—Dwi R. Muhtaman—
Bogor, 16102018
#BincangBuku #05
“Taking rest seriously also helps bring more of your life into clearer focus.” (Alex Soojung-Kim Pang. “Rest.”)
“It is the unemotional, reserved, calm, detached warrior who wins, not the hothead seeking vengeance and not the ambitious seeker of fortune.” (Chinese general Sun Tzu wrote in The Art of War)
“Both in fighting and in everyday life you should be determined though calm.” (In The Book of Five Rings, written around 1645, Japanese swordsman Miyamoto Musashi).
Dalam dua hari ini saya terkena cacar air—sebuah penyakit yang mestinya sudah saya alami waktu kecil. Tetapi rupanya virus cacar hanya bercokol di tulang belakang saya dan baru dua hari inilah “the time has come,” katanya untuk memanifestasikan bentuknya. Seperti banyak orang, ketika sakit maka waktunya untuk rehat, istirahat. Sakit seolah-olah menjadi pertanda alamiah bahwa kondisi tubuh kita sudah buruk dan untuk itu perlu istirahat. Padahal, apa enaknya istirahat ketika sakit? Karena cacar menular dan saya terisolasi dalam kamar, maka ini kesempatan yang baik untuk melanjutkan membaca buku yang sebagian saya baca dua bulan lalu: “Rest: why you get more done when you work less ditulis oleh Alex Soojung-Kim Pang.” (2016).
Buku ini terdiri dari dua bagian. Bagian 1: Stimulating Creativity. Yang mengupas cara-cara merangsang kreatifitas yang semuanya merupakan cara rehat: misalnya bekerja 4 jam sehari dan sisanya jalan-jalan cari inspirasi, tidur, atau melakukan sesuatu yang berbeda. Bagian ini disertai dengan contoh orang-orang yang melakukannya. Tokoh-tokoh seperti Charles Dickens, Henri Poincaré, dan Ingmar Bergman, yang bekerja di bidang-bidang berbeda di waktu yang berbeda, mencintai pekerjaan mereka, mempunyai ambisi yang luar biasa untuk berhasil. Namun ketika kita amati lebih dekat kesehariannya mereka hanya menghabiskan beberapa jam sehari (empat jam) untuk melakukan yang kita anggap sebagai pekerjaan terpenting mereka. Sisa waktu? Mereka mendaki gunung, tidur siang, berjalan dengan teman, atau hanya duduk dan berpikir. Kreativitas dan produktivitas mereka, dengan kata lain, bukanlah hasil kerja keras yang tak ada habisnya. Prestasi kreatif menjulang mereka hasil dari jam kerja sederhana.
Bagian 2: Sustaining Creativity. Ini lebih pada bagaimana bisa menjaga stamina kreatifitas, juga dengan cara-cara rehat. Misalnya cari tempat mojok, olahraga, deep play dan sabatikal. Pada kondisi yang tepat, hobi dan aktivitas fisik menjadi apa yang disebut oleh para antropolog dan psikolog sebagai deep play — kegiatan yang memberi kesenangan pada diri sendiri, dan bisa memberi makna dan kepentingan pribadi. Bermain adalah salah satu hal terpenting yang kita lakukan. Istilah deep play ini dipopulerkan oleh antropolog yang tidak asing bagi kita di Indonesia, Clifford Geertz, dalam karya klasiknya tentang Balinese cockfighting (h. 253).
Saat ini kita hidup dalam dunia yang serba cepat. Kecepatan adalah segalanya. Para eksekutif hingga kaum pekerja biasa pun harus bekerja sepuluh hingga 14 jam sehari untuk bisa menghasilkan tugas dengan cepat dan tepat waktu. Kita sering mendengar kisah-kisah pebisnis atau eksekutif muda yang bekerja tanpa henti untuk mencapai puncak prestasi. Kota-kota besar digerakkan oleh orang-orang yang bekerja dari pagi hingga larut malam. Di jalanan penuh dengan orang-orang yang bergerak cepat. Adakah yang salah dengan semua itu? Alex Soojung-Kim Pang melakukan penelitian yang mendalam soal pentingnya istirahat agar mendapatkan produktifitas hidup yang lebih baik. Dia seolah-olah menegasikan pandangan umum bahwa bekerja tanpa mengenal waktu adalah cara terbaik untuk berkarya. Penelitian yang dituangkan dalam buku Rest ini dikupas dengan menyertakan 48 halaman bibliografi yang lengkap.
“PADA JUNI 1942, Dwight Eisenhower ditunjuk sebagai Komandan Jenderal dari the European Theater of Operations for the US Army. Eisenhower adalah seorang pemikir yang dihormati dan bintang yang cemerlang pada jajaran senior militer pada tahun 1940 dan 1941. Posisi barunya waktu itu adalah mengawasi perencanaan invasi militer ke Afrika Utara, bersama rekan-rekan militer Inggrisnya, dan memenuhi tuntutan Winston Churchill agar Amerika bertindak lebih cepat. Ketika dia tiba di London, perang di Eropa sudah berlangsung selama hampir dua tahun, dan Eisenhower menemukan perlunya reorganisasi dan penyegaran komando.
Pada awal Agustus, menurut pembantunya, Harry Butcher, Eisenhower bekerja 15 hingga 18 jam sehari dan selalu terjaga di malam hari. Eisenhower memerintahkan Butcher untuk menemukan sebuah tempat mojok untuk melarikan diri dari tempat tugas sehari-harinya. Setelah menjelajahi kesana kemari di sekitar London, Butcher menemukan Telegraph Cottage, sebuah rumah kecil, bersahaja yang terletak jauh di atas lahan berhutan seluas 10 hektar. Pada musim panas dan musim gugur, ketika merencanakan Operasi Torch, invasi AS ke Afrika Utara, Eisenhower akan menyelinap ke situ. Di sana ia bermain golf, membaca novel koboi, bermain bridge, pergi berkuda di Richmond Park di dekatnya, dan menikmati kawasan pedesaan di situ. Hanya segelintir orang di luar staf Eisenhower yang tahu lokasi pondok itu. “Jika ada yang bisa menyelamatkannya dari gangguan mental,” kata sopirnya, Kay Summersby, “itu adalah Telegraph Cottage dan kehidupan baru yang menyenangkan.”
Kisah itu dituliskan Alex Soojung-Kim Pang (h. 202) pada bukunya untuk menggambarkan betapa pentingnya istirahat. Pada kondisi perang yang penuh ketegangan, super serius dan kewaspadaan tinggi, rehat memberi katarsis yang luar biasa. Saking pentingnya sebuah istirahat maka menurut penulis ini istirahat harus diperlakukan seperti halnya kita bekerja. Istirahat bukan sesuatu yang hanya diadakan disela-sela. Tetapi ia menjadi bagian yang serius. Karena itu pada pembuka di Bagian Pendahuluan Alex Soojung-Kim Pang tegas mengatakan “THIS IS A BOOK about work. It is also, of course, a book about rest. This sounds paradoxical, but it illustrates the book’s central idea.” Buku ini memang ditulis untuk mengupas tuntas tentang rehat—sesuatu yang seringkali tidak dianggap penting dalam mencapai produktifitas atau kreatifitas.
Kim Pang yang juga pendiri the Restful Company dan dosen tamu pada Stanford ini mengatakan bahwa banyak dari kita yang tertarik dengan cara bekerja lebih baik. Tetapi tidak terlalu memikirkan cara untuk beristirahat dengan lebih baik. Buku-buku produktivitas yang ditulis, banyak menawarkan cara mengatasi persoalan hidup, nasihat tentang cara menyelesaikan lebih banyak pekerjaan, atau cerita tentang apa yang dilakukan oleh CEO atau penulis terkenal. Hampir tidak ada yang menuliskan apapun tentang peran rehat dalam kehidupan atau karier orang-orang kreatif dan produktif.
Ketika disebutkan istirahat, kita cenderung memperlakukannya sebagai tidak lebih dari kebutuhan fisik atau ketidaknyamanan, sehingga perlu rehat.
Sementara itu buku-buku tentang istirahat atau rekreasi, tampak terutama membahas cara melarikan diri pekerjaan. Tidak pada hubungan cara meningkatkan kemampuan Anda untuk melakukan pekerjaan yang berarti.
Kita sering mendengar ungkapan orang pintar bisa bekerja lebih pintar, tidak lebih keras. Padahal orang kreatif tidak bekerja sama sekali, dalam bekerja mereka tidak menganggap sebagai bekerja. Banyak dari kita juga menggambarkan waktu luang sebagai kemewahan. Sehingga timbul kesan istirahat dan pekerjaan sesuatu yang bertentangan. Bahkan yang lebih problematis, kita menganggap istirahat semata-mata karena tidak adanya pekerjaan, bukan sebagai sesuatu yang berdiri sendiri atau memiliki kualitasnya sendiri. Istirahat hanyalah ruang negatif dalam kehidupan yang ditentukan oleh kerja keras dan target-target. Ketika kita mendefinisikan diri kita sendiri dengan pekerjaan kita sebagai sebuah dedikasi, maka kita melihat istirahat sebagai hal yang negatif, diperlukan sekedarnya. “If your work is your self, when you cease to work, you cease to exist.” Jika pekerjaan Anda adalah diri Anda sendiri, ketika Anda berhenti bekerja, Anda tidak ada lagi.”
Dalam buku yang berjumlah 391 halaman ini Kim Pang, mengatakan bahwa ada empat hal penting dalam menilai rehat. Pertama, rehat dan bekerja adalah sebuah mata uang. Dua-duanya diperlukan dan berfungsi untuk keseimbangan. Istirahat adalah komponen penting dari pekerjaan yang baik. Musisi kelas dunia, atlet Olimpiade, penulis, desainer, dan orang-orang yang berhasil dan kreatif lainnya bergantian melakukan kerja keras dan konsentrasi harian dengan istirahat panjang. Kedua, rehat adalah aktif. Ketika kita berpikir tentang istirahat, kita biasanya memikirkan kegiatan pasif: tidur siang, berbaring di sofa, menonton olahraga di televisi, atau nobar sepakbola atau serial TV populer. Itu satu bentuk istirahat. Tetapi aktivitas fisik rupanya justru memberi rasa rehat yang lebih besar daripada yang kita duga, dan istirahat mental juga lebih aktif daripada yang kita sadari.
Ternyata sejumlah orang kreatif — termasuk orang-orang dalam profesi yang biasanya kita anggap didominasi oleh orang-orang kutu buku, yang tidak melihat matahari selama berminggu-minggu — latihan yang berat, menantang fisik, bahkan mengancam jiwa adalah bagian penting dari rutinitas mereka. Berjalan setiap hari atau menghabiskan akhir pekan bekerja di kebun mereka. Ada yang selalu selalu latihan untuk maraton berikutnya; memanjat tebing atau mendaki gunung. Istirahat aktif adalah bagian dari pekerjaan mereka.
Ketiga, rehat adalah sebuah keahlian. Beristirahat itu seperti keahlian bernyanyi atau berlari. Setiap orang pada dasarnya tahu bagaimana melakukannya, tetapi dengan sedikit latihan dan pemahaman, Anda dapat belajar untuk melakukannya dengan jauh lebih baik. Anda dapat menikmati istirahat lebih dalam dan lebih segar dan memulihkan. Apa yang disebut deliberate rest adalah rehat yang memang disengaja, direncanakan. Ini merupakan istirahat yang secara psikologis dan fisik memulihkan, tetapi juga produktif secara mental. Istirahat yang disengaja akan membantu Anda pulih dari stres dan kelelahan, memungkinkan pengalaman dan pelajaran baru untuk memperkaya ingatan Anda, dan memberikan ruang pikiran bawah sadar Anda untuk tetap bekerja. Sering kali dalam periode deliberate rest — ketika Anda tidak dalam mode bekerja atau mencoba untuk bekerja — Anda bisa meletupkan ide terbaik Anda.
Keempat, deliberate rest stimulates and sustains creativity. Bekerja dan istirahat seperti malam dan siang: yang satu tidak dapat terjadi tanpa yang lain. Orang-orang yang super kreatif, istirahat yang disengaja memainkan peran penting dalam kehidupan kreatif mereka. Bekerja intens di pagi hari, ketika pikiran mereka segar kemudian berjalan-jalan atau tidur siang untuk menghidupkan kembali dan mempertahankan energi mereka sambil membiarkan pikiran bawah sadar mengembara dan menjelajah. Deliberate rest juga membuat kreativitas berkelanjutan. Banyak penulis hebat, ilmuwan, dan seniman yang berolahraga secara teratur, termasuk juga beberapa atlet yang antusias dan berprestasi. Mereka menyeimbangkan kehidupan yang sibuk dengan deep play— bentuk-bentuk istirahat yang secara psikologis bersifat restoratif, aktif secara fisik, dan secara pribadi bermakna. Mereka selalu memperbarui cadangan kreatif mereka dengan memanfaatkan cuti, retret di mana mereka bebas melakukan perjalanan, menjelajahi ide-ide baru, dan menumbuhkan minat-minat baru.
Istirahat dari pekerjaan sehari-hari — sosiolog menyebutnya sebagai detachment, kemampuan untuk mengabaikan sama sekali perkerjaan dari pikiran Anda dan memperhatikan hal-hal lain — ternyata sangat penting sebagai sumber pemulihan mental dan fisik dari pekerjaan. Sangat penting bagi mereka yang bekerja pada situasi pekerjaan dengan high-stress yang membutuhkan banyak fokus dan kendali emosional, seperti wartawan atau penegakan hukum. Tetapi juga penting bagi orang-orang yang menyukai pekerjaan mereka, yang perfeksionis dan penuh dengan passion. Ini adalah kebutuhan bagi orang-orang yang ingin melakukan pekerjaan terbaik mereka untuk dapat melepaskan diri dari tempat kerja, memiliki waktu untuk memulihkan energi mental dan fisik mereka. Untuk individu, kejenuhan dapat menyebabkan kelelahan emosional, penurunan kinerja, pengambilan keputusan yang lebih buruk, empati yang lebih rendah, dan tingkat kesalahan yang lebih tinggi. Untuk organisasi, kejenuhan berkontribusi pada penurunan produktivitas, tempat kerja yang lebih tertekan dan tidak bahagia, dan turnover yang lebih besar (h. 204).
Selama hidup kita, demikian Kim-Pang menuliskan pada penghujung bukunya, istirahat yang disengaja (deliberate rest) memulihkan energi Anda, memberi Anda lebih banyak waktu, membantu Anda melakukan lebih banyak, dan membantu Anda fokus melakukan hal-hal yang paling penting sambil menghindari yang tidak penting. Ini membantu Anda menciptakan kehidupan di mana Anda dapat menemukan tantangan yang harus Anda ambil dan tugas berat yang paling bermanfaat, dan mengumpulkan energi serta memiliki waktu dan kebebasan untuk menghadapinya. Menciptakan kehidupan yang bermanfaat, kehidupan yang memiliki tujuan dan kesenangan, kerja dan penghargaan, dalam bentuk yang sama. Hidup itu terasa sempurna dan menggunakan waktu dengan bermanfaat (h. 310).
Buku ini memberi contoh-contoh yang menarik dari orang-orang yang sukses bukan karena bekerja tanpa kenal waktu. Tetapi mereka yang sukses karena menjaga keseimbangan yang baik antara bekerja dan rehat. Bahkan karena rehatlah mereka bisa menemukan karya-karya besar. “…. to believe that world-class performance comes after 10,000 hours of practice. But that’s wrong. It comes after 10,000 hours of deliberate practice, 12,500 hours of deliberate rest, and 30,000 hours of sleep.”
Maka kita perlu berpikir ulang dengan slogan ini: “Kerja. Kerja. Kerja.” Akan lebih baik jika kita ubah menjadi: “Rehat. Rehat. Rehat.”