Sustainability 17A #53
–bagian 5 dari 5–
Dwi R. Muhtaman,
sustainability partner
Laporan-laporan tahunan perusahaan global sering kali memamerkan komitmen mereka terhadap isu-isu penting seperti keberlanjutan lingkungan, hak asasi manusia, dan kesejahteraan masyarakat. Dalam laporan tersebut, mereka menggambarkan diri sebagai entitas yang peduli terhadap keberlanjutan, menghormati hak-hak pekerja, mempromosikan kesetaraan gender, dan berkomitmen untuk melindungi anak-anak. Namun, ketika berbicara tentang isu genosida, pembersihan etnis, dan penjajahan di Palestina oleh Israel, banyak perusahaan yang gagal mencerminkan komitmen yang mereka klaim.
Sebaliknya, terdapat perusahaan yang tetap konsisten dengan nilai-nilai yang mereka cantumkan dalam laporan keberlanjutan (sustainability report), ESG, atau CSR mereka, menunjukkan keberanian untuk menentang tindakan Israel dan mendukung rakyat Palestina. Draft ini akan memaparkan perusahaan-perusahaan tersebut, meninjau data yang relevan, serta membandingkannya dengan perusahaan yang menunjukkan sikap kontradiktif.
Tabel 5 adalah beberapa contoh perusahaan dengan laporan keberlanjutan yang menonjol namun dengan respons berbeda terkait Palestina:
Tabel 5. Ringkasan Matriks
Shaming melalui aksi boikot ini telah membuat perusahaan-perusahaan yang ditargetkan menglami kerugian finansial. Dalam kasus dukungan terhadap penjajahan dan pendudukan Palestina oleh zionis Israel ukuran finansial adalah yang lebih tepat. Shaming atau mempermalukan mereka mungkin sudah tidak lagi efektif dan mempan. Meskipun shaming yang terus menerus terhadap hipokrisi mereka pada akhirnya juga akan membuat reputasi dan harga jualnya akan hancur lebur juga.
Untuk menguraikan kerugian dan keuntungan yang dialami perusahaan karena respons terhadap gerakan BDS, catatan berikut merupakan situasi yang dihadapi masing-masing perusahaan tersebut:
Kerugian Perusahaan Tidak Konsisten
Banyak perusahaan yang tidak konsisten dengan nilai-nilai keberlanjutan mereka dan mendukung Israel, baik secara langsung atau tidak langsung, menghadapi boikot oleh konsumen, divestasi dari investor, dan kerugian reputasi. Contoh dampak:
– HP: Kehilangan kontrak institusi pendidikan tertentu yang mendukung BDS.
– Coca-Cola: Boikot di negara-negara Timur Tengah dan di kalangan konsumen pro-Palestina.
– Starbucks: Penurunan penjualan di beberapa pasar strategis yang memiliki konsumen peduli isu Palestina.
Keuntungan Perusahaan Konsisten
Sebaliknya perusahaan yang mendukung nilai-nilai mereka seperti Ben & Jerry’s justru mendapatkan loyalitas konsumen dari komunitas yang peduli keadilan sosial dan hak asasi manusia. Contoh dampak:
– Ben & Jerry’s: Meningkatkan reputasi di kalangan aktivis sosial dan masyarakat yang mendukung Palestina.
Tabel 6 dan Tabel 7 menggambarkan masing-masing kerugian akibat retorika dan tindakan yang berbeda, laporan dan kenyataan yang tidak sinkron, dan keuntungan bagi perusahaan-perusahaan yang tetap konsisten pada nilai-nilai yang dianut termasuk pada saat masa-masa kritis tersebut 1:
Tabel 6. Matriks Kerugian Perusahaan Tidak Konsisten
Tabel 7. Matriks Keuntungan Perusahaan Konsisten
Perlu dicatat bahwa data spesifik mengenai kerugian finansial atau keuntungan yang dialami perusahaan akibat gerakan BDS seringkali sulit diperoleh secara publik. Namun, dampak reputasi dan perubahan perilaku konsumen menunjukkan bahwa gerakan ini memiliki pengaruh nyata terhadap perusahaan yang terlibat.
Untuk mengatasi kampanye BDS dan shaming, perusahaan-perusahaan ini biasanya mengadopsi beberapa strategi:
1. Penyangkalan Keterlibatan Langsung: Perusahaan menyatakan bahwa operasi mereka di Israel tidak terkait dengan aktivitas politik atau militer, dan menegaskan bahwa mereka beroperasi secara netral.
2. Menekankan Kegiatan Filantropi dan CSR: Mereka mempublikasikan inisiatif sosial dan lingkungan yang positif untuk mengalihkan perhatian dari tuduhan keterlibatan dalam okupasi.
3. Melobi dan Kampanye PR: Perusahaan bekerja sama dengan pemerintah dan organisasi pro-Israel untuk melobi melawan gerakan BDS dan memperbaiki citra publik mereka.
Contoh Perusahaan yang Menjadi Target BDS:
– Coca-Cola: Dituduh memiliki hubungan bisnis yang mendukung ekonomi Israel. Sebagai respons, Coca-Cola menegaskan bahwa mereka tidak terlibat dalam politik dan fokus pada bisnis global mereka 2.
– McDonald’s: McDonald’s Israel dilaporkan memberikan dukungan kepada militer Israel, yang memicu seruan boikot di berbagai negara. Perusahaan induk biasanya menyatakan bahwa setiap cabang beroperasi secara independen 3.
– Hewlett-Packard (HP): Dituduh menyediakan teknologi yang digunakan oleh pemerintah Israel untuk mengawasi warga Palestina. HP menyatakan bahwa mereka hanya menyediakan layanan teknologi dan tidak terlibat dalam kebijakan politik 4.
– Puma: Sebagai sponsor resmi Asosiasi Sepak Bola Israel, Puma menghadapi tekanan dari gerakan BDS. Perusahaan ini menekankan komitmennya terhadap olahraga dan menyatakan bahwa sponsorship mereka tidak bermotif politik 5.
– Carrefour: Rantai ritel ini menjadi target boikot karena hubungannya dengan perusahaan-perusahaan Israel. Sebagai respons, beberapa cabang di negara tertentu, seperti Oman, telah ditutup di tengah tekanan publik 6.
Strategi-strategi ini menunjukkan upaya perusahaan untuk mempertahankan citra positif sambil menghadapi tekanan dari gerakan BDS dan masyarakat internasional.
Buku “The Playbook: How to Deny Science, Sell Lies, and Make a Killing in the Corporate World” karya Jennifer Jacquet–buku terbaru dari penulis yang bercerita tentang dolpin pada awal tulisan ini–menguraikan berbagai strategi yang digunakan oleh korporasi untuk menolak fakta ilmiah, menyebarkan disinformasi, dan melindungi kepentingan bisnis mereka. Meskipun fokus utama buku ini adalah pada penolakan sains dalam konteks isu seperti perubahan iklim dan kesehatan masyarakat, beberapa taktik yang dijelaskan relevan untuk menganalisis bagaimana perusahaan menghadapi kampanye dari gerakan Boycott, Divestment, Sanctions (BDS) 7.
Strategi Relevan dari “The Playbook”:
1. Menunda dan Mengalihkan Perhatian: Perusahaan mungkin menunda respons terhadap tuduhan atau mengalihkan perhatian publik dengan memfokuskan pada inisiatif lain, seperti program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) yang positif.
2. Menyebarkan Disinformasi: Menggunakan kampanye hubungan masyarakat untuk menyebarkan informasi yang membingungkan atau menyesatkan guna meragukan klaim yang dibuat oleh gerakan BDS.
3. Menggandeng Pihak Ketiga: Merekrut akademisi atau pakar yang bersedia mendukung posisi perusahaan, memberikan legitimasi ilmiah atau moral terhadap tindakan mereka.
Contoh Konkret:
– Unilever: Anak perusahaan Unilever, Ben & Jerry’s, memutuskan untuk menghentikan penjualan produknya di wilayah pendudukan Palestina sebagai bentuk protes terhadap kebijakan Israel. Namun, Unilever sebagai induk perusahaan mengambil langkah hukum untuk membatalkan keputusan tersebut, menunjukkan adanya perbedaan sikap antara anak perusahaan dan induk perusahaan dalam menghadapi tekanan dari berbagai pihak.
– Starbucks: Perusahaan ini menghadapi tuduhan mendukung kebijakan Israel, yang memicu seruan boikot dari berbagai kelompok pro-Palestina. Sebagai respons, Starbucks mengeluarkan pernyataan resmi yang menyangkal keterlibatan politik dan menegaskan komitmennya terhadap keberagaman dan inklusi.
Strategi-strategi ini mencerminkan upaya perusahaan untuk melindungi citra dan kepentingan bisnis mereka sambil menghadapi tekanan dari gerakan BDS dan masyarakat internasional.
Banyak perusahaan yang secara publik menyuarakan dukungan terhadap hak asasi manusia dan keberlanjutan global, tetapi operasi mereka di Israel atau sikap diam mereka terhadap kekejaman di Palestina menunjukkan kontradiksi prinsip. Retorika dan tindakan yang asimetrik akan mengakibatkan resistensi konsumen dan publik terhadap perusahaan seperti ini. Beberapa perusahaan, seperti Ben & Jerry’s (anak perusahaan Unilever), mencoba untuk menghentikan penjualan di permukiman ilegal Israel. Namun, upaya mereka mendapat tentangan, termasuk tantangan hukum dari Unilever, yang mengungkapkan konflik internal. Pada perusahaan-perusahaan yang banyak anak perusahaan maka resistensi internal korporasi terhadap tekanan BDS akan mengungkapkan jatidiri sebenarnya dari perusahaan tersebut.
Merek-merek populer di Indonesia, seperti Indofood atau Mayora, memiliki visibilitas yang lebih rendah terkait konflik Palestina-Israel. Laporan keberlanjutan mereka lebih fokus pada isu lingkungan dan tenaga kerja lokal, tetapi tidak menunjukkan keterlibatan politik yang lebih luas.
Ketidaksesuaian antara klaim keberlanjutan perusahaan dan tindakan mereka terhadap Palestina menyoroti masalah greenwashing dan human rights washing yang meluas. Meskipun beberapa perusahaan telah berupaya untuk menyelaraskan praktik mereka dengan nilai-nilai yang dinyatakan, banyak yang tetap terlibat dalam mendukung sistem penindasan. Kesadaran konsumen yang lebih tinggi dan tekanan dari gerakan seperti BDS sangat penting untuk meminta pertanggungjawaban perusahaan atas peran mereka dalam pelanggaran hak asasi manusia global.
Karena itu ada lima hal penting yang perlu mendapatkan perhatian korporasi menghadapi situasi krisis kemanusiaan:
1. Transparansi: Perusahaan harus transparan tentang keterlibatan mereka di wilayah konflik, termasuk dampak operasi mereka terhadap masyarakat lokal.
2. Akuntabilitas: Perusahaan harus mempertanggungjawabkan praktik mereka dan memastikan bahwa mereka tidak mendukung pelanggaran HAM atau kerusakan lingkungan.
3. Boikot dan Tekanan Publik: Masyarakat sipil dapat menggunakan tekanan publik, kampanye boikot, dan divestasi untuk memaksa perusahaan mengubah praktik mereka.
4. Regulasi Internasional: Pemerintah dan organisasi internasional harus memperkuat regulasi untuk mencegah perusahaan terlibat dalam pelanggaran HAM dan kerusakan lingkungan di wilayah konflik.
5. Akuntabilitas bisa dipertahankan dan untuk mengatasi kontradiksi ini, perusahaan harus:
- Melakukan Audit terhadap Rantai Pasok dan Kemitraan
– Memastikan bahwa investasi dan kerja sama mereka selaras dengan nilai-nilai keberlanjutan dan hak asasi manusia yang mereka deklarasikan.
- Menyediakan Laporan yang Transparan
– Memberikan laporan yang jujur dan komprehensif tentang aktivitas mereka yang berdampak pada zona konflik.
- Mengadopsi Kerangka Etis yang Mengikat
– Berkomitmen pada standar hak asasi manusia internasional dan menarik diri dari aktivitas yang mendukung rezim penindas.
Tindakan perusahaan terhadap Palestina menjadi ujian nyata bagi komitmen mereka terhadap keberlanjutan dan hak asasi manusia. Data dari gerakan seperti BDS Movement sangat penting untuk mengungkap kontradiksi antara klaim perusahaan dalam laporan mereka dengan tindakan nyata. Keberanian seperti yang ditunjukkan Ben & Jerry’s harus menjadi teladan bagi perusahaan lainnya, baik yang beroperasi secara global maupun di Indonesia. Dengan demikian, nilai keberlanjutan tidak hanya menjadi jargon tetapi juga prinsip yang diwujudkan.
Dengan demikian, perusahaan-perusahaan ini tidak hanya dapat memenuhi klaim mereka secara retoris tetapi juga dalam praktik nyata. Dan dalam situasi kritis itulah keteguhan dan konsistensi nilai yang dianut dan dipamerkan ke publik menentukan wajah yang sebenarnya.
1 https://nypost.com/2024/08/1/business/how-anti-israel-protests-are-costing-companies-billions/?utm_source=chatgpt.com
2 https://www.thetimes.com/uk/scotland/article/glasgow-film-theatre-staff-boycott-coca-cola-in-israel-protest-ct98khzcj?utm_source=chatgpt.com®ion=global
3 https://www.alinea.id/bisnis/napas-produk-lokal-di-tengah-boikot-perusahaan-pro-israel-b2ia59Phe?utm_source=chatgpt.com
4 https://editorindonesia.com/kenali-8-produk-dan-perusahaan-israel-yang-diboikot/?utm_source=chatgpt.com
5 https://www.instagram.com/nowdots/p/DC5jEElzsYB/?utm_source=chatgpt.com&img_index=1
6 https://www.tempo.co/internasional/carrefour-umumkan-penutupan-cabang-di-oman-di-tengah-seruan-boikot-bds-1192564?utm_source=chatgpt.com
7 Jacquet, J. (2022). The playbook: How to deny science, sell lies, and make a killing in the corporate world. Pantheon Books.