberlanjutan ekologi dan sosial — dan yang lebih belakangan ini “pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan secara sosial” (Martínez-Alier et al. 2010) telah pula disajikan.
Degrowth dapat dilihat sebagai upaya yang berkelanjutan secara sosial dan ekologis masyarakat dengan mengurangi pertumbuhan ekonomi. Dari perspektif ekologi, degrowth menyiratkan degrowth fisik atau perampingan throughput ekonomi yang diukur dengan aliran material dan energi. Gerakan degrowth meskipun merupakan gerakan pinggiran ia adalah retooling, new paradigm yang mestinya menjadi perbicangan serius saat ini dan mendatang. Pertumbuhan ekonomi meskipun disertai dengan hijau, berkelanjutan, sirkuler dan seterusnya mungkin tidak menghentikan ketamakan untuk tumbuh. Itu seperti menggunakan alat lama untuk persoalan baru. Lebih lanjut tentang degrowth bisa dibaca buku “Degrowth: a vocabulary for a new era” (diedit oleh Giacomo D’Alisa, Federico Demaria and Giorgos Kallis (2014).
Sejauh ini perdebatan degrowth bertumpu pada seberapa banyak perampingan yang diperlukan untuk keberlanjutan dan apakah ada skala ekonomi yang optimal. Dari sini akan ditemukan titik optimalnya. Jika ada niat dan kesungguhan untuk bertindak dengan menggunakan alat baru untuk menghadapi persoalan baru: sustainable degrowth.