Sustainability 17A #41
Ketika Delapan Milyar Menghuni Bumi
Dwi Rahmad Muhtaman,
Ketua Yayasan Lembaga Alam Tropika Indonesia/LATIN,
Co-Founder/President Director Remark Asia
I see all this progress, and it fills me with conviction and hope that further progress is possible.
This is not optimistic. It is having a clear and reasonable idea about how things are.
It is having a worldview that is constructive and useful.
Hans Rosling, Factfulness: Ten Reasons We’re Wrong about the World—
and Why Things Are Better Than You Think
Tanggal 15 November 2022 adalah hari yang istimewa bagi penduduk Bumi. Namun sebagian besar penghuninya melewatkan momentum itu seperti hari-hari biasa lainnya. Tidak ada yang istimewa. Hari itu, 15 November 2022 penduduk Bumi genap mencapai 8 milyar. Sebuah pencapaian yang luar biasa. Tentu tidaklah mudah untuk menentukan siapa diantara yang lahir itu tepat sebagai manusia ke 8 milyar. Setiap hari penduduk Bumi bertambah ratusan ribu orang. Dan makin banyak orang mengkhawatirkan pertumbuhan itu dan ketersediaan sumberdaya untuk mencukupinya dengan layak. Kecemasan yang masuk akal.
Jika kita menggunakan pendekatan konsep Overshoot Day, maka manusia pada tahun 2022 ini telah mengkonsumsi sumberdaya alam melebihi kapasitas yang disediakan oleh Bumi. Saat ini kita membutuhkan 1.75 Bumi sejak Juli 2022 untuk menopang kebutuhan hidup kita. Kita telah mengkonsumsi sumberdaya alam hak dari generasi yang akan datang. Earth Overshoot Day/Hari Overshoot Bumi dihitung dengan membagi biokapasitas planet (jumlah sumber daya ekologis yang mampu dihasilkan Bumi tahun itu), dengan Jejak Ekologis manusia (permintaan manusia untuk tahun itu), dan dikalikan dengan 365, jumlah hari dalam setahun.
Sejak 3.800 juta tahun yang lalu ketika kehidupan pertama kali terlihat di Bumi, sumbangsih manusia adalah 121% peningkatan populasi dunia sejak tahun 1970. Ini kemudian memberi dampak pada penurunan rata-rata ukuran populasi spesies vertebrata sebesar 68% sejak tahun 1970 dan meningkatkan 60% Jejak Ekologi manusia berupa emisi karbon. Ini adalah konsekwensi yang harus kita tanggung atas beragam kenikmatan yang telah diciptakan. Sialnya . . . there is no country in the world in which people are satisfied with having barely enough to eat, kata Kingsley Davis (1991). Tidak ada negara di dunia yang orang-orangnya puas dengan hanya memiliki cukup makanan. Masih melimpah keinginan dan kebutuhan yang tak terbatas melebihi sumberdaya yang terbatas.
Lalu bagaimana gambaran perkembangan penduduk ke depan?
Mari kita mulai dari sebuah analogi untuk pertumbuhan populasi: “Persepsi umum bahwa pertumbuhan populasi saat ini seperti kendaraan yang melaju kencang di jalan yang berbahaya. Bentang jalan mewakili sumber daya yang diyakini terbatas (memang terbatas, tetapi juga sangat elastis). Di ujung jalan ada jurang. Kendaraan kita menempuh jalan dengan kecepatan luar biasa, mendekati jurang dan bencana. Ada dua tim yang bekerja untuk menyelesaikan masalah tersebut. Satu tim mencoba memperbaiki jalan, baik melewati jurang atau membangun jembatan di atasnya – itulah kecerdikan manusia yang mencoba menghemat sumber daya yang dibutuhkan, mengganti satu dengan yang lain, atau menciptakan yang baru. Tim lain mengotak-atik kendaraan tersebut, tetapi ada ketidaksepakatan. Beberapa anggota tim ingin mengurangi tenaga dan kecepatan sehingga lebih banyak waktu berlalu sebelum jurang didekati. Yang lain ingin menyempurnakan kemudi, rem, dan suspensi, sehingga pengemudi dapat berkendara dengan aman, menyesuaikan dengan karakteristik jalan, berakselerasi, memperlambat, atau berhenti jika diperlukan. Ini adalah kendaraan terbaik, mampu bermanuver dan memilih jalur yang lebih aman, dengan pengemudi yang bertanggung jawab dapat melihat tanda-tanda bahaya.”
“Hingga 1804, kurang dari satu miliar orang menjelajahi planet kita,” tulis Daniel Victor di The New York Times. National Geographic mencatat dari kemunculan Homo sapiens, dibutuhkan sekitar 300.000 tahun sebelum jumlah manusia mencapai satu miliar menghuni Bumi. Distribusi populasi selama 5.000 tahun bisa disimak pada Gambar 1. Sekitar tahun 1804 itu, morfin ditemukan, ketika Haiti mendeklarasikan kemerdekaan dari Prancis, dan ketika Beethoven pertama kali membawakan Third Symphony di Wina. Lebih dari seabad kemudian, pada tahun 1927, lalu menjadi dua miliar. Sejak itu, populasi dunia melonjak drastis, didorong oleh kejayaan pengobatan modern dan kesehatan masyarakat. Banyak hal yang jauh lebih baik kini dibanding tahun-tahun sebelumnya, sebut Rosling.
Manusia di manapun hidup lebih lama, berkat perawatan kesehatan yang lebih baik, air yang lebih bersih, dan perbaikan sanitasi, yang semuanya telah mengurangi prevalensi penyakit. Pupuk dan irigasi telah meningkatkan hasil panen dan meningkatkan nutrisi. Di banyak negara, lebih banyak anak yang lahir, dan jauh lebih sedikit yang meninggal.
Hanya 11 tahun setelah melewati tujuh miliar, planet ini telah melampaui delapan miliar orang pertengahan November 2022, perkiraan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) berdasarkan proyeksi demografis terbaiknya. Tentu saha ini adalah angka yang tidak pasti, karena tidak ada hitungan resmi, tetapi organisasi internasional mengatakan proyeksinya melewati batas pada hari Selasa, 15 November tersebut.
Gambar 1. Distribusi Populasi Dunia 5.000 Tahun Terakhir.
Mari kita cermati kembali dinamika pertumbuhan penduduk bumi ini. Penduduk bumi mencapai 1 milyar pada tahun 1804 setelah 300.000 tahun menjelajahi Bumi. Diperlukan hanya dalam waktu lebih dari 100 tahun kemudian, 1927 untuk mencapai angka 2 milyar. Namun sejak itu populasi bertumbuh begitu cepat. Mungkin karena masa depan waktu itu makin cerah, banyak anak banyak rejeki. Hanya diperlukan 33 tahun saja untuk mencapai 3 milyar, pada tahun 1960; lalu 14 tahun kemudian populasi Bumi sudah bergumul sebanyak 4 milyar. Dan waktu yang dibutuhkan makin ringkas. Lihat Gambar 2 yang menunjukkan perubahan yang menakjubkan terjadi pada abad 17 dan 18.
Dan 15 November 2022 itu manusia di Bumi telah melampaui 8 milyar. Dibutuhkan waktu hanya 12 tahun dari 7 milyar ke 8 milyar (2010-2022). Mestikah kita mengkhawatirkan pertumbuhan penduduk tersebut? Akankah terus menanjak atau malah sebaliknya?
Nampaknya pertumbuhan penduduk di Bumi tidak akan terus melaju dengan tingkat kecepatan yang makin tinggi. Menurut PBB akan diperlukan 15 tahun lagi, pada tahun 2037 untuk mencapai 9 milyar. Kali ini pencapaian tambahan 1 milyar mulai sedikit lebih lama dari pencapaian jumlah yang sama sebelumnya. Setelah itu malah kecepatan pertumbuhan penduduk akan terus menurun. Gambar 3 dengan jelas bisa dilihat waktu yang diperlukan untuk setiap pertumbuhan 1 milyar penduduk dalam rentang waktu yang berbeda.
Gambar 2. Populasi Dunia dalam 12.000 Tahun Terakhir.
Gambar 3. Waktu Diperlukan Setiap Tambahan 1 Milyar Penduduk Dunia
Bahkan Darrell Bricker dan John Ibbitson sangat khawatir kita akan menuju ke Empty Planet, tulis mereka dalam buku dengan judul itu (2019).
Tingkat pertumbuhan, yang diperkirakan akan melambat secara global selama beberapa dekade mendatang, tidak merata di seluruh dunia. Perlambatan tingkat pertumbuhan di negara-negara berpenduduk padat seperti China dan Amerika Serikat telah menimbulkan beberapa kekhawatiran, mengancam akan menjungkirbalikkan masyarakat mereka. Meningkatnya angka kelahiran di negara-negara miskin mengancam membebani sistem yang sudah sulit.
Berdasarkan data yang dihimpun oleh Worldometer populasi di dunia, pada tahun 2022, tumbuh dengan laju sekitar 0,84% per tahun (turun dari 1,05% pada tahun 2020, 1,08% pada tahun 2019, 1,10% pada tahun 2018, dan 1,12% pada tahun 2017), Lihat Gambar 4. Pertambahan penduduk saat ini diperkirakan mencapai 67 juta orang per tahun.
Tingkat pertumbuhan tahunan mencapai puncaknya pada akhir 1960-an, ketika itu sekitar 2%. Tingkat kenaikan hampir setengahnya sejak saat itu, dan akan terus menurun di tahun-tahun mendatang.
Oleh karena itu, populasi dunia akan terus tumbuh di abad ke-21, tetapi pada tingkat yang jauh lebih lambat dibandingkan dengan masa lalu. Populasi dunia meningkat dua kali lipat (meningkat 100%) dalam 40 tahun dari tahun 1959 (3 miliar) hingga 1999 (6 miliar). Sekarang diperkirakan akan memakan waktu hampir 40 tahun lagi untuk meningkat 50% menjadi 9 miliar pada tahun 2037.
Gambar 4. Laju Pertumbuhan Tahunan Populasi Dunia
Proyeksi penduduk dunia terbaru menunjukkan bahwa penduduk dunia akan mencapai 10 miliar orang pada tahun 2057. Proyeksi oleh PBB (Lihat Gambar 5) menunjukkan bahwa ukuran populasi global dapat tumbuh hingga hampir 11 miliar pada akhir abad ke-21, ketika diperkirakan akan mulai stabil. Tingkat pertumbuhan yang mendekati nol sekitar tahun 2100 yang akan menandakan akhir dari era pertumbuhan populasi yang cepat saat ini, yang dimulai sekitar tahun 1800 di beberapa daerah dan di pertengahan abad ke-20 dalam skala global. Lihat juga Gambar 6 yang menunjukkan laju populasi dunia hingga mencapai puncaknya dan mulai kecenderungan menurun pada 2100.
“Tentu saja, tantangan yang kita hadapi saat populasi dunia terus meningkat juga signifikan,” mengingatkan. Lebih lanjut dipaparkan bahwa polusi dan penangkapan ikan berlebihan merusak banyak wilayah lautan. Satwa liar menghilang berkurang pada tingkat mengkhawatirkan, karena manusia membabat hutan dan lahan liar lainnya untuk pembangunan, pertanian, dan produk komersial yang terbuat dari pohon. Perubahan iklim yang didorong oleh sistem energi global yang masih sangat ditenagai oleh bahan bakar fosil dengan cepat menjadi ancaman terbesar dalam sejarah terhadap keanekaragaman hayati, ketahanan pangan, dan akses ke air untuk minum dan pertanian. Dan itu ancaman yang datang dari jumlah manusia yang sudah kita miliki sejauh ini.
Risiko dan peluang ledakan populasi kita dan krisis sumber daya paralel sangat bergantung pada setiap keputusan yang akan kita buat. Mana yang akan lebih mengendalikan masa depan kita—miliaran mulut yang harus kita beri makan, atau miliaran otak lagi yang dapat kita gunakan untuk melakukannya?
Gambar 5. Pertumbuhan Populasi Dunia 1700-2100
Patrick Gerland, konsultan yang bertugas mencermati perkiraan populasi untuk the United Nations’ Department of Economic and Social Affairs, seperti dikutip National Grographic menyebutkan, dampak yang pasti terhadap kehidupan manusia di masa depan masih belum bisa ditentukan. “Sejauh ini, pengalaman keseluruhannya adalah bahwa dunia telah berhasil beradaptasi dan menemukan solusi untuk masalah kita,” kata Gerland sambil emngajak kita tetap bersikap optimis. Meski diakui bahwa perubahan iklim adalah ancaman yang kuat. Diperlukan tindakan tertentu untuk mengatasinya.
Sekitar 70 persen pertumbuhan menjadi delapan miliar dari tujuh miliar terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah ke bawah, yang sebagian besar berada di Afrika sub-Sahara, kata PBB yang dikutip The New York Times. Tren ini diharapkan menjadi lebih jelas di tahun-tahun mendatang. “Ketika satu miliar berikutnya ditambahkan antara tahun 2022 dan 2037, kedua kelompok negara ini diharapkan mencapai lebih dari 90 persen pertumbuhan global,” kata organisasi tersebut.
Visual Capitalist membuat peta 3Dimensi yang unik yang menggambarkan tingkat kepadatan penduduk (Gambar 7). Tujuannya adalah untuk memudahkan memahami ukuran sebenarnya dari kota-kota besar, atau penyebaran global 8 miliar orang. Peta ini tampak topografis dan bahkan menyerupai daerah perkotaan, peta memvisualisasikan kepadatan penduduk dalam kotak. Ketinggian setiap bilah mewakili jumlah orang yang tinggal di kotak tertentu, dengan peta global menampilkan kotak 2km x 2km dan peta berikutnya menampilkan kotak 1km x 1km. Setiap wilayah dan negara menceritakan kisah demografisnya sendiri, tetapi kelompok populasi terbesar sangat mencerahkan.
Gambar 6. Proyeksi Populasi Dunia dan Perkiraan Penurunan
Kendala geografis selalu menjadi faktor penentu terbesar dalam hal kepadatan penduduk, miaslnya Asia Tenggara.
Ambil contoh Indonesia, seperti diuraikan oleh Visual Capitalist, negara terbesar keempat berdasarkan jumlah penduduk. Meskipun tersebar di banyak pulau, lebih dari setengah dari 269 juta penduduk negara ini berkumpul di satu pulau di Jawa (Gambar 8). Metro Jakarta dan Surabaya telah mengalami pertumbuhan besar-besaran, tetapi menyebarkan pertumbuhan itu melintasi lautan ke pulau-pulau yang sama sekali baru (ditutupi oleh hutan hujan) adalah hal yang sulit, melalui transmigrasi.
Ketika jaraknya lebih kecil, pertumbuhan lintas air itu lebih mungkin terjadi. Terdekat di Filipina, lebih dari 100 juta orang telah menghuni serangkaian pulau yang tidak lebih besar dari negara bagian Arizona. Memang, meski menjadi salah satu daerah terpadat di dunia, setiap negara di Asia Tenggara memiliki masalah yang terus berkembang. Beberapa dibatasi oleh ruang (Singapura, Filipina), sementara yang lain dibatasi oleh hutan (Thailand, Vietnam).
Apapun bentuk peta dan grafis yang digunakan untuk mengungkap dinamika demografi ini, populasi dunia sebetulnya mengarah pada penurunan.
Tingkat kesuburan telah turun secara global; di negara-negara berpenghasilan tinggi, jumlah orang di bawah 65 tahun diperkirakan akan menurun di tahun-tahun mendatang, kata PBB. Tetapi tingkat kesuburan tetap tinggi di negara-negara miskin, di mana lebih banyak perempuan dan anak perempuan tidak memiliki akses ke perawatan kesehatan seksual dan reproduksi, termasuk kontrasepsi.
Memenuhi kebutuhan — termasuk pendidikan, kesehatan masyarakat, pekerjaan, serta air dan sanitasi—yang diciptakan oleh pertumbuhan itu akan membutuhkan “peningkatan pengeluaran publik yang signifikan,” kata organisasi itu.
Gambar 7. Proyeksi Populasi Regional
Para ahli memperkirakan pertumbuhan yang lebih lambat di masa depan. Jauh hari Alan Weisman dalam bukunya the World Without Us (2007) telah mengingatkan itu. Menggunakan skenario moderat PBB untuk harapan hidup hingga tahun 2050 sebagai tolok ukur, Dr. Sergei Scherbov, yang merupakan pemimpin kelompok penelitian di Institut Demografi Wina dari Akademi Ilmu Pengetahuan Austria dan seorang analis untuk Program Populasi Dunia, menghitung apa yang akan terjadi pada populasi manusia jika, mulai sekarang, semua wanita subur hanya memiliki satu anak (pada tahun 2004, angkanya adalah 2,6 kelahiran per wanita; dalam skenario sedang maka akan turun menjadi sekitar dua anak pada tahun 2050).
Jika skenario ini berlangsung besok (2007 waktu Weisman menulis buku itu), 6,5 miliar populasi manusia kita saat ini akan turun 1 miliar pada pertengahan abad ini (2050). (Jika kita melanjutkan seperti yang diproyeksikan, itu akan mencapai 9 miliar–bandingkan pada proyeksi PBB terbaru yang dikutip pada bagian awal artikel ini: penduduk Bumi mencapai 9 milyar pada tahun 2037). Pada saat itu, mempertahankan satu anak per manusia-ibu, kehidupan di Bumi untuk semua spesies akan berubah secara dramatis. Karena gesekan alami, gelembung populasi manusia yang membengkak saat ini tidak akan meningkat kembali dengan kecepatan sebelumnya. Pada tahun 2075, kita akan mengurangi kehadiran kita hampir setengahnya, turun menjadi 3,43 miliar, dan dampak kita jauh lebih besar, karena begitu banyak dari apa yang kita lakukan diperbesar oleh reaksi berantai yang kita keluarkan melalui ekosistem.
Gambar 8. Tampilan 3D di Pusat Kepadatan Penduduk Terbesar
Pada tahun 2100, tulis Weisman, kurang dari satu abad dari sekarang, kita akan mencapai 1,6 miliar: kembali ke tingkat yang terakhir terlihat pada abad ke-19, tepat sebelum kemajuan kuantum dalam produksi energi, obat-obatan, dan makanan menggandakan jumlah kita dan kemudian menggandakan kita lagi. Pada saat itu, penemuan-penemuan itu tampak seperti keajaiban. Hari ini, seperti terlalu banyak hal baik lainnya, kita memanjakan diri lebih banyak hanya dengan risiko kita sendiri. Proyeksi Weisman meleset jauh. Karena proyeksi PBB terbaru, seperti dikutip pada bagian awal artikel ini justru penduduk Bumi akan mencapai 11 milyar pada tahun 2100. Melakukan proyeksi selalu tidak mudah. Jauh lebih mudah proyeksi yang imajinatif. Ini banyak dilakukan melalui film-film tentang ledakan penduduk.
John Ibbitson and Darrell Bricker: Empty Planet (2019) mencatat beberapa film tersebut. “Soylent Green is people!” seorang detektif New York yang ketakutan, diperankan oleh Charlton Heston, berteriak memperingatkan. Populasi global sebanyak delapan puluh miliar telah merusak lingkungan, hanya menyisakan makanan berbasis plankton yang diproduksi oleh Soylent Corporation untuk menopang umat manusia. Setidaknya semua orang mengira itu adalah plankton.
Soylent Green, dirilis pada tahun 1973, dan menggambarkan situasi pada tahun 2022. Ini adalah salah satu dari daftar panjang film, buku, dokumenter, dan hiburan lainnya berdasarkan anggapan bahwa kelebihan populasi merusak lingkungan planet ini dan melampaui pasokan makanan, yang seharusnya pasti mengarah pada kiamat. Salah satu yang terbaru, tulis Ibbitson dan Bricker, adalah Inferno, sebuah film mengerikan yang dibintangi Tom Hanks. Dalam Inferno, seorang ilmuwan miliarder, Bertrand Zobrist, menyimpulkan bahwa bumi berada di ambang bencana ledakan populasi— “Satu menit menuju tengah malam,” dia memperingatkan— dan satu-satunya solusi adalah melepaskan virus yang dia buat yang akan membunuh separuh manusia di bumi. Hanya Hanks, pahlawan kita, yang dapat menghentikannya. Tak seorang pun di film itu mempertanyakan premis Zobrist; mereka hanya tidak menyukai solusinya.
Gambar 9. Tampilan 3D di Pusat Kepadatan Penduduk di Jawa
“Semua ini busuk,” kata Ibbitson dan Bricker dengan segenap kekesalannya. Populasi bumi tidak akan menjadi delapan puluh miliar pada tahun 2022–dan ini benar; hanya akan mencapai delapan miliar, meskipun itu lebih dari cukup. Meskipun populasi saat ini menekan lingkungan, berkontribusi terhadap kepunahan spesies dan pemanasan global, tidak ada apokaliptik di cakrawala. Dan semakin banyak ahli demografi yakin bahwa, jauh dari terus berkembang, populasi bumi akan stabil dan kemudian mulai menurun sekitar pertengahan abad ini.
“Sebelum kita menyanggah mitos ledakan populasi, mari kita lihat bagaimana hal itu terjadi. Kemudian kami akan mencoba menjelaskan mengapa kebijaksanaan konvensional sama sekali tidak bijaksana,” tulis Ibbitson dan Bricker. Bukunya menjelaskan dengan berbekal banyak data yang menunjukkan penurunan penduduk dunia. Tahun 2100 adalah saat pertumbuhan penduduk mulai stabil dan kemudian berangsur-angsur menurun.
Perbincangan lebih awal tentang dinamika populasi ini adalah dari sebuah buku yang ditulis oleh Joel E. Cohen, How Many People Can the Earth Support? (1995). Dalam buku itu Cohen menyitir kisah-kisah lama. Sesaat sebelum 1600 SM, seorang juru tulis junior di tempat yang sekarang disebut Irak menuliskan pada tiga keping serupa koin tanah liat sejarah Babilonia tentang umat manusia. Tercantum serupa puisi dengan 1.245 baris ini sudah tua kala itu. Dalam puisi itu, para dewa Babilonia menciptakan manusia di Bumi untuk melakukan pekerjaan berat para dewa yang lebih rendah. Para dewa segera menghadapi masalah karena perkembangbiakan manusia yang banyak dan membuat ribut dan berisik.
Epik Babilonia itu, yang dikenal oleh para sarjana saat ini sebagai epik Atrahasis, mungkin merupakan kisah paling awal tentang kelebihan populasi manusia dan interpretasi paling awal dari bencana sebagai tanggapan terhadap kelebihan populasi. Kelebihan populasi muncul lagi sebagai masalah bagi para dewa dalam epik Cypria pasca-Homer yang hilang, yang dikaitkan dengan Stasinos. Cypria adalah bagian dari Siklus Epik yang ditulis pada periode 776-580 SM. Tanggapan pertama Zeus terhadap kelebihan populasi adalah mengirimkan Perang Theban, yang menghancurkan banyak orang. Tapi masalahnya tetap ada. Setelah mempertimbangkan kehancuran universal manusia oleh banjir atau halilintar, Zeus dibujuk untuk merekayasa kelahiran Helen yang cantik untuk memprovokasi perang antara orang Yunani dan orang Barbar.
Pertanyaannya adalah seperti dilontarkan Cohen: How Many People Can the Earth Support? Pertanyaan ini sebetulnya tidak lengkap. Bumi mampu mendukung kehidupan yang seperti apa? Dengan teknologi apa? Untuk berapa lama? Meninggalkan Bumi seperti apa untuk masa depan?
Tentu saja kita tidak bisa melupakan The Limits to Growth (1972) sebuah pemikiran yang bersemi pada April 1968. Sebuah kelompok yang terdiri dari tiga puluh orang dari sepuluh negara—ilmuwan, pendidik, ekonom, humanis, industrialis, dan pegawai negeri sipil nasional dan internasional—berkumpul di Accademia dei Lincei di Roma. Mereka bertemu atas dorongan Dr. Aurelio Peccei, seorang manajer industri Italia, ekonom, dan orang yang memiliki visi, untuk membahas subjek dengan cakupan yang mengejutkan—kesulitan manusia saat ini dan di masa depan. Dari pertemuan inilah kemudian dikenal sebagai The Club of Rome, sebuah organisasi informal yang secara tepat digambarkan sebagai “perguruan tinggi tak terlihat”. Tujuannya adalah untuk menumbuhkan pemahaman tentang komponen yang bervariasi tetapi saling bergantung—ekonomi, politik, alam, dan sosial—yang membentuk sistem global tempat kita semua hidup; untuk membawa pemahaman baru itu menjadi perhatian para pembuat kebijakan dan publik di seluruh dunia; dan dengan cara ini untuk mempromosikan inisiatif dan tindakan kebijakan baru.
Masalah-masalah perlombaan senjata, kerusakan lingkungan, ledakan populasi, dan stagnasi ekonomi—sering disebut sebagai masalah utama manusia modern jangka panjang. Banyak orang percaya bahwa masa depan masyarakat manusia, bahkan mungkin kelangsungan hidup masyarakat manusia, bergantung pada kecepatan dan keefektifan dunia menanggapi masalah ini. Namun hanya sebagian kecil dari populasi dunia yang secara aktif peduli untuk memahami masalah ini atau mencari solusinya. “Every day of continued exponential growth brings the world system closer to the ultimate limits to that growth. A decision to do nothing is a decision to increase the risk of collapse,” tulis The Limits to Growth.
Dokumen klasik ini memberi peringatan dini soal masa depan manusia dan Bumi. “Obviously, none of this has happened. Nonetheless, periodic updates assure us that humankind continues along its path to perdition,” bantah Ibbitson dan Bricker. Jelas, semua ini tidak terjadi. Meskipun demikian, data terbaru berkala meyakinkan kita bahwa umat manusia terus berjalan menuju kebinasaan, ”
Meskipun demikian pesan yang bisa kita ambil dari Weisman dan Cohen adalah penduduk Bumi akan cenderung makin menurun. Tetapi Bumi pun tetap ada batas-batas ekologi yang harus bisa kita pertimbangkan agar manusia tetap bisa bertahan hidup dari generasi ke generasi berikutnya dengan kekayaan alam yang pantas seperti dinikmati generasi saat ini. Dan inilah yang dicatat dan dicemaskan oleh John Ibbitson and Darrell Bricker: Empty Planet (2019).
Bagaimana dengan populasi di Indonesia?
Bangsa Indonesia saat ini memiliki jumlah penduduk usia produktif yang melimpah. Kondisi banyaknya usia produktif ini adalah keberuntungan karena itu biasa disebut bonus demografi yang berlangsung sejak 2012 dan diperkirakan akan mencapai puncaknya pada tahun 2029-2030.
Kebanyakan orang memandang bonus demografi ini sebagai plus (surplus) bagi Indonesia karena dengan tenaga kerja produktif yang melimpah, peluang pertumbuhan ekonomi negara sangat terbuka lebar. Namun, di sisi lain, bonus demografi juga dianggap sebagai ancaman jika tidak didukung dengan perangkat yang tepat untuk memanfaatkan kondisi tersebut. Melimpahnya tenaga kerja produktif akan benar-benar menjadi nilai lebih bagi Indonesia ketika terserapnya penduduk usia produktif ke dalam dunia kerja bermuara pada pemberdayaan ekonomi. Sebaliknya, hal-hal buruk yang dipanen dari bonus demografi. Salah satu solusinya adalah mengembangkan dan menciptakan ekosistem ekonomi kreatif yang tepat. Ekonomi kreatif yang mengandalkan sumber daya tak terbatas berupa ide, bakat dan kreativitas merupakan salah satu solusi alternatif untuk mengurangi ancaman gelombang pengangguran dampak fenomena bonus demografi. Kontribusi sektor ekonomi kreatif terhadap PDB nasional dapat dikatakan cukup signifikan dan akan terus meningkat jika dilihat dari tren perkembangannya. Namun demikian, belum ada tanda-tanda bagaimana kita menghadapi penurunan penduduk pada beberapa dekade yang akan datang.
Menurut Ibbitson dan Bricker kita telah melihat ke masa lalu ketika ada banyak kelahiran dan banyak kematian dini dan masa kini di mana lebih sedikit yang dilahirkan, tetapi mereka yang dilahirkan hidup lebih lama. Masa depan kita akan mengandung sesuatu yang belum pernah kita alami: dunia yang semakin kecil jumlahnya karena pilihan”
Banyak hal yang perlu menjadi renungan tentang dinamika kependudukan ini. Kekhawatiran ketersediaan sumberdayaan alam, kemerosotan baik jumlah maupun kualitasnya selalu mengasumsikan pertumbuhan penduduk yang terus meningkat. Kecenderungan populasi yang menurun atau depopulasi luput dari pertimbangan. “Akan seperti apa dunia bagi seorang anak yang lahir hari ini ketika dia mencapai usia paruh baya di saat populasi menurun? Akan seperti apa dunia itu bagi anaknya? Kami percaya akan ada banyak hal tentang dunia itu untuk dikagumi,” seru Ibbitson dan Bricker dengan sukacita menyambut segala kemungkinan yang berbeda.
Dunia akan menjadi lebih bersih, lebih aman, lebih tenang. Lautan akan mulai pulih dan atmosfer menjadi dingin—atau setidaknya berhenti memanas. Orang mungkin tidak tumbuh lebih kaya, tapi itu mungkin tidak terlalu penting. Pusat-pusat kekuatan akan bergeser—dan juga pusat-pusat inovasi dan kreativitas. Kita akan hidup di dunia kota, dengan semakin renggang batas-batas di antaranya. Di banyak belahan dunia, kita mungkin tinggal di kota yang terasa semakin tua.
Berdasarkan uraian mereka penurunan populasi nasional sudah terjadi di beberapa bagian yang dulunya disebut Utara; penurunan yang akan segera terjadi di beberapa bagian Selatan; akhir pertumbuhan eksplosif di tempat-tempat terakhir yang masih tumbuh eksplosif. Penurunan populasi tidak akan secara eksklusif menentukan masa depan kita, tetapi akan membantu membentuknya.
Kabar baiknya adalah, di tengah hiruk pikuk kesepakatan para pihak untuk mengatasi perubahan iklim, penurunan populasi dapat berperan besar dalam membatasi emisi karbon. Satu studi baru-baru ini, yang dikutip Ibbitson dan Bricker, memproyeksikan bahwa jika model varian rendah (proyeksi pertumbuhan penduduk) PBB dimainkan, emisi relatif akan menurun sebesar 10 persen pada tahun 2055 dan 35 persen pada tahun 2100. Solusi untuk menghasilkan lebih sedikit karbon dioksida pada akhirnya mungkin menghasilkan lebih sedikit manusia.
Pandangan Ibbitson dan Bricker ini menarik karena menurutnya masa depan berada di mana banyak umat manusia yang menyusut, tinggal di gedung-gedung apartemen bertingkat tinggi di kota-kota besar, dengan sebagian besar tanah di antara kota-kota kembali menjadi semak. Hutan hujan tropis dan hutan boreal utara akan meluas, menangkap karbon dan menyumbangkan oksigen. Bentuk energi terbarukan akan mengurangi dan pada akhirnya menghilangkan kebutuhan akan bahan bakar fosil. Urbanisasi, inovasi, dan depopulasi mungkin menjadi solusi terbaik untuk menghentikan laju perubahan iklim. Jika beruntung, bayi yang lahir hari ini—atau paling buruk yang lahir satu atau dua dekade dari sekarang—akan mencapai usia paruh baya di dunia yang lebih bersih dan lebih sehat.
Itulah gambaran mereka tentang penurunan populasi di masa depan. Depopulasi yang membawa kita ke akhir abad ini. Namun penurunan itu tidak dapat dihindari untuk setiap generasi yang akan datang, untuk setiap abad yang akan datang. Ada begitu banyak kemungkinan. “Akankah Eropa memandang Afrika dengan kekaguman dan kecemburuan? Akankah para ilmuwan mulai mempelajari dampak pendinginan global? Apakah kita akan hidup di masa perang yang mengerikan atau Pax Indica, penurunan tanpa akhir atau pembaruan?”
Ketika 8 milyar manusia menghuni Bumi kini, ada baiknya kita merenungkan suara hati Ibbitson dan Bricker ini:
“Enough. The future will make its own way; we must make ours. We must cherish our old and encourage our young and promote equality for all. We must welcome newcomers and share our spaces with them, while preserving freedom and tolerance, which make a society worth living in. Population decline need not be a time of social decline. But we do need to understand what is happening to us and what is about to happen. All the years we’ve been together on this earth, we have never faced such a thing.
We will grow fewer. Just imagine.”
Kedawung, Kab. Cirebon, 30 November 2022
1 https://www.overshootday.org/newsroom/past-earth-overshoot-days/. Untuk menentukan tanggal Earth Overshoot Day setiap tahun, Global Footprint Network menghitung jumlah hari pada tahun itu di mana biokapasitas Bumi cukup untuk menyediakan Jejak Ekologis umat manusia. Sisa tahun ini sesuai dengan overshoot global. Hari Overshoot Bumi dihitung dengan membagi biokapasitas planet (jumlah sumber daya ekologis yang mampu dihasilkan Bumi tahun itu), dengan Jejak Ekologis manusia (permintaan manusia untuk tahun itu), dan dikalikan dengan 365, jumlah hari dalam setahun:
(Biokapasitas Planet / Jejak Ekologis Manusia) x 365 = Hari Overshoot Bumi
Jejak Ekologi Global dan metrik biokapasitas dihitung setiap tahun di Akun Jejak Kaki (Foot print account) dan Biokapasitas Nasional. Dengan menggunakan statistik PBB, akun-akun ini menggabungkan data terbaru dan metodologi akuntansi terbaru (National Footprint and Biocapacity Accounts Edisi 2022 menampilkan data 2018.) Untuk memperkirakan Hari Overshoot Bumi tahun ini, Jejak Ekologis dan biokapasitas “diberikan sekarang” ke tahun berjalan menggunakan data terbaru dari sumber tambahan, seperti Proyek Karbon Global.
Untuk menjaga konsistensi dengan data dan sains terbaru yang dilaporkan, metrik Jejak Ekologis untuk semua tahun terakhir sejak 1961 (data tahun paling awal tersedia) dihitung ulang setiap tahun, sehingga metrik setiap tahun berbagi kumpulan data umum dan metode akuntansi yang sama persis. Tanggal tahunan Hari Overshoot Bumi dihitung ulang sesuai dengan itu.
2 Baca juga misalnya buku 7 Billion: How Your World Will Change. National Geographic. 2011. Buku himpunan artikel dari beberapa penulis dari berbagai bidang. Buku ini diterbitkan sebagai upaya memberi peringatan tentang populasi dunia dan konselkwensi yang ditimbulkannya. 7 Billion diterbitkan untuk memperingati 7 milyar manusia menghuni Bumi pada 2011. Isu yang dikupas berkaitan dengan pertumbuhan populasi: kemiskinan, pasokan air bersih dan pangan, kesehatan dunia, perubahan iklim, deforestasi, laju kesuburan dan lain-lain. Kesannya adalah pertumbuhan penduduk selalu meningkat dan itu menjadi masalah bagi planet.
3 ibid
4 Seperti yang disitir Cohen, Davis, Kingsley, and Mikhail S. Bernstam, eds. 1991. Resources, environment, and population: Present knowledge, future options. Supplement to vol. 16 of Population and Development Review, 1990. New York: Population Council, and New York / Oxford: Oxford Univer- sity Press.
5 Massimo Livi Bacci. 2017. A Concise History of World Population. 6th Edition.
6 https://www.nytimes.com/2022/11/15/world/world-population-8-billion.html
7 https://www.nationalgeographic.com/environment/article/the-world-now-has-8-billion-people
8 Hans Rosling, 2018. Factfulness: Ten Reasons We’re Wrong about the World and Why Things Are Better Than You Think. Great Britain: Sceptre, An imprint of Hodder & Stoughton–An Hachette UK company
9 ibid
10 John Ibbitson and Darrell Bricker: Empty Planet (2019). New York: Penguin Random House LLC.
11 https://www.worldometers.info/world-population/
12 United Nations Department of Economic and Social Affairs, Population Division (2021). Global Population Growth and Sustainable Development. UN DESA/POP/2021/TR/NO. 2.
13 https://www.nationalgeographic.com/environment/article/the-world-now-has-8-billion-people
14 https://www.nytimes.com/2022/11/15/world/world-population-8-billion.html
15 https://www.visualcapitalist.com/cp/3d-mapping-the-worlds-largest-population-densities/
16 Sumber grafis, ibid: Charlotte Li, NG Staff. Sources: United Nations, Department of Economic and Social Affairs, Population Division; Wittgenstein Centre for Demography and Global Human Capital; Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME).
17 Sumber grafis, ibid: Charlotte Li, NG Staff. Sources: United Nations, Department of Economic and Social Affairs, Population Division; Wittgenstein Centre for Demography and Global Human Capital; Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME).
18 Sementara butuh 11 tahun bagi populasi untuk tumbuh menjadi delapan miliar dari tujuh miliar, PBB mengatakan diperkirakan 15 tahun akan berlalu sebelum kita mencapai sembilan miliar, pada tahun 2037, dan 22 tahun lagi sebelum 10 miliar, pada tahun 2058. “Penurunan populasi dunia diperkirakan tidak akan terjadi selama setengah abad lagi, dengan tanggal pastinya sangat tergantung pada laju penurunan kesuburan di masa depan di negara-negara dengan kesuburan tinggi saat ini,” kata organisasi itu. Kelahiran China mencapai titik terendah dalam sejarah pada tahun 2021, sebuah fakta yang, ditambah dengan harapan hidup yang meningkat, dapat menyebabkan kekurangan tenaga kerja dan menghambat pertumbuhan ekonomi. Amerika Serikat juga melambat, tumbuh pada tingkat paling lambat sejak tahun 1930-an selama dekade terakhir.
India diperkirakan akan melampaui China sebagai negara terpadat di dunia pada 2023, kata PBB pada Juli. https://www.nytimes.com/2022/11/15/world/world-population-8-billion.html
19 Ini artinya pertumbuhan penduduk masih lebih tinggi dibandingkan dengan proyeksi yang dikutip Weisman dari data PBB pada waktu dan analisis Dr. Sergei Scherbov.
20 Donella H. Meadows Dennis L. Meadows Jørgen Randers William W. Behrens III. 1972. The Limits to Growth: A Report for the Club of Rome’s Project on the Predicament of Mankind.
21 Seperti dikutip oleh John Ibbitson and Darrell Bricker: Empty Planet (2019).
22 Biky Uthbek Mubarok, Margaretha Hanita, Syaiful Rohman. Demographic and Youth Bonus; Creative Economic Development Based on Local Culture. ICSGS 2018, October 24-26, Jakarta, Indonesia Copyright © 2019 EAI. DOI 10.4108/eai.24-10-2018.2289656
23 ibid
24 Cukuplah sudah. Masa depan akan berjalan dengan sendirinya; kita harus membuat milik kita. Kita harus menghargai yang tua dan mendorong yang muda dan mempromosikan kesetaraan untuk semua. Kita harus menyambut pendatang baru dan berbagi ruang dengan mereka, sambil menjaga kebebasan dan toleransi, yang membuat masyarakat layak untuk hidup bersama. Penurunan populasi tidak berarti juga penurunan sosial. Tapi kita perlu memahami apa yang terjadi pada kita dan apa yang akan terjadi. Selama bertahun-tahun kita bersama di bumi ini, kita tidak pernah menghadapi hal seperti itu.
Kita akan tumbuh lebih sedikit. Bayangkanlah. Dikutip dari John Ibbitson and Darrell Bricker: Empty Planet (2019).