Rubarubu #24
The Ten Faces of Innovation:
Perawatan Wajah untuk Inovasi
Kisah Papan Tulis yang Berbicara
Bayangkan sebuah ruang rapat di rumah sakit anak-anak. Para perawat, dokter, dan manajer berkumpul untuk membahas sebuah masalah sederhana namun kritis: bagaimana mengurangi kecemasan pasien anak sebelum operasi? Solusi konvensional mungkin menambah pelatihan staf atau membuat brosur. Namun, tim dari IDEO—firma desain dan inovasi ternama—melakukan pendekatan berbeda.
Mereka mengirim seorang “Penjelajah” (The Anthropologist) untuk mengamati langsung. Dia memperhatikan sesuatu yang luput dari pandangan: anak-anak yang ketakutan justru sering kali dipaksa berbaring di tempat tidur sementara orang tua mereka berdiri, membuat si anak merasa kecil dan tak berdaya. Dari observasi ini, lahirlah solusi inovatif yang sederhana namun powerful: “Papan Tulis Ajaib” di langit-langit kamar operasi. Saat anak berbaring, mereka bisa melihat papan tulis itu. Seorang perawat yang berperan sebagai “Pementas” (The Experience Architect) kemudian menggambar cerita-cerita lucu atau pesan penyemangat di atasnya, mengubah momen menakutkan menjadi pengalaman yang ajaib dan interaktif.
Kisah nyata ini, yang diangkat dari pengalaman IDEO, merupakan esensi dari buku Tom Kelley, “The Ten Faces of Innovation: Strategies for Heightening Creativity” (2005). Buku ini bukan tentang bagaimana menjadi jenius yang kesepian, melainkan tentang kekuatan kolaboratif—tentang peran-peran yang dapat kita mainkan untuk mengalahkan musuh inovasi yang paling berbahaya: “Si Penentang” (The Devil’s Advocate). Si Penentang ini mahir dalam menembak ide baru dengan kalimat seperti, “Kita sudah pernah coba itu,” atau “Itu tidak akan bekerja di sini.” Kelley berargumen bahwa untuk melawannya, kita perlu memperlengkapi tim kita dengan sepuluh “topeng” atau peran yang berbeda, yang masing-masing membawa perspektif unik untuk memecahkan masalah dan menciptakan nilai baru.
Kutipan Kunci: “The Devil’s Advocate encourages idea-wrecking. To beat him, you need new voices and new perspectives. You need the Ten Faces.” (Kelley, 2005, p. 5).
Mengurai Sepuluh Wajah Inovasi: Dari Pengamat hingga Penjaga
Kelley mengelompokkan sepuluh peran ini ke dalam tiga kategori besar, yang mencerminkan aliran natural dari proses inovasi: Mempelajari Manusia (Learning Personas), Mengorganisir Ide (Organizing Personas), dan Membangun Koneksi (Building Personas).
Kategori 1: Peran Pembelajar (Learning Personas)
Peran-peran ini membantu tim memahami konteks pengguna, pasar, dan teknologi secara lebih mendalam.
- The Anthropologist (Ahli Antropologi): Wajah ini adalah pengamat sosial yang handal. Mereka pergi ke “lapangan” untuk melihat bagaimana orang berinteraksi dengan produk, layanan, dan lingkungannya. Mereka mencari “WOW” moments—wawasan tak terduga dari perilaku sehari-hari.
- Elaborasi: Seorang Antropolog tidak hanya bertanya; mereka mengamati. Mereka melihat apa yang orang lakukan, bukan hanya apa yang mereka katakan. Di dunia saat ini, di mana data kuantitatif sering kali tidak menangkap nuansa emosional, peran ini menjadi kunci untuk memahami kebutuhan pelanggan yang tidak terucap. Relevansinya dengan Indonesia sangat tinggi. Dengan keberagaman budaya yang luar biasa, seorang Antropolog dapat mengungkap kebutuhan spesifik masyarakat Jawa yang mungkin berbeda dengan masyarakat Papua atau Minang, memastikan inovasi yang benar-benar kontekstual dan inklusif.
- Kutipan Pendukung: Seorang filsuf Cina kuno, Lao Tzu, pernah berkata, “To know yet to think that one does not know is best.” Seorang Antropolog mendekati masalah dengan kerendahan hati seperti ini, siap untuk belajar dari apa yang diamatinya.
- The Experimenter (Sang Eksperimentator): Wajah ini adalah pembuat prototipe yang tak kenal lelah. Mereka mencintai proses trial and error, dengan cepat membuat model kasar dari sebuah ide untuk mengujinya di dunia nyata. Mereka percaya pada filosofi “jangan cerita, tunjukkan” (don’t tell, show).
- Elaborasi: Di era start-up dan disruptsi digital, kemampuan untuk bereksperimen dengan cepat dan murah (melalui Minimum Viable Product) adalah sebuah keharusan. Eksperimentator memahami bahwa kegagalan adalah bagian dari proses menuju kesuksesan.
- The Cross-Pollinator (Sang Penyerbuk Silang): Wajah ini adalah jembatan antar-disiplin. Mereka mengambil inspirasi dari industri, budaya, atau bidang ilmu yang sama sekali berbeda dan menerapkannya ke dalam konteks masalah yang dihadapi.
- Elaborasi: Inovasi sering kali terjadi di persimpangan ide. Di Indonesia, kita bisa melihat bagaimana konsep “gotong royong” disilangkan dengan model platform digital untuk menciptakan aplikasi koordinasi bantuan bencana atau koperasi daring. Seorang Penyerbuk Silang melihat peluang di mana orang lain melihat tembok.
- Kutipan Pendukung: Steve Jobs sering kali mengutip pernyataan, “Creativity is just connecting things.” Inilah esensi dari Sang Penyerbuk Silang.
Kategori 2: Peran Pengorganisir (Organizing Personas)
Peran-peran ini membantu mengarahkan proses inovasi, memastikan ide-ide liar dapat diwujudkan dalam struktur organisasi.
- The Hurdler (Pelompat Rintangan): Wajah ini adalah pemecah masalah yang gigih. Mereka melihat hambatan—baik biaya, regulasi, atau birokrasi—sebagai tantangan yang harus diakali, bukan sebagai jalan buntu.
- Elaborasi: Di tengah kompleksitas regulasi dan infrastruktur yang masih berkembang di Indonesia, peran Pelompat Rintangan menjadi sangat vital. Mereka adalah pahlawan bagi para wirausaha sosial yang berusaha membawa perubahan di tengah keterbatasan.
- The Collaborator (Sang Kolaborator): Wajah ini adalah pemersatu yang membantu menyatukan tim yang beragam dan mendorong sinergi. Mereka memecahkan silo-silo departemen.
- Elaborasi: Kelley menekankan bahwa inovasi adalah olahraga tim. Dalam konteks Indonesia, nilai kekeluargaan dan musyawarah dapat menjadi fondasi yang kuat bagi peran ini, asalkan diarahkan untuk membangun konsensus yang progresif, bukan sekadar kompromi yang mandek.
- The Director (Sutradara): Wajah ini adalah pemimpin yang mengarahkan sumber daya, bakat, dan panggung untuk menciptakan “pertunjukan” inovasi yang sukses. Mereka memastikan semua pemain mengetahui peran mereka dan bergerak menuju tujuan yang sama.
Kutipan Kunci: “The Director assembles a talented cast and crew and sparks their creative talents.” (Kelley, 2005, p. 135)
Kategori 3: Peran Pembangun (Building Personas)
Peran-peran ini menerapkan wawasan dari para Pembelajar dan struktur dari para Pengorganisir untuk menciptakan solusi yang nyata dan berdampak.
- The Experience Architect (Arsitek Pengalaman): Wajah inilah yang hadir dalam kisah rumah sakit anak di awal tadi. Mereka berfokus pada perancangan pengalaman pengguna yang tak terlupakan, menyentuh, dan personal.
- Elaborasi: Di ekonomi modern, di mana produk dan layanan semakin mudah ditiru, pengalaman (experience) menjadi pembeda utama. Baik itu dalam layanan perbankan digital, e-commerce, atau pariwisata, Arsitek Pengalaman memastikan setiap interaksi dengan pelanggan memiliki nilai emosional. Destinasi wisata di Indonesia, misalnya, bisa belajar dari peran ini untuk menciptakan perjalanan yang lebih otentik dan bermakna, bukan sekadar menawarkan pemandangan.
- The Set Designer (Desainer Setting): Wajah ini memahami bahwa lingkungan fisik dapat memicu atau mematikan kreativitas. Mereka mendesain ruang kerja yang fleksibel, inspiratif, dan mendorong kolaborasi spontan.
- Elaborasi: Transformasi ruang kerja kaku menjadi ruang yang agile dan penuh warna di banyak perusahaan teknologi modern adalah buah dari pemikiran Desainer Setting. Di Indonesia, membawa konsep ini ke dalam konteks ruang belajar atau ruang UMKM dapat mendorong produktivitas dan inovasi.
- The Caregiver (Perawat/Pemberi Asuhan): Wajah ini adalah jiwa dari layanan pelanggan yang empatik. Mereka tidak hanya menyampaikan layanan, tetapi memberikan perawatan dan perhatian yang tulus.
- Elaborasi: Nilai kesopanan dan keramahan (hospitality) yang kuat dalam budaya Indonesia adalah aset alamiah untuk peran ini. Seorang Caregiver di sektor jasa akan memastikan bahwa setiap pelanggan merasa dihargai dan dipahami, bukan hanya dilayani.
- The Storyteller (Pencerita): Wajah ini menggunakan narasi untuk menjual ide, membagikan pengetahuan, dan menciptakan kohesi tim. Mereka mengubah data menjadi cerita yang inspiratif dan mudah diingat.
- Elaborasi: Indonesia adalah bangsa dengan tradisi lisan dan dongeng yang kaya. Kekuatan mendongeng dapat dimanfaatkan untuk membangun merek, melatih karyawan, dan mengkomunikasikan visi. Seorang Storyteller yang baik dapat membuat misi perusahaan tentang sustainability, misalnya, menjadi hidup dan relevan bagi masyarakat luas.
- Kutipan Pendukung: Seorang penyair dan intelektual Muslim, Rumi, menulis, “The universe is not outside of you. Look inside yourself; everything that you want, you already are.” Seorang Storyteller yang hebat membantu organisasi “melihat ke dalam” untuk menemukan dan menyampaikan cerita jati dirinya yang paling autentik.
Relevansi dengan Dunia Saat Ini dan Masa Depan
Dalam dunia pasca-pandemi yang ditandai dengan disrupsi digital, ketidakpastian ekonomi, dan kebutuhan akan solusi berkelanjutan, pesan “The Ten Faces of Innovation” lebih relevan daripada sebelumnya.
- Melawan “Groupthink” Digital: Di era ruang gema (echo chamber) media sosial, suara “Si Penentang” bisa menjadi lebih lantang. Sepuluh wajah ini menawarkan antidot—cara sistematis untuk membangun keragaman pemikiran dan membingkai ulang masalah.
- Inovasi yang Manusiawi: Ketika Kecerdasan Artifisial (AI) dan otomasi menguasai tugas-tugas teknis, kemampuan manusiawi seperti empati (Antropolog), kolaborasi, dan storytelling justru menjadi semakin berharga. Buku ini mengingatkan kita bahwa teknologi adalah alat, namun inovasi sejati dilahirkan dari pemahaman mendalam tentang manusia.
- Keberlanjutan dan Keadilan: Untuk mengatasi tantangan global seperti perubahan iklim dan ketimpangan, kita membutuhkan inovasi yang tidak hanya cerdas tetapi juga adil. Peran seperti The Anthropologist memastikan solusi menyentuh akar masalah masyarakat, sementara The Hurdler dapat menemukan cara untuk membuat solusi hijau terjangkau.
Relevansi dengan Konteks Indonesia
Ekonomi kreatif dan UMKM Indonesia adalah lahan subur untuk menerapkan sepuluh wajah ini.
- UMKM dan Kewirausahaan Sosial: Seorang wirausaha UMKM dapat menjadi Director bagi usahanya, sekaligus Experimenter yang terus mencoba produk baru, dan Storyteller yang memasarkan mereknya dengan cerita budaya lokal. The Hurdler membantu mereka mengakali keterbatasan modal dan akses pasar.
- Birokrasi dan Sektor Publik: Membawa peran Collaborator dan Set Designer ke dalam pemerintahan dapat memecah birokrasi yang kaku dan menciptakan layanan publik yang lebih lincah dan berpusat pada rakyat (seperti perpanjangan SIM atau pembuatan KTP).
- Pendidikan: Sistem pendidikan kita perlu mengajarkan dan mempraktikkan peran-peran ini. Alih-alih menghafal, siswa dapat dididik menjadi Cross-Pollinators yang menghubungkan ilmu pengetahuan dengan kearifan lokal, atau Experience Architects yang mendesain solusi untuk masalah di komunitas mereka.
Inovasi dan Perusahaan Konsultan
Berdasarkan kerangka Tom Kelley dan praktik terbaik inovasi organisasi, ekosistem inovasi internal bisa dibangun dengan langkah-langkah sebagai berikut:
FONDASI: BUDAYA INOVASI
1. Psychological Safety & Mindset
# Implementasi konkret:
– “Safe-to-Fail Pact” – perjanjian tertulis bahwa eksperimen yang gagal tidak akan dihukum
– “Celebration of Intelligent Failures” – monthly session membahas pembelajaran dari kegagalan
– Inovasi KPI: 70% success, 30% learning-from-failure ratio target
2. Struktur Hybrid: Formal + Informal
Small Team Advantage: Dengan 20 orang, gunakan struktur “Atomic Innovation”
– 4 Innovation Pods (5 orang/pod) dengan mandat berbeda
– 1 Innovation Catalyst (peran rotasi tiap 3 bulan)
– 1 Executive Sponsor (Direktur)
Arsitektur EKOSISTEM INOVASI
3. The Innovation Engine Framework
Pod 1: Process Innovation Pod
- Fokus: Cara kerja, efisiensi delivery, operational excellence
- Tools: Agile methodology, Lean consulting, automation tools
- Metric: Delivery time reduction, client satisfaction improvement
Pod 2: Product Innovation Pod
- Fokus: Pengembangan layanan baru, packaging ulang jasa existing
- Tools: Design Thinking, Business Model Canvas untuk jasa
- Metric: Revenue dari layanan baru, client acquisition cost
Pod 3: Client Experience Innovation Pod
- Fokus: Customer journey mapping, stakeholder engagement models
- Tools: Service Blueprinting, Experience Prototyping
- Metric: Net Promoter Score, client retention rate
Pod 4: Sustainable Innovation Pod
- Fokus: Green consulting methods, impact measurement innovation
- Tools: ESG metrics innovation, sustainability reporting tech
- Metric: Environmental impact per project, sustainability premium
4. Ritual & Proses Inovasi
Mingguan:
- “Innovation Pulse Check” (30 menit setiap Senin)
- “Solution Jam Session” (90 menit setiap Kamis)
Bulanan:
- “Innovation Demo Day” (setiap akhir bulan)
- “Cross-Pod Knowledge Exchange”
Triwulanan:
- “Innovation Sprint” (2 hari full inovasi)
- “Ecosystem Learning” (kunjungan/kunjungan pakar external)
MEKANISME IMPLEMENTASI
5. Idea Management System
Digital Platform Sederhana:
Tools: Slack channel #innovation-ideas + Trello board
Process:
1. Idea Submission (siapapun bisa submit)
2. Rapid Assessment (48 jam feedback)
3. Experiment Design (1 minggu)
4. Prototype Testing (2-4 minggu)
5. Scale Decision (go/no-go)
Alokasi Waktu:
- 15% waktu setiap konsultan untuk aktivitas inovasi
- “Innovation Friday” – setiap Jumat sore dedicated untuk eksperimen
6. Resource Allocation Micro-Fund
Innovation Budget:
- 5% dari revenue dialokasikan untuk “Innovation Micro-Fund”
- Setiap pod mendapat ₋5-10 juta/bulan untuk eksperimen
- Proposal funding ≤ 1 halaman, keputusan dalam 24 jam
APLIKASI 10 WAJAH INOVASI UNTUK 20 ORANG
7. Distribusi Peran dalam Tim Kecil
Learning Personas (6 orang):
- 2x Anthropologist: Riset lapangan, client shadowing
- 2x Experimenter: Rapid prototyping, A/B testing methods
- 2x Cross-Pollinator: Industry benchmarking, adaptasi best practices
Organizing Personas (7 orang):
- 2x Hurdler: Problem solving, regulatory navigation
- 3x Collaborator: Cross-pod coordination, knowledge sharing
- 2x Director: Resource allocation, strategic alignment
Building Personas (7 orang):
- 2x Experience Architect: Client journey redesign
- 2x Set Designer: Workspace innovation, tool development
- 2x Caregiver: Client relationship innovation
- 1x Storyteller: Impact narrative, case study development
8. Rotation System untuk Kelincahan
Quarterly Role Rotation:
– Setiap orang mengalami 2-3 peran berbeda per tahun
– Mencegah stagnation, membangun T-shaped competencies
– Setiap pod mendapat fresh perspectives secara reguler
PENGUKURAN & INSENTIF
9. Innovation Metrics Dashboard
Leading Indicators:
- Ideas submitted per person/month
- Experiment velocity (time from idea to test)
- Participation rate in innovation activities
Lagging Indicators:
- Revenue from new services/products
- Delivery time improvement %
- Client satisfaction innovation component
Cultural Indicators:
- Psychological safety survey scores
- Innovation self-efficacy measurement
10. Recognition & Reward System
Non-Monetary Incentives:
- “Innovation Champion” badge monthly rotation
- Featured in company newsletter/website
- Opportunity to present to executive team/clients
Monetary Incentives:
- Innovation bonus pool (10% dari savings/Revenue dari inovasi)
- “Idea IPO” – equity-like recognition untuk ide yang scalable
PROGRAM PERCONTOHAN 90 HARI
Phase 1: Foundation (Hari 1-30)
– Launch Innovation Charter
– Train semua staff pada innovation mindset
– Form 4 innovation pods
– Set up idea management system
Phase 2: Activation (Hari 31-60)
– Start weekly innovation rituals
– Launch first innovation sprints
– Allocate micro-fund pertama
– Begin role rotations
Phase 3: Acceleration (Hari 61-90)
– Measure first innovation metrics
– Showcase early wins
– Refine processes berdasarkan learning
– Scale successful experiments
CONTOH INOVASI SPESIFIK UNTUK KONSULTANSI
Delivery Time Innovation:
- Develop “Rapid Assessment Toolkit” yang memotong waktu assessment 40%
- Create “Modular Report System” – template yang bisa dikustomisasi cepat
Product Development:
- Launch “Sustainability-as-a-Service” subscription model
- Develop “Impact Calculator” digital tool untuk klien
Cara Kerja:
- Implement “Virtual Collaboration Hub” untuk remote fieldwork
- Create “Knowledge Graph” yang menghubungkan semua project learning
MITIGASI RISIKO
Untuk Tim Kecil:
- Jangan over-commit – start dengan 1-2 inisiatif
- Protect core business – innovation sebagai enhancer, bukan pengganggu
- Maintain client focus – semua inovasi harus berdampak pada value client
Dengan pendekatan ini perusahaan jasa konsultansi seperti Remark Asia akan menciptakan ekosistem dimana inovasi bukan menjadi “proyek khusus” tapi menjadi “cara kerja sehari-hari” setiap dari 20 orang tersebut. Yang paling kritikal adalah memulai dengan action-oriented approach dan membangun momentum dari small wins yang terlihat.
Menuju Konsultan Sustainability Inovatif
Berdasarkan kerangka “The Ten Faces of Innovation” Tom Kelley, rekomendasi strategis untuk menjadi perusahaan konsultan sustainability yang lebih inovatif:
1. PERAN PEMBELAJAR (Learning Personas)
The Anthropologist
- Lakukan “Immersion Program”: Tim Remark Asia harus tinggal dan berinteraksi langsung dengan komunitas lokal yang terkena dampak kebijakan sustainability klien, bukan hanya observasi singkat
- Develop “Community Insight Hub“: Buat database berisi pola perilaku, kebiasaan, dan kebutuhan tersembunyi masyarakat lokal yang tidak terungkap melalui FGD formal
- Contoh Implementasi: Sebelum mendesain program remedy untuk masyarakat adat, tim hidup selama seminggu di komunitas tersebut untuk memahami dinamika sosial yang sebenarnya
The Experimenter
- Pilot Project Skala Kecil: Daripada langsung implementasi program besar, buat 5-10 prototipe program remedy dengan pendekatan berbeda di berbagai lokasi
- “Rapid Testing Lab“: Kembangkan metode validasi cepat untuk menguji efektivitas intervensi sosial dalam waktu 2-4 minggu, bukan bulan
- Contoh: Test tiga model pemberdayaan ekonomi berbeda di tiga desa sebelum menentukan skala nasional
The Cross-Pollinator
- Cross-Industry Learning: Bawa praktik terbaik dari industri lain – misalnya, adaptasi customer experience dari hospitality untuk meningkatkan engagement stakeholder
- “Sustainability Innovation Safari“: Kunjungi perusahaan non-konsultan yang inovatif dalam sustainability (startup cleantech, perusahaan consumer goods hijau) untuk mendapatkan inspirasi baru
- Contoh: Terapkan prinsip “gamification” dari industri game untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam program sustainability
2. PERAN PENGORGANISIR (Organizing Personas)
The Hurdler
- “Regulatory Innovation Task Force“: Bentuk tim khusus yang fokus menemukan celah kreatif dalam regulasi untuk mempercepat proses remedy
- Develop Alternative Funding Models: Cari skema pembiayaan inovatif beyond traditional client fees (impact investing, green bonds, payment-for-success)
- Contoh: Kembangkan model “Sustainability Impact Bond” untuk mendanai program remedy dengan pembayaran berdasarkan hasil yang terukur
The Collaborator
- Ecosystem Partnership Platform: Bangun kemitraan dengan universitas, NGO lokal, startup tech, dan pesaing untuk menciptakan solusi yang lebih komprehensif
- “Transdisciplinary Project Teams“: Setiap proyek harus melibatkan minimal 3 disiplin berbeda (sosiolog, data scientist, ekonom, antropolog)
- Contoh: Kolaborasi dengan startup AI untuk mengembangkan predictive analytics bagi identifikasi early warning social conflict
The Director
- “Portfolio Approach to Projects: Kelola portofolio proyek dengan balanced risk-innovation profile (70% traditional, 20% innovative, 10% radical experiments)
- Talent Rotation Program: Rotasi staf antar berbagai jenis proyek dan peran untuk menciptakan pemimpin yang memahami seluruh spektrum sustainability consulting
- Contoh: Setiap project manager wajib memimpin satu proyek “high-risk high-innovation” per tahun
3. PERAN PEMBANGUN (Building Personas)
The Experience Architect
- Redesign Client Journey: Transform pengalaman klien dari transactional menjadi transformational
- “Stakeholder Experience Mapping: Buat papan cerita (storyboard) untuk setiap jenis stakeholder yang terlibat dalam proses assessment
- Contoh: Desain “multi-sensory reporting” yang menggabungkan data, cerita, visual, dan audio untuk menyampaikan temuan assessment
The Set Designer
- Innovation Workspace: Transform kantor menjadi “sustainability innovation lab” dengan ruang kolaborasi flexible, dinding yang dapat ditulis, dan zona prototyping
- Mobile Field Kits: Develop portable innovation kits untuk tim lapangan yang memungkinkan rapid prototyping solusi di lokasi
- Contoh: Buat “community co-creation space” mobile yang bisa dibawa ke desa-desa untuk workshop design thinking
The Caregiver
- “Stakeholder Empathy Program“: Latih semua konsultan dalam empathetic listening dan trauma-informed approach
- Aftercare Services: Tawarkan dukungan pasca-proyek untuk memastikan keberlanjutan intervensi yang telah didesain
- Contoh: Develop “sustainability health check” berkala untuk klien setelah project selesai
The Storyteller
- “Impact Narrative Lab“: Kembangkan kapasitas tim dalam data storytelling dan digital content creation
- Multi-Format Reporting: Transform laporan tradisional menjadi berbagai format (documentary, podcast, interactive dashboard, comic books)
- Contoh: Produksi mini-documentary tentang kesuksesan program remedy untuk digunakan sebagai alat advokasi kebijakan
IMPLEMENTASI STRATEGIS:
Fase 1 (0-6 bulan):
- Latih 2 orang sebagai “Innovation Champions” dari setiap divisi
- Launch “Innovation Sandbox” – wadah aman untuk eksperimen tanpa risiko besar
- Start dengan peran Anthropologist dan Experimenter sebagai fondasi
Fase 2 (6-18 bulan):
- Implementasi semua 10 peran dalam struktur tim proyek
- Develop “Innovation Metrics” beyond financial performance
- Bangun innovation partnership ecosystem
Fase 3 (18+ bulan):
- Transform menjadi “Sustainability Innovation Firm” bukan sekadar konsultan
- Develop proprietary methodologies dan tools yang bisa dipatenkan
- Scale impact melalui digital platforms dan spin-off ventures
PENGUKURAN KEBERHASILAN:
- Innovation Rate: Persentase revenue dari layanan/produk yang kurang dari 2 tahun
- Client Impact Score: Metrik kepuasan klien yang mengukur nilai transformatif bukan sekadar kepuasan teknis
- Employee Innovation Engagement: Survei partisipasi staf dalam aktivitas inovasi
- Ecosystem Value: Jumlah partnership produktif yang terbentuk
Dengan pendekatan ini, konsultan tidak hanya akan menjadi lebih inovatif, tetapi akan mentransformasi diri dari konsultan tradisional menjadi katalis inovasi sustainability di region ini.
Apresiasi dan Kritik
Buku ini mendapat pujian luas karena kerangka kerjanya yang praktis dan mudah diterapkan. Banyak pengamat memuji pendekatan Kelley yang positif dan berbasis kekuatan (strength-based), yang memampukan setiap orang—bukan hanya para “jenius kreatif”—untuk berkontribusi dalam inovasi.
Namun, beberapa kritikus berpendapat bahwa kerangka sepuluh wajah ini mungkin terlalu disederhanakan. Dalam praktiknya, batas antar-peran bisa kabur, dan seorang inovator sering kali harus memainkan beberapa peran sekaligus. Selain itu, keberhasilan penerapannya sangat bergantung pada budaya organisasi yang mendukung. Memakai “topeng”
Experimenter atau Hurdler akan sulit dalam organisasi yang sangat hierarkis dan menghukum kegagalan. Terlepas dari kritik tersebut, nilai buku ini terletak pada kemampuannya memberikan bahasa dan alat yang nyata bagi tim untuk mendiskusikan dan meningkatkan kapasitas inovasi mereka secara kolektif.
Penutup: Panggilan untuk Bertindak
“The Ten Faces of Innovation” pada akhirnya bukanlah tentang sepuluh orang yang berbeda, melainkan tentang sepuluh potensi yang ada dalam diri kita dan tim kita. Buku ini adalah undangan untuk bereksperimen dengan identitas kita sendiri di tempat kerja.
“Innovation is not about DNA; it’s about mindset and culture. It’s about making a conscious choice to put on a new hat, to look at the world through a new lens.” (Kelley, 2005, p. 237)
Di tengah arus disruptsi dan ketidakpastian global, Indonesia tidak bisa hanya menjadi penonton. Dengan memadukan kekuatan budaya kolektifnya dengan disiplin inovasi yang dipaparkan Kelley, bangsa ini dapat beralih dari mengonsumsi inovasi menjadi menciptakannya. Mulailah dengan satu peran. Apakah Anda akan menjadi Antropolog yang memahami kebutuhan pelanggan yang sebenarnya, atau Storyteller yang menginspirasi tim Anda untuk bergerak? Panggung inovasi menunggu.
Cirebon, 26 November 2025
Dwi Rahmad Muhtaman
Daftar Referensi
- Kelley, T. (2005). The ten faces of innovation: IDEO’s strategies for beating the devil’s advocate & driving creativity throughout your organization. Currency/Doubleday.
- Lao Tzu. (n.d.). Tao Te Ching (J. H. McDonald, Trans.). Public Domain. (Original work circa 6th century BCE).
- Rumi, J. a. (n.d.). The Masnavi (E. H. Whinfield, Trans.). Public Domain. (Original work circa 13th century).
- Jobs, S. (1996). Interview in Wired magazine. Retrieved from https://www.wired.com/1996/02/jobs-2/ (Quotation on creativity as connecting things is widely attributed to him from this and other interviews).






