Indonesia merupakan negara yang menjadi sorotan dunia atas maraknya perdagangan kayu illegal yang berujung pada deforestasi. Tanpa pengawasan yang tegas dan keras dalam menegakkan hukum lingkungan, ilmu silvikultur, hingga manajemen hutan, rimba Indonesia merana. Kini 34 juta hektare tutupan hutan hilang dan 49% hewan endemik lenyap.
Sertifikasi di gadang-gadang sebagai alat yang dapat menekan kerusakan hutan. Sistem penilaian yang ketat dalam mengatur perdagangan kayu internasional diyakini dapat memaksa pengelola hutan menahan diri untuk tidak membabi buta dalam produksi kayu. Konsep kelestarian dalam sertifikasi hutan menjadi muara kritik terhadap kerusakan lingkungan dan kepentingan industri yang mengolah hasil-hasil sumber daya alam.
Harga kayu dan pasar tidak otomatis menjadi reward bagi hutan yang telah mendapatkan sertifikat lestari. Tidak mengherankan banyak pihak kemudian meragukan fungi dan manfaat sertifikasi dalam mengelola hutan. Hal ini diperkuat pada fakta bahwa sertifikasi kehutanan berkelanjutan tidak mampu menyelesaikan seluruh isu sosial, lingkungan, legalitas, terkait kehutanan. Pada akhirnya timbul debat berkelanjutan yang berporos pada definisi sustainability bercampur personal incredulity, dan mempertentangkan praktik kehutanan dan sertifikasi kehutanan berkelanjutan. Hasilnya debat ini membiarkan kondisi kehutanan yang seadanya hingga berkelanjutan yang ditambah dengan tenaga lapangan yang kurang kompeten.
Namun dalam perjalanannya sertifikasi hanyalah merupakan alat untuk pasar kayu dan bukan untuk menjawab akar permasalahan sebenarnya dari kerusakan hutan di Indonesia. Skema voluntary ataupun mandatory akan selalu dipandang sebagai alat yang belum bisa membawa hutan Indonesia menjadi lebih baik. Terlebih lagi kondisi kelembagaan di Indonesia yang memiliki banyak aturan yang harus dipatuhi oleh pengelola hutan. Beban yang harus ditanggung pengelola hutan atas nilai dan biaya transaksi yang tinggi dari aturan pemerintah yang wajib diikuti membuat kelestarian hutan semakin jauh dari kenyataan.
Tujuan
1. Membongkar apa saja inovasi terbaru yang diterapkan oleh skema sertifikasi hutan dalam mendorong pengelolaan hutan alam yang lestari.
2. Mampukan FSC menjawab tantangan dalam mewujudkan kelestarian hutan di Indonesia
Pembicara :
Pembicara 1 : Bapak Hartono Prabowo (FSC)
Pembicara 2 : Bapak Herman Prayudi (APHI)
Waktu pelaksanaan :
Selasa, 14 Juli 2020. Jam 10.00 WIB
Sertifikasi di gadang-gadang sebagai alat yang dapat menekan kerusakan hutan. Sistem penilaian yang ketat dalam mengatur perdagangan kayu internasional diyakini dapat memaksa pengelola hutan menahan diri untuk tidak membabi buta dalam produksi kayu. Konsep kelestarian dalam sertifikasi hutan menjadi muara kritik terhadap kerusakan lingkungan dan kepentingan industri yang mengolah hasil-hasil sumber daya alam.
Harga kayu dan pasar tidak otomatis menjadi reward bagi hutan yang telah mendapatkan sertifikat lestari. Tidak mengherankan banyak pihak kemudian meragukan fungi dan manfaat sertifikasi dalam mengelola hutan. Hal ini diperkuat pada fakta bahwa sertifikasi kehutanan berkelanjutan tidak mampu menyelesaikan seluruh isu sosial, lingkungan, legalitas, terkait kehutanan. Pada akhirnya timbul debat berkelanjutan yang berporos pada definisi sustainability bercampur personal incredulity, dan mempertentangkan praktik kehutanan dan sertifikasi kehutanan berkelanjutan. Hasilnya debat ini membiarkan kondisi kehutanan yang seadanya hingga berkelanjutan yang ditambah dengan tenaga lapangan yang kurang kompeten.
Namun dalam perjalanannya sertifikasi hanyalah merupakan alat untuk pasar kayu dan bukan untuk menjawab akar permasalahan sebenarnya dari kerusakan hutan di Indonesia. Skema voluntary ataupun mandatory akan selalu dipandang sebagai alat yang belum bisa membawa hutan Indonesia menjadi lebih baik. Terlebih lagi kondisi kelembagaan di Indonesia yang memiliki banyak aturan yang harus dipatuhi oleh pengelola hutan. Beban yang harus ditanggung pengelola hutan atas nilai dan biaya transaksi yang tinggi dari aturan pemerintah yang wajib diikuti membuat kelestarian hutan semakin jauh dari kenyataan.
Tujuan
1. Membongkar apa saja inovasi terbaru yang diterapkan oleh skema sertifikasi hutan dalam mendorong pengelolaan hutan alam yang lestari.
2. Mampukan FSC menjawab tantangan dalam mewujudkan kelestarian hutan di Indonesia
Pembicara :
Pembicara 1 : Bapak Hartono Prabowo (FSC)
Pembicara 2 : Bapak Herman Prayudi (APHI)
Waktu pelaksanaan :
Selasa, 14 Juli 2020. Jam 10.00 WIB