Rubarubu #16
The Destruction of Palestine: Cermin Kerusakan Planet Bumi
Pada pagi berdebu di tepi sungai Gaza, seorang ayah menyorot mayat pohon zaitun yang hangus; anaknya menyentuh tanah berdebu dan bertanya bagaimana tanah mereka bisa “habis” sementara matahari masih terbit seperti biasa. Andreas Malm membuka buku ini dengan rasa urgensi seperti itu—bukan sekadar sebagai laporan politik, tetapi sebagai alegori ekologis: kehancuran Palestina adalah cermin dari pola kehancuran planet. Malm menegaskan bahwa untuk memahami apa yang terjadi di Gaza pada 2023–2024 perlu pembacaan jangka panjang (longue durée) tentang bagaimana Palestina ditautkan ke “fossil empire” — jaringan imperial, ekonomi, dan teknologi yang berpusat pada bahan bakar fosil sejak abad ke-19. Verso
Malm mengurai sejarah hubungan antara kolonialisme, imperialisme industri, dan sumber energi: dari kapal uap Inggris di abad ke-19 hingga infrastruktur militer modern—ia memberi argumen bahwa logika pemilikan tanah, pemindahan penduduk, dan kontrol strategis seringkali dipandu oleh kepentingan transportasi dan energi. Palestina, bagi Malm, bukan hanya “tapak geografi” tetapi laboratorium kolonial tempat teknik ekstraktif (land clearance, infrastruktur militer, penguasaan air) diuji dan distandarisasi. Pernyataan sentralnya: perampasan tanah dan subordinasi manusia di Palestina terkait langsung dengan cara peradaban industri memobilisasi energi dan kekerasan. Verso+1
Malm berpandangan dengan alegori kuat bahwa Palestina sebagai mikrokosmos kehancuran.
Kehancuran Gaza (2023–24) bukan peristiwa terisolasi tetapi puncak hubungan historis panjang antara kolonialisme, perang industri, dan ekstraksi berbasis bahan bakar fosil. Ia minta pembaca beralih ke longue durée — melihat ratusan tahun hubungan antara imperialisme Eropa, teknologi uap, dan dispossession tanah Palestina — agar paham bahwa apa yang terjadi pada orang dan tanah Palestina juga memantul pada skala planet. Verso mempromosikan tesis ini sebagai inti: “a longue durée analysis of Palestine’s subjugation to fossil empire.” Verso
Apa yang terjadi hari ini ada akar sejarah sejarah awal yang tersambung: steam warships, Akka 1840, dan pembukaan era ‘fossil empire.’ Malm melompat ke titik-titik sejarah yang menandai hubungan awal antara perang modern yang digerakkan bahan bakar dan penetrasi kolonial ke Palestina — mis. penggunaan kapal uap Inggris yang menghancurkan Akka pada 1840. Peristiwa-peristiwa ini, menurutnya, menyatukan tujuan: dominasi geopolitik, pembukaan pasar untuk industri tekstil Britain, dan penyiapan landasan bagi proyek Zionis/kolonial yang mengoptimalisasi lahan untuk kapital. Dalam narasi ini, perang uap menjadi simbol awal dari keterkaitan antara energi fosil dan proyek kolonial modern. D-Econ+1
Fakta menyebutkan bahwa teknologi perang, industri, dan kerusakan ekologi satu kesatuan yang selalu jalan berdampingan. Bab inti mengeksplorasi bagaimana senjata dan teknik perang modern (bom, alat berat, pemboman area, amunisi yang mencemari) bukan hanya membunuh manusia, tetapi juga menghancurkan tanah, air, dan jaringan hidup lokal — dan efeknya berlangsung puluhan bahkan ratusan tahun. Malm memetakan bagaimana konflik berskala tinggi meninggalkan “jejak ekologi” (lahan mati, polusi bahan berbahaya, rusaknya infrastruktur air) yang memperburuk krisis lingkungan. Karena itu, kehancuran kemanusiaan dan kehancuran lingkungan adalah dua sisi dari proses yang sama. Verso+1
Bab-bab inti buku menyatukan bukti historis dan analisis lingkungan: Malm menggambarkan bagaimana perang alat berat, pemboman, pembakaran, dan penggunaan amunisi tertentu mempercepat kerusakan ekosistem—pencemaran tanah, laut, udara, dan infrastruktur air yang hancur. Ia menekankan aspek katastrofi ekologis dari operasi militer modern—bahwa genosida dan perang yang menyasar warga sipil selalu juga menghasilkan efek lingkungan jangka panjang (ruang mati ekologi, limbah beracun, kebakaran lahan) yang melampaui generasi. Ulasan dan ringkasan penerbit menyatakan bahwa penghancuran Gaza merupakan “environmental catastrophe” dalam pengertian ini. Verso+1
Malm tidak hanya mengandalkan narasi kronologis: ia membangun kerangka teoretis yang menghubungkan fossil capitalism (kapitalisme berbasis fosil) dengan praktik kolonialisme militer. Ia berargumen bahwa perang modern dan ekstraksi energi saling melengkapi — infrastruktur militer melindungi jalur energi dan pasar; minyak, batu bara, dan gas membuat operasi agresi jauh lebih mudah dan murah. Maka, menurutnya, menghentikan destruksi Palestina bukan sekadar diplomasi kemanusiaan: itu menuntut konfrontasi terhadap struktur ekonomi global yang mendorong perang-ekstraksi. Pernyataan kunci dari pengantar Verso: “to truly understand the present crisis…requires a longue durée analysis of Palestine’s subjugation to fossil empire.” Verso
Malm berargumen bahwa Palestina sering berperan sebagai “laboratorium” praktik ekstraktif dan teknik kontrol populasi — pembukaan lahan, pengendalian air, penataan permukiman, serta rekayasa infrastruktur yang memberi prioritas pada kepentingan modal dan militer. Pola ini, katanya, kemudian direplikasi di tempat lain atau menjadi contoh bagi perampasan sumber daya di belahan lain dunia. Palestina, dalam pembacaan ini, bukan kasus terisolasi melainkan indikator metode kolonial-asap-fosil yang lebih luas. Allegra Laboratory
Malm juga menyoroti keterkaitan fossil capitalism dan strategi perang-ekstraksi. Malm menghubungkan struktur ekonomi dunia — kapitalisme berbasis fosil — dengan strategi militer yang memfasilitasi penguasaan sumber daya. Infrastruktur energi, pangkalan militer, dan rute ekspor saling menopang: fasilitas energi membuat operasi militer lebih efektif dan lebih murah; operasi militer kemudian menegakkan aturan kepentingan energi. Dengan demikian, ia mendorong pembaca untuk melihat konflik Palestina melalui kacamata politik energi global: menghentikan kehancuran Palestina memerlukan menantang sistem energi-kapital yang mem-produksi kekerasan. Verso+1
Buku ini juga membaca Palestina sebagai “mikrokosmos” yang memantulkan dinamika di negara-negara jajahan lain — Yaman, Lebanon, dan seterusnya — di mana konflik bersenjata, intervensi asing, dan kepentingan energi/kapital menyebabkan kehancuran ekologi dan sosial. Malm menautkan contoh-contoh: blokade, serangan udara, dan proyek rekonstruksi yang dikuasai korporasi menjadi pola yang berulang. Relevansi globalnya jelas: siklus ekstraksi → kontrol militer → dekonstruksi komunitas terjadi di banyak wilayah yang dieksploitasi. Ulasan dan wawancara penulis menekankan pentingnya melihat Palestina bukan sebagai kasus tunggal melainkan sebagai indikator proses global. Middle East Monitor+1
Perbandingan dan generalisasi: pola di Yaman, Lebanon, dan wilayah jajahan lain adalah sama. Malm memperluas horizon: pola perang-ekstraksi yang terungkap di Palestina muncul pula di Yaman (blokade, serangan udara, dan pengrusakan infrastruktur vital) serta Lebanon dan zona konflik lain. Ia menegaskan bahwa intervensi asing dan relasi pasokan energi/global capital sering memicu tragedi lingkungan lokal—dengan efek regional/planetar. Dengan membaca Palestina sebagai “microcosm,” Malm mengajak solidaritas transnasional yang menautkan hak bangsa tertindas dengan agenda ekologi global. Middle East Monitor+1
Secara normatif, Malm menyeru ke perubahan strategi politik-ekologis: ia mengaitkan perjuangan anti-kolonial dengan agenda iklim radikal. Dengan mengambil inspirasi dari pemikiran kritis lingkungan—yang menyatakan bahwa kapitalisme fosil adalah motor dasar krisis iklim—Malm menegaskan bahwa solidaritas pro-Palestina harus melibatkan penentangan pada struktur energi global. Kutipan sinopsis Verso menyebutkan bahwa pembebasan Palestina membutuhkan penantangan terhadap “fossil empire” itu sendiri.
Politik normatif: strategi solidaritas dan kritik terhadap reformisme. Malm mengkritik respons liberal yang hanya menuntut “kemanusiaan” tanpa memutus rantai struktural (kapital-fosil-militer). Ia menegaskan perlunya strategi yang menggabungkan solidaritas pro-Palestina dengan agenda dekarbonisasi radikal dan pengikisan kekuatan militer-ekstraktif. Alih-alih reform kecil, Malm mendorong pergeseran geopolitik yang menantang kepentingan energi besar, perbankan, dan militer yang menopang pendudukan dan perang. Verso+1
Dalam konteks ini, ia selaras dengan ingatan penulis lain seperti Naomi Klein (tentang hubungan kapitalisme dan iklim). “Allow climate disruption to change everything about our world, or change pretty much everything about our economy to avoid that fate.” (This Changes Everything). Goodreads+1
Vandana Shiva (tentang kolonialisme ekologis), yang juga menghubungkan eksploitasi sumber daya dengan penindasan sosial. “The war against the Earth began with this idea of separateness.”(konteks: kritik terhadap transformasi bumi menjadi ‘dead matter’). Verso+2UW-Madison Libraries+2
Buku ini telah memicu debat: beberapa pengulas memuji keberanian mengaitkan isu Palestina dengan krisis ekologis global dan melihat pamflet Malm sebagai seruan moral dan strategis. Namun kritik juga muncul—sejumlah tulisan menuduh analisisnya kadang menyederhanakan kompleksitas geopolitik atau mengaburkan nuansa lokal demi kerangka globalnya; ada juga perdebatan panas soal implikasi politik praktis (mis. soal perlawanan bersenjata versus aksi non-kekerasan). Ulasan dan debat publik (forum, blog, artikel) mencerminkan respons beragam terhadap tesis Malm. Beberapa pengkritik memperingatkan agar kritik terhadap kolonialisme energi tidak berubah menjadi dongeng konspiratif yang meremehkan faktor internal-politik. Culture Matters+1
Catatan Akhir
Penutup Malm adalah panggilan etis: jika kehancuran Palestina dibiarkan, bukan hanya manusia yang lenyap—juga ekosistem yang menopang hidup kita. Membela Palestina, bagi Malm, berarti melawan logika yang menjadikan bumi sebagai sumber daya untuk dihancurkan. Ia meminta gerakan lingkungan, gerakan anti-kolonial, dan kaum progresif global untuk menyelaraskan agenda: solidaritas politik + strategi dekarbonisasi yang menantang kepentingan militer-ekstraktif. Itu bukan sekadar moral appeal; ia menuntut perubahan geopolitik radikal pada bagaimana energi, keamanan, dan kapital disusun. Ulasan penerbit dan reaksi pembaca menggambarkan buku ini sebagai pamflet provokatif yang bertujuan membangunkan kesadaran kolektif. Verso+1
The Destruction of Palestine Is the Destruction of the Earth adalah sebuah panggilan praksis: mengaitkan anti-kolonialisme dan ekologi. Di bagian akhir Malm menyampaikan panggilan etis: membela Palestina berarti melawan logika yang mereduksi bumi jadi sumber yang bisa dihancurkan demi keuntungan atau keamanan strategis. Pembebasan Palestina, demikian penutupnya, tak bisa dipisah dari perjuangan memutus dominasi fossil empire — yaitu perubahan sistemik energi, ekonomi, dan keamanan. Ia menutup dengan nada provokatif: jika planet dijajah menurut logika yang sama, “the destruction of Palestine is the destruction of the Earth.” Verso membingkai esai ini sebagai panggilan untuk menyelaraskan gerakan iklim dan gerakan anti-kolonial. Verso+1
Ada kaitan tematik antara ekstraksi, militerisasi, dan perampasan tanah. Tesis Malm — bahwa proyek kolonial-ekstraktif didorong dan dilindungi oleh jaringan energi dan kapasitas militer — relevan langsung untuk Indonesia. Di sini kita melihat pola serupa: ekspansi perkebunan sawit, tambang nikel untuk supply-chains baterai EV, dan pembangunan infrastruktur yang kerap menyingkirkan masyarakat adat. Laporan Greenpeace, Global Witness, CRI, dan Mongabay menyorot peningkatan deforestasi terkait sawit dan tambang (2022–2024) serta dampak pencemaran dan penggusuran—fenomena yang menunjukkan adanya “ekstraksi yang diproteksi” oleh kebijakan dan kadang aparat. Greenpeace+2Climate Rights International+2
Banyak proyek ekstraktif besar di Indonesia (mis. wilayah tambang di Papua, smelter nikel di Sulawesi) diawasi ketat dan sering mendapat dukungan politik dan keamanan—kadang keterlibatan aparat keamanan menimbulkan konflik horizontal dan pelanggaran HAM. Malm mengingatkan bahwa ketika keamanan dan energi saling menopang, proyek‐proyek itu mampu memaksa pergeseran penggunaan lahan dan menghancurkan ekosistem lokal. Kasus-kasus longsoran tailing, polusi air, dan korbankan masyarakat pesisir adalah ilustrasi bagaimana “jejak ekologi” ekstraksi muncul di Indonesia. Laporan investigasi (Gecko Project, Global Witness, Mongabay) mendokumentasikan dampak ini. Global Witness+1
Politik strategi — apa yang bisa dilakukan?
- Hubungkan advokasi lingkungan dengan tuntutan kedaulatan masyarakat adat. Gunakan kerangka Indigenized Environmental Justice (Gilio-Whitaker) untuk mendorong FPIC (Free, Prior and Informed Consent) nyata, pengakuan hak ulayat, dan moratorium proyek di kawasan sensitif.
- Konsolidasi isu iklim dengan isu demokrasi ekonomi. Tekankan bahwa transisi energi yang adil harus mengakhiri super-exploitation komoditas (nickel for EVs) dan memasukkan kewajiban environmental & social safeguards.
- Jaga akuntabilitas korporasi dan pembiayaan internasional. Kampanye terhadap perbankan yang membiayai deforestasi/tambang; usulkan standar transparansi rantai pasokan.
- Perkuat perlindungan hukum dan kontrol independen. Audit lingkungan & hak asasi independen untuk proyek strategis; tindakan hukum bila ada pelanggaran.
Referensi riset NGO & investigasi (Mongabay, Greenpeace, Global Witness, CRI) memberi bukti empiris yang bisa dipakai advokasi. Mongabay+2Greenpeace+2
Cirebon-Jember, 21 November 2025
Dwi Rahmad Muhtaman
Referensi
- Malm, A. (2024). The Destruction of Palestine Is the Destruction of the Earth. London & New York: Verso. Verso
- Klein, N. (2014). This Changes Everything: Capitalism vs. the Climate. New York: Simon & Schuster. UW-Madison Libraries
- Shiva, V. (2005). Earth Democracy: Justice, Sustainability, and Peace. London: Zed Books. (lihat juga wawancara/teks terkait tentang “dead-Earth worldview”). YES! Magazine
Ulasan & sumber online: Verso Books publicity page for the book; MiddleEastMonitor review; CultureMatters review; ZNet discussion (lihat sitasi di dalam teks). ZNetwork+3Verso+3Middle East Monitor+3 - LitHub (review/interview). (2025). For Andreas Malm, the Destruction of Gaza Runs Parallel to the Destruction of the Planet. (article summarizing key claims). Literary Hub
- MiddleEastMonitor. (2025). The Destruction of Palestine Is the Destruction of the Earth (review). Middle East Monitor
- Mongabay, Greenpeace, CRI, Global Witness reports on Indonesia (2023–2025) — see: Mongabay (2024), Greenpeace (2024), CRI (2024), Global Witness (2025) for documented links between palm oil/nickel/deforestation and environmental harm in Indonesia. Global Witness+3Mongabay+3Greenpeace+3






