halaman drm #32
Catatan-catatan Para Penjelajah Borneo: Dampier 1
Bajak Laut yang Jadi Penjelajah Pengetahuan (1679–1686)
Dwi R. Muhtaman
“Di pantai timur Borneo, kami menemukan
hutan-hutan tak berujung
dan sungai-sungai gelap.
Penduduk pesisir berdagang
damar, lilin, dan sarang burung
dengan pedagang Tiongkok dan Melayu…..”
— William Dampier (1697) – Pesisir Kalimantan
yang Liar & Perdagangan
— A New Voyage Round the World (Buku II, Ch. 16).
Daftar Isi
Kabut pagi baru saja tersibak ketika kapal Cygnet milik William Dampier merapat di muara Sungai Kayan pada tahun 1686. Bekas bajak laut yang berubah menjadi penjelajah ini tak menyangka, tanah yang kini disebut Kalimantan Utara akan memberinya petualangan paling berkesan dalam hidupnya. Dalam penjelajahannya itu rombongan Dampier menggunakan kapal besar (Cygnet) itu untuk pelayaran laut lepas. Tetapi juga menyediakan Perahu Dayung Kecil (proa): Untuk menyusuri sungai berhutan. Mereka kerap juga berjalan kaki hanya di sekitar permukiman pesisir (tidak masuk jauh ke pedalaman). Dengan perahu kecil proa itulah, Dampier menyusuri sungai-sungai gelap di pedalaman Malinau. Dalam bukunya A New Voyage Round the World (1697), ia menulis: “Hutan di sini begitu lebat hingga matahari tak kuasa menembusnya. Rumah-rumah panjang suku Dayak berdiri di tepian seperti benteng kayu, dengan tengkorak musuh bergantung di beranda—peringatan bagi siapa pun yang berniat jahat.”
“Pulau Borneo sangat besar, pedalamannya dihuni oleh orang liar bernama Dayak, yang berdagang besi dan opium dengan orang Melayu pesisir. Sungai-sungai adalah jalan raya mereka; semua perdagangan diangkut dengan perahu kecil yang mereka dayung… Hutan-hutannya begitu lebat hingga matahari nyaris tak menembusnya, dan udara dipenuhi dengung serangga. Di sungai-sungai berlumpur ini, buaya sebanyak ikan, dan sama berbahayanya dengan bajak laut yang bersembunyi di balik pulau-pulau kecil. Penduduk setempat mengambil damar, lilin lebah, dan sarang burung dari pedalaman untuk dijual kepada pedagang Tiongkok…”
Borneo pada abad 17 itu perdagangan antara orang asli dengan para pendatang dari luar sudah menjadi hal yang biasa. “Di pantai timur Borneo, kami menemukan hutan-hutan tak berujung dan sungai-sungai gelap. Penduduk pesisir berdagang damar, lilin, dan sarang burung dengan pedagang Tiongkok dan Melayu.” Namun perdagangan yang dilakukan melalui jalur sungai dan laut itu jauh dari rasa aman. “Mereka waspada terhadap orang asing, karena bajak laut sering menyergap kapal-kapal kecil.” Karena “..mereka sering dirampok oleh bajak laut Sulu, teror di laut ini.”
William Dampier dalam buku catatan perjalanannya — A New Voyage Round the World (Buku II, Ch. 16), menggambarkan suasana pesisir Kalimantan Utara yang masih liar, dengan ancaman bajak laut Sulu dan aktivitas perdagangan komoditas hutan. Ia menjelajahi wilayah Malinau, Nunukan, dan sekitarnya pada tahun 1686, berdasarkan bukunya A New Voyage Round the World yang diterbitkan pada1697. Rute yang dilalui pada 1686 itu adalah Berau → Muara Sungai Kayan (Malinau) → Nunukan → Tarakan → Filipina.
Buku yang merupakan catatan perjalanan itu juga mendokumentasikan penjelajahan Dampier di Malinau ketika menyusuri pedalaman Sungai Kayan dengan perahu kecil (proa), memasuki wilayah yang kini menjadi Kabupaten Malinau. Ia menggambarkan:
“Hutan di sini begitu lebat hingga matahari nyaris tak menembus. Orang-orang Dayak (yang ia sebut ‘Biaju’) hidup dalam rumah panjang di tepi sungai, dengan tengkorak musuh digantung di beranda. Mereka ahli membuat racun dari pohon ipoh untuk sumpitnya—satu tusuk bisa membunuh babi hutan dalam hitungan menit.”
(A New Voyage, Buku II, Ch. 16*).
Dalam catatannya Dampier melihat ritual pengayauan (pemenggalan kepala) sebagai bagian dari budaya. Ia juga mencatat perdagangan damar dan rotan antara Dayak dengan pedagang Melayu pesisir. Namun menurut Diane dan Michael Preston dalam buku A Pirate of Exquisite Mind: Explorer, Naturalist, and Buccaneer: The Life of William Dampier, Dampier tidak menelusuri Sungai Kayan hingga hulu. Hanya sebagian kecil di hilir saja. Dampier tidak masuk jauh ke pedalaman Malinau karena: Ancaman suku-suku yang belum bersahabat. Medan sungai yang berbahaya (buaya dan jeram). Diane dan Michael berupaya menelusuri kehidupan William Dampier—dari “Pemuda yang Percaya Diri” menjadi “Pelaut Tua”—sambil menyoroti pencapaian dan kontribusinya bagi masyarakat.
Pada 1686, Dampier mengunjungi pesisir timur Kalimantan dengan kapal Cygnet. Menjelajahi muara sungai dan pantai Kalimantan Timur (sekitar Samarinda dan Berau). Bertemu dengan pedagang Melayu, Bugis, dan perompak Sulu. Menggunakan perahu kecil (proa) untuk menyusuri sungai-sungai berhutan.
Sementara itu Dampier juga mampir di perairan sekitar Nunukan, dan menemukan:
“Pulau-pulau kecil ini menjadi sarang lanun (bajak laut) Sulu. Mereka bersembunyi di balik karang, menunggu kapal pedagang yang membawa emas dari Filipina. Orang Tidung di pesisir hidup miskin, mengumpulkan teripang untuk dijual ke Tiongkok.”
(A New Voyage, Buku III, Ch. 4*).
Teripang dan sarang burung walet komoditas utama. Bajak laut Sulu sering menyerang permukiman Tidung. Dalam sketsa pribadinya, ia menandai Nunukan sebagai “Pulo Nonyukan”—catatan Eropa pertama tentang pulau ini. Kemudian Dampier singgah sebentar di Tarakan, dan menyebutnya:
“Sebuah pulau rendah berawa-rawa, penuh nyamuk dan bakau. Orang Bugis berani saja berlabuh di sini untuk mengambil kayu gaharu.” (A New Voyage, Buku II, Ch. 16*).
Ia tidak menemukan adanya permukiman permanen—hanya pondok nelayan sementara. Dijadikan tempat persembunyian kapal bajak laut.
William Dampier: Kisah Bajak Laut di Karibia & Pasifik (1679–1686)
William Dampier (1651–1715) adalah seorang petualang Inggris yang terkenal sebagai salah satu penjelajah pertama yang mengelilingi dunia tiga kali. Ia juga seorang ahli hidrografi dan naturalis yang catatan perjalanannya memengaruhi ilmu pengetahuan abad ke-17. Seperti ditegaskan Preston, dialah—bukan James Cook—orang Inggris pertama yang memimpin ekspedisi ke Australia dan mendokumentasikan alamnya. Sebagai bajak laut, penulis perjalanan, ahli hidrografi, dan naturalis yang tiga kali mengelilingi dunia, catatan-catatan Dampier memengaruhi banyak tokoh besar, mulai dari von Humboldt, James Cook dan Darwin (sains) hingga Defoe dan Swift (sastra).2 Dampier awalnya bajak laut ‘resmi/legal’ (privateer) yang beroperasi di Karibia dan Pasifik. Dialah yang menjadi orang pertama yang memetakan angin pasat dan arus laut.
Sebelum menjadi penjelajah terkenal, William Dampier adalah bajak laut (privateer) yang beroperasi di perairan Karibia dan Pasifik. Awal karier sebagai Bajak Laut dimulai pada 1679. Ia bergabung dengan krunya Captain Bartholomew Sharp, seorang privateer Inggris yang beroperasi di Karibia. Motif utamanya adalah merampok kapal Spanyol untuk emas, perak, dan komoditas kolonial—bukan sekadar kriminal, tapi juga “perang ekonomi” antara Inggris dan Spanyol. Ia mendapatkan status “Privateer” resmi dan mendapat izin kerajaan Inggris (letter of marque) untuk menyerang musuh Inggris, tapi sering melampaui batas.
Aksi perompakan terkenal yang pernah dilakukan antara lain serangan ke Porto Bello (1680). Targetnya kota pelabuhan Spanyol di Panama (pusat emas Amerika Selatan). Mereka berhasil merampok 50 ton perak dan merusak benteng Spanyol. “Kami membakar gudang tembakau dan menyita anggur Spanyol… Tapi yang paling berharga adalah peta navigasi rahasia yang kami curi dari kapal mereka.” Lalu merampok Kapal Santo Rosario (1681) yang berlokasi di lepas pantai Peru. Merampas emas batangan, mutiara, dan naskah navigasi rahasia. Dalam perompakan kali ini Dampier justru tertarik pada naskah navigasi rahasia, buku catatan kapal Spanyol yang berisi rute ke Pasifik.3
Aksi lainnya adalah penjarahan di Filipina (1686). Sebelum ke Borneo, Dampier dan krunya menyamar sebagai pedagang di Manila. Targetnya adalah kapal Spanyol yang membawa sutra Tiongkok dan keramik.
Keberhasilan perompakan yang dilakukan Dampier dan krunya adalah karena taktik Bajak Lautnya yang dianggap mujarab dan penuh tipudaya. Ia selalu melakukan penyamaran. Mengibarkan bendera palsu (sering Belanda atau Spanyol) untuk mendekati korban. Atau melakukan serangan kilat. Menyerang kapal dagang di malam hari saat awak lengah. Dan cermat menyergap dengan menggunakan pemetaan. Dampier selalu mencatat rute pelayaran dan kekuatan musuh—ini yang membedakannya dari bajak laut biasa.
Rupanya kehidupan bajak laut di samudra tak memberinya kepuasan. Pekerjaan itu membosankannya. Karena itu ia mulai beralih menjadi penjelajah. Penjelajah pengetahuan. 1688 mulai muak dengan kehidupan bajak laut setelah melihat kekejaman rekan-rekannya. Ia mulai tertarik pada botani dan etnografi (selama merampok, ia mengumpulkan catatan tentang tumbuhan dan budaya lokal). Dan ia ingin mendokumentasikan dunia alih-alih menjarahnya.
Masa-masa kelamnya sebagai perompak justru memberinya pengalaman navigasi dan pengetahuan alam yang keluar membentuknya menjadi ahli geografi legendaris. “Kami membakar gudang tembakau dan menyita anggur Spanyol… Tapi yang paling berharga adalah peta navigasi rahasia yang kami curi dari kapal mereka.”
William Dampier menjelajahi Borneo, termasuk wilayah yang sekarang dikenal sebagai Kalimantan Utara (Tarakan, Nunukan, Malinau, dan sekitarnya), pada tahun 1686. Ekspedisi ini tercatat dalam bukunya yang terkenal, A New Voyage Round the World (1697).4
Pada 1686 Dampier tiba di pesisir timur Kalimantan dengan kapal Cygnet, menyusuri wilayah sekitar Berau dan Sungai Kayan (masuk ke daerah yang kini termasuk Kabupaten Bulungan dan Malinau). Ia juga mengunjungi pulau-pulau kecil di Laut Sulu (dekat Nunukan), yang saat itu menjadi sarang bajak laut. Catatannya menggambarkan Tarakan sebagai pulau berawa-rawa yang dihuni nelayan Tidung dan menjadi tempat persinggahan pedagang Bugis.
Selama menjelajahi Borneo ia berkunjung ke Pesisir Timur Kalimantan (sekitar Berau dan Samarinda) dengan menyusuri Sungai Berau dan Sungai Mahakam. Mengamati perdagangan damar, sarang burung walet, dan lilin lebah. Melintasi pulau-pulau kecil di Laut Sulu untuk menghindari serangan bajak laut Sulu yang mengintai kapal kecil. Ketika mampir di permukiman Melayu & Bugis ia bertemu pedagang yang menukar opium dan kain dengan hasil hutan Dayak.
Setiap melakukan perjalanan tentu Dampier dan rombongan menjumpai (sengaja atau tidak) dengan penduduk lokal. Di Borneo itu ia bertemu dengan Orang Dayak yang dalam catatannya, Dampier menyebut mereka “liar” tapi terampil berburu dengan sumpit beracun. Dia terpesona oleh senjata sumpit beracun suku Dayak ini. “Mereka mengambil getah dari pohon ipoh yang mematikan. Seekor babi hutan besar rubuh hanya dalam hitungan menit setelah terkena anak sumpit.”5
Sebutan liar ini menunjukkan bias kolonial yang menilai orang lain demikian, meskipun mengagumi keterampilan berburu mereka.
Terdapat juga pedagang Melayu & Bugis yang seringkali menjadi perantara perdagangan dengan Tiongkok. Perjumpaan yang paling menegangkan dan ditakuti adalah ketika berjumpa dengan Bajak Laut Sulu. Inilah ancaman utama di perairan Kalimantan Timur. Di perairan Nunukan, Dampier menemukan dunia yang kontras: “Pulau-pulau karang ini menjadi sarang bajak laut Sulu yang ganas. Mereka bersembunyi di balik terumbu, mengintai kapal pedagang yang membawa emas dari Filipina. Sementara itu, orang-orang Tidung di pesisir hidup miskin, mengumpulkan teripang untuk dijual ke negeri Tiongkok.”
Peta kunonya yang tersimpan di Maritime Museum London mencatat Nunukan sebagai “Pulo Nonyukan”—dokumen Eropa pertama yang menyebut pulau ini.
Tarakan: Pulau Berawa yang Terlupakan
Singgah sebentar di Tarakan, Dampier mencatat pemandangan suram:
“Pulau rendah ini adalah kerajaan nyamuk dan bakau. Hanya para pedagang Bugis yang berani berlabuh untuk mengambil kayu gaharu yang harum. Bahkan bajak laut pun enggan tinggal lama di sini.”
Heather Doody mengupas buku A Pirate of Exquisite Mind: Explorer, Naturalist, and Buccaneer: The Life of William Dampier, Diane dan Michael Preston.6 Buku ini berupaya menelusuri kehidupan William Dampier—dari “Pemuda yang Percaya Diri” menjadi “Pelaut Tua”—sambil menyoroti pencapaian dan kontribusinya bagi masyarakat. Tujuan mereka jelas: menghidupkan kembali sosok yang pernah berpengaruh namun kini terlupakan sejarah.
Sebagian besar sumber primer tentang kehidupan Dampier berasal dari tulisannya sendiri, yang pasti bias. Penulis buku ini berusaha mengatasi masalah ini dengan membandingkan versi terbitan A New Voyage Round the World dengan naskah awalnya, untuk memahami proses pemikirannya serta hal-hal yang sengaja dihilangkan oleh Dampier atau penerbitnya. Meski mereka mengakui bahwa “Apa yang dipilih penulis—atau yang dianggap aman oleh penerbit—sering jauh dari kisah seutuhnya”, buku ini kadang terkesan terlalu memuja Dampier, yang menjadi kelemahan utamanya.
Ketika beralih ke sumber di luar tulisan Dampier—seperti jurnal, buku harian, catatan perjalanan orang sezamannya, serta dokumen hukum dan log kapal—gambaran tentang Dampier berubah drastis. Awalnya, ia digambarkan sebagai orang yang membenci kekejaman dan mendukung demokrasi di kapal. Namun, saat diberi kendali atas kapal angkatan laut, ia tiba-tiba berubah menjadi kapten yang tirani, yang tidak tahan dengan kebencian anak buahnya hingga dilaporkan atas kekejamannya. Perubahan sikap ini mungkin disebabkan oleh bias dalam sumber-sumber tersebut, tetapi penulis buku tidak mencoba menjelaskan kontradiksi ini. Alih-alih, mereka menyimpulkan karakter Dampier dalam epilog dengan kalimat: “Ia percaya pada kode demokrasi bajak laut dan hak setiap orang untuk menentukan hidup mereka.” [331] Ini sangat berbeda dengan gambaran Dampier yang bekerja dengan Kapten Swan di Cygnet untuk “membujuk massa yang tak berpikir” mengikuti rute pilihannya.
Meski memiliki kelemahan, A Pirate of Exquisite Mind berhasil mencapai tujuannya: mengembalikan posisi historis Dampier sebagai kontributor di berbagai bidang, mulai dari oseanografi hingga botani hingga fiksi. Dipadukan dengan kisah petualangan laut dan fakta-fakta acak—mulai dari kotoran hingga ganja—buku ini memiliki daya tarik bagi semua pembaca, sebagaimana karya sejarah populer yang baik. Namun, analisis yang lebih objektif diperlukan agar argumennya meyakinkan sepenuhnya.
Yang menarik, buku ini berhasil menangkap semangat zamannya sehingga bisa dinikmati baik oleh pembaca biasa maupun ahli. Gaya penulisan Preston—kaya deskripsi dan detail—mengikuti gaya Dampier sendiri, mungkin karena mereka juga melakukan perjalanan serupa. Dalam hal penggambaran yang membangkitkan indra, buku ini hampir terasa seperti novel, memberi pembaca “rasa” akan tempat, zaman, dan keadaan di mana Dampier hidup.7
Privateer pada Abad ke-17
Pada Abad ke-17 ada perbedaan yang nyata antara apa yang disebut sebagai Privateer dengan Pirate (bajak laut). Privateer adalah kegiatan merompak (nyaris sama dengan perompak umumnya) tetapi privateer merupakan sebuah bisnis yang “Resmi” dan Umum direstui oleh negara dimana privateer itu berasal. Pada masa William Dampier (akhir abad ke 17), privateer (perompak berizin) adalah praktik legal dan umum di Eropa, terutama di tengah persaingan kolonial antara Inggris, Spanyol, Belanda, dan Prancis. Mengapa Privateer Diizinkan? Privateer adalah alat yang digunakan para imperium sebagai Perang Proksi: Negara-negara Eropa enggan berperang langsung, jadi mereka menyewa privateer untuk menyerang kapal musuh. Negara atau kerajaan mengeluarkan Surat Izin (Letter of Marque): Privateer mendapat izin resmi dari pemerintah (misal: Raja Inggris) untuk merampok kapal negara musuh. “Privateer seperti Dampier beroperasi dalam kerangka hukum letter of marque, tetapi sering melampaui batas.”8 Bahkan Henry Morgan (privateer Inggris) diangkat jadi gubernur Jamaika setelah sukses menyerang Spanyol. “Privateer adalah senjata perang ekonomi—mereka membawa surat izin resmi, membayar pajak, dan diadili jika melanggar. Pirate adalah penjahat tanpa negara.”9
Dengan mengerahkan privateer negara bisa menghemat biaya angkatan laut dengan “mengalihdayakan” perang ke swasta– sesuatu yang pada Abad 21 ini apa yang disebut privatisasi organ-organ perang. 10 “Catatan keuangan ekspedisi Sharp menunjukkan pembagian rampasan yang tidak merata, memicu pemberontakan awak.” 11 Sementara itu pada Treaty of Utrecht disebutkan bahwa “Privateer harus membawa komisi dari pemerintah sah. Pirate yang menyerang tanpa izin akan dihukum mati.” 12
Pendapatan keuangan sebagai Privateer seperti Dampier sebetulny acukup menarik. Meskipun tentu saja kekayaan privateer yang diperoleh sangat bervariasi, tergantung target rampasan dan keberuntungan. Estimasi Pendapatan Dampier pada 1680–1686, selama 6 tahun jadi privateer, mungkin mengumpulkan £5.000–£10.000(setara Rp 10–20 miliar hari ini). Tapi ia tidak kaya, karena sering gagal (banyak ekspedisi berakhir tanpa rampasan). Dampier lebih tertarik pada sains daripada menimbun harta. Karena itulah ia beralih profesi: jadi penjelajah dan penulis. Sebab bagi Dampier “Lebih mudah mendapat emas dengan merampok Spanyol daripada dengan bertani… Tapi emas itu cepat habis, sementara pengetahuan dari pelayaran tak ternilai.”
Peta Konsep Perbedaan Privateer dengan Bajak Laut (Pirate):
Kriteria | Privateer | Pirate |
Status Hukum | Legal (dengan letter of marque) | Ilegal |
Target | Musuh negara pemberi izin | Semua kapal |
Akibat Tertangkap | Tahanan perang | Digantung |
Contoh Tokoh | Sir Francis Drake | Blackbeard |
Maka selama penjelajahan di tanah-tanah baru ia menjadi menjadi orang Eropa pertama yang mendeskripsikan spesies baru kayu ulin (Eusideroxylon zwageri): “Kayu sekeras besi, tak termakan rayap,” tulisnya. Juga mendeskripsikan burung enggang (Rhinoplax vigil) yang “Paruhnya seperti helm perang, dihargai orang Tiongkok.”
Kecintaan pada pengetahuan itu yang juga mengantarkan Dampier untuk mewariskan catatan peta kuno Borneo: Deskripsinya tentang geografi dan etnografi menjadi referensi Eropa abad ke-18. Pengaruh sastra: Kisahnya menginspirasi Robinson Crusoe (Daniel Defoe) dan Gulliver’s Travels (Jonathan Swift).13 “Aku lelah melihat darah. Laut memberiku dua pilihan: menjadi perompak atau penjelajah. Aku memilih yang terakhir.”
Setahun menjelajahi Kalimantan Utara, pada 1687–1688, setelah meninggalkan Borneo, Dampier melanjutkan pelayaran ke Filipina dan Australia. Ia tidak kembali ke Borneo dalam ekspedisi selanjutnya. Tapi catatannya tentang Tarakan, Nunukan, dan Malinau tetap menjadi dokumen bersejarah—saksi pertama Eropa tentang kehidupan di ujung Borneo yang terlupakan.
“Di sini aku belajar bahwa hutan dan laut menyimpan lebih banyak rahasia daripada semua peta di Eropa.”
— Catatan terakhir Dampier tentang Borneo
Jejaknya tak terhapus.
***
Tanjung Selor-Tarakan, 21 Juni 2025
1 Penelusuran sejarah dan penghimpunan data dalam artikel ini dilakukan dengan menggunakan ChatGPT dan DeepSeek. Penulis berusaha melakukan pemeriksaan langsung pada sumber-sumber yang disebutkan oleh dua platform chatbot itu. Penelusuran langsung jika memungkinkan penting dilakukan karena dua platform cerdas itu tidak sepenuhnya cerdas. Pada bagian-bagian tertentu mereka mencampuradukkan berbagai sumber dan menyimpulkan sendiri sehingga jika dilacak pada sumber aslinya yang disebutkan malah tidak ada. Karena itu sebagai peringatan bagi para pembaca, jika ingin membaca lebih lengkap atau memastikan validitas dari semua data dan informasi dalam artikel ini disarankan untuk merujuk langsung pada sumber-sumber yang dicantumkan atau verifikasi pada sumber lainnya. Artikel ini ditulis sebagai pengetahuan saja tentang topik yang dibahas. Semoga bermanfaat. Penulis mempunyai arsip sebagian sumber dalam artikel ini. Jika diperlukan dan ingin mendapatkannya silakan hubungi pada email dwi.muhtaman@re-markasia.com.
2 Heather Doody, review of A Pirate of Exquisite Mind: Explorer, Naturalist, and Buccaneer: The Life of William Dampier, by Diana and Michael Preston, International Journal of Maritime History 16, no. 2 (December 2004): 413–414, https://doi.org/10.1177/084387140401600280.
3 Preston, D. (2004). A Pirate of Exquisite Mind: The Life of William Dampier; Dampier, W. (1697). A New Voyage… (Buku II, Ch. 1–5).
4 Fokus Eksplorasi di Borneo Utara:
- Tarakan & Nunukan: Dampier menyebutkan aktivitas perdagangan damar dan sarang burung walet, serta ancaman bajak laut Sulu.
- Malinau & Pedalaman: Ia mencatat kehidupan suku Dayak di hutan, termasuk penggunaan sumpit beracun dan ketergantungan pada sungai.
- Pesisir Bulungan: Menyebut interaksi dengan Kesultanan Bulungan yang masih awal (belum berkembang pesat seperti abad ke-18).
5 Referensi:
- A New Voyage Round the World (Dampier, 1697) – Edisi asli di British Library
- A Pirate of Exquisite Mind (Preston, 2004) – Biografi modern
- Logbook kapal Cygnet (Arsip Maritime Museum London)
6 Heather Doody, Op. cit.
7 Heather Doody, Op.cit.
8 Peter Earle, The Pirate Wars (London: Methuen, 2003), 45–48.
9 Peter Earle, The Pirate Wars (London: Methuen, 2003), 30.
10 Appleby, John C. *Women and English Piracy, 1540-1720: Partners and Victims of Crime*. Woodbridge: Boydell Press, 2013. Bab 2 membahas perbedaan hukum antara privateer dan pirate dalam konteks gender. Beberapa referensi yang bisa juga dirujuk adalah Peter Earle, The Pirate Wars (London: Methuen, 2003), 45–48.
Jan Rogoziński, The Wordsworth Dictionary of Pirates (Hertfordshire: Wordsworth Editions, 1999), s.v. “Privateer.” “Accounts of the Expedition Led by Captain Bartholomew Sharp, 1680–1681,” Admiralty Records (ADM 1/5302), The National Archives, London, UK. Earle, Peter. The Pirate Wars. London: Methuen, 2003.
Halaman 23-45 menjelaskan kriteria legal privateer berdasarkan letters of marque.
Rogoziński, Jan. Honor Among Thieves: Captain Kidd, Henry Every, and the Pirate Democracy in the Indian Ocean. Mechanicsburg: Stackpole Books, 2000. Halaman 67-89 membandingkan operasi pirate vs. privateer di Samudera Hindia. Starkey, David J. British Privateering Enterprise in the Eighteenth Century. Exeter: University of Exeter Press, 1990. Bab 1 mendefinisikan privateer sebagai “bisnis perang yang dilegalisasi”.
11 “Accounts of the Expedition Led by Captain Bartholomew Sharp, 1680–1681,” Admiralty Records (ADM 1/5302), The National Archives, London, UK.
12 Treaty of Utrecht (1713), Pasal 12, Arsip Nasional Belanda.
13 Dampier, W. (1697). A New Voyage Round the World. London: James Knapton.Preston, D. (2004). A Pirate of Exquisite Mind: The Life of William Dampier.