Rubarubu #29
No-Excuses Innovation:
Inovasi untuk Si Kecil dan Menengah
Di sebuah kota kecil di Jawa Tengah, berdiri sebuah pabrik komponen otomotif keluarga yang telah beroperasi selama tiga generasi. Untuk puluhan tahun, bisnis mereka stabil, didukung oleh loyalitas pelanggan dan kualitas produk yang teruji. Namun, sekitar lima tahun lalu, angin perubahan mulai terasa. Pesanan dari klien besar mulai berkurang, digantikan oleh pemasok baru yang menawarkan harga lebih murah dengan teknologi yang lebih mutakhir. Sang CEO, seorang pria paruh baya yang mewarisi bisnis dari ayahnya, menghadapi tekanan yang belum pernah ia alami. Dia merasa terjepit: terlalu kecil untuk berinvestasi besar-besaran dalam R&D seperti perusahaan multinasional, tetapi terlalu matang dan kaku untuk berputar arah secepat startup. Alasan pun bermunculan: “Kami tidak punya modal seperti mereka,” “Anak muda sekarang tidak mau kerja di pabrik,” atau “Ini bukan bisnis inti kami.”
Kisah ini adalah gambaran klasik dari apa yang dialami oleh jutaan Small- and Medium-sized Mature Enterprises (SME Mature) di seluruh dunia. Dan inilah tepatnya celah yang ingin ditutup oleh Bruce A. Vojak dan Walter B. Herbst dalam buku mereka, No-Excuses Innovation: Strategies for Small- and Medium-Sized Mature Enterprises (2022). Buku ini bukan untuk startup Silicon Valley atau raksasa teknologi; buku ini adalah peta navigasi bagi perusahaan-perusahaan tulang punggung ekonomi—yang sudah mapan, memiliki sejarah, namun rentan terhadap disruptsi—untuk berinovasi tanpa bisa lagi berdalih. Sebagaimana ditekankan oleh penulis: “Inovasi bukanlah kemewahan bagi perusahaan kecil dan menengah yang sudah mapan; ini adalah sebuah kebutuhan untuk kelangsungan hidup mereka.” [1, p. 4].
Esensi No-Excuses Innovation
Buku ini menolak narasi simplistik bahwa inovasi adalah tentang “gagal cepat” atau hanya soal teknologi mutakhir. Sebaliknya, Vojak dan Herbst membangun kerangka kerja yang kokoh dan praktis yang berpusat pada empat pilar utama yang saling terkait. Berikut ini beberapa gagasan yang dilontarkan dalam No-Excuses Innovation.
Bruce A. Vojak dan Walter B. Herbst memulai dengan pertanyaan penting ini: mengapa SME Mature berbeda? Mereka menguraikan tantangan dan peluang yang justru unik. Penulis membedakan secara tegas SME Mature dari startup dan perusahaan besar. Karakteristik unik mereka—seperti sumber daya yang terbatas, struktur kepemilikan keluarga, budaya “yang sudah terbukti”, dan hubungan pelanggan yang sudah lama—bukanlah halangan mutlak, melainkan konteks yang harus dikelola. Tantangan yang dihadapi: Penghindaran risiko yang tinggi, kurangnya sumber daya untuk R&D jangka panjang, dan struktur organisasi yang datar namun kaku. Namun juga peluang yang terbuka lebar adalah: Kedalaman pengetahuan industri, hubungan pelanggan yang kuat, dan kemampuan untuk bergerak lebih cepat daripada pesaing yang lebih besar jika diarahkan dengan benar.
Buku ini berargumen bahwa justru dalam keterbatasan ini terletak kekuatan untuk berinovasi dengan lebih fokus dan efisien. Beberapa hal berikut ini menjadi faktor penting inovasi bagi SME Mature:
Pilar 1: Kepemimpinan yang Memberdayakan dan Visioner
Inovasi dimulai dari atas. Bagi SME Mature, pemimpin (seringkali adalah pemilik) harus bertransisi dari manajer operasional menjadi architect of innovation.
- Pemimpin sebagai Pemberi Energi: Tugas utama leadership adalah menciptakan lingkungan yang aman untuk mengambil risiko yang diperhitungkan dan mem-berdayakan karyawan di semua level untuk berkontribusi pada inovasi.
- Mengalokasikan Sumber Daya yang Nyata: Inovasi tidak bisa hanya berupa wacana. Pemimpin harus secara nyata mengalokasikan waktu, uang, dan talenta—bahkan jika jumlahnya terbatas—secara konsisten untuk kegiatan inovatif.
“Kepemimpinan untuk inovasi… adalah tentang menciptakan konteks di mana orang merasa aman untuk mengambil risiko, didukung dalam usaha mereka, dan dihargai karena upaya mereka terlepas dari hasilnya.” [1, p. 45].
Pilar 2: Budaya Inovasi yang Disengaja dan Terstruktur
Budaya bukanlah sesuatu yang abstrak; ia harus dibangun dengan sengaja. Penulis menekan-kan “psychological safety“—keyakinan bahwa seseorang tidak akan dihukum atau dipermalu-kan karena mengemukakan ide, pertanyaan, kekhawatiran, atau kesalahan.
- Menghargai Kegagalan yang Produktif: Kegagalan adalah hasil yang valid asalkan prosesnya benar dan pembelajaran dapat dipetik. Buku ini mendorong untuk melakukan “post-mortem” yang fokus pada pembelajaran, bukan mencari kambing hitam.
- Mengatasi “Ini Bukan Job Saya”: Inovasi adalah tanggung jawab setiap orang, dari lini produksi hingga keuangan. Budaya harus mendorong kolaborasi lintas fungsi.
Pemikir manajemen Peter Senge, dalam The Fifth Discipline, telah lama menekankan hal serupa: “People with a high level of personal mastery… cannot afford to choose between reason and intuition, or head and heart, any more than they would choose to walk on one leg or see with one eye.“ [2].
Inovasi membutuhkan penyatuan nalar dan intuisi dari seluruh anggota organisasi.
Pilar 3: Strategi Inovasi yang Terintegrasi dan Realistis
Inovasi tidak boleh berjalan sendiri, terpisah dari strategi bisnis utama. Ia harus terintegrasi secara mendalam.
- Portfolio Inovasi yang Seimbang: SME Mature harus menyeimbangkan portofolio inovasi mereka antara:
- Inovasi Inti: Penyempurnaan produk dan proses yang sudah ada.
- Inovasi Adjacent: Membawa produk yang ada ke pasar baru atau menciptakan produk baru untuk pasar yang ada.
- Inovasi Transformasional: Menciptakan produk/pasar/bisnis model yang benar-benar baru.
- Fokus pada Value Creation, Bukan Hanya Teknologi: Strategi harus jelas menjawab bagaimana inovasi akan menciptakan nilai bagi pelanggan dan, pada akhirnya, bagi perusahaan.
Pilar 4: Proses yang Lincah dan Dapat Diulang
Ini adalah jantung operasional dari buku ini. Vojak dan Herbst memperkenalkan proses “C3IRP” (Customer-Centric, Cost-Effective, Iterative, Risk-Managed Process). Proses ini dirancang khusus untuk keterbatasan sumber daya SME Mature.
- Customer-Centric: Dimulai dan diakhiri dengan pemahaman mendalam tentang kebutuhan pelanggan yang belum terpenuhi.
- Cost-Effective: Dirancang untuk meminimalkan pemborosan sumber daya yang berharga.
- Iterative: Mengandalkan siklus cepat membangun-menguji-mempelajari untuk memvalidasi asumsi dengan biaya rendah.
- Risk-Managed: Secara proaktif mengidentifikasi dan memitigasi risiko di setiap tahap, sehingga keputusan untuk melanjutkan atau menghentikan proyek didasarkan pada data.
“Proses C3IRP… memungkinkan perusahaan kecil dan menengah yang mapan untuk berinovasi dengan keyakinan, mengetahui bahwa mereka memaksimalkan peluang keberhasilan sambil meminimalkan risiko yang melekat.” [1, p. 112].
Inovasi perlu dikelola dengan strategik. Pada Bab 6: Strategic Innovation Management No-Excuses Innovation, mengulas niat untuk berinovasi dengan eksekusi yang terarah dan efektif. Vojak dan Herbst menekankan bahwa inovasi dalam SME Mature tidak boleh bersifat reaktif atau sekadar serangkaian proyek acak. Ia harus dikelola sebagai sebuah disiplin strategis yang terintegrasi penuh dengan tujuan bisnis utama perusahaan.
Untuk itu terdapat tiga pilar manajemen inovasi strategis:
- Integrasi Penuh dengan Strategi Bisnis (Full Integration with Business Strategy):
Inovasi bukanlah aktivitas yang terpisah. Bab ini menekankan bahwa portofolio dan proyek inovasi harus secara langsung mencerminkan dan mendorong strategi bisnis jangka panjang perusahaan. Setiap inisiatif inovasi harus dapat dijelaskan kaitannya dengan pencapaian tujuan strategis yang lebih besar, seperti pertumbuhan pangsa pasar, peningkatan profitabilitas, atau pembukaan kanal distribusi baru. - Keseimbangan Portofolio Inovasi (Balanced Innovation Portfolio):
Vojak dan Herbst memperkenalkan kerangka untuk menyeimbangkan sumber daya inovasi yang terbatas di across tiga horizon waktu dan risiko:- Horizon 1 (Core Innovation): Berfokus pada optimasi dan perbaikan produk, layanan, dan proses yang sudah ada. Ini adalah fondasi yang memastikan kelangsungan hidup dan arus kas saat ini.
- Horizon 2 (Adjacent Innovation): Melibatkan perluasan bisnis yang ada ke area baru, seperti menjual produk saat ini ke pasar pelanggan baru, atau me-ngembangkan produk baru untuk pasar yang sudah dikuasai. Ini menumbuhkan bisnis dalam jangka menengah.
- Horizon 3 (Transformational Innovation): Mengeksplorasi peluang untuk menciptakan bisnis, produk, atau model bisnis yang benar-benar baru. Ini berisiko tinggi tetapi penting untuk kelangsungan hidup jangka panjang.
Pesan kuncinya adalah “Jangan memasukkan semua telur dalam satu keran-jang.” Sebuah SME Mature yang sehat perlu berinvestasi di ketiga horizon ini, dengan porsi alokasi sumber daya yang disesuaikan dengan kapasitas dan ambisi risikonya.
- Alokasi Sumber Daya yang Disengaja (Intentional Resource Allocation):
Inovasi membutuhkan komitmen nyata. Bab ini menegaskan bahwa “harapan” untuk berinovasi adalah kosong tanpa alokasi sumber daya yang eksplisit—baik itu anggaran, waktu karyawan, maupun akses ke peralatan dan keahlian. Kepemimpinan harus secara sengaja dan transparan mengalokasikan sumber daya yang terbatas ini ke dalam portofolio inovasi yang seimbang, dan bersedia untuk menghentikan proyek yang tidak lagi selaras dengan strategi atau tidak menunjukkan kemajuan.
“Manajemen inovasi strategis adalah tentang membuat pilihan. Pilihan tentang di mana untuk bermain dan bagaimana untuk menang. Pilihan tentang apa yang harus dilakukan dan, yang sama pentingnya, apa yang TIDAK dilakukan.”
Bab ini memberikan antidot terhadap dua penyakit umum: (1) terjebak hanya pada inovasi inkremental (Horizon 1) hingga akhirnya tergilas disruptor, dan (2) terpikat pada proyek “cemerlang” yang transformasional (Horizon 3) tetapi menghabiskan sumber daya tanpa menyelesaikan masalah pelanggan yang nyata. Dengan menerapkan prinsip-prinsip dalam bab ini, SME Mature dapat berinovasi dengan percaya diri bahwa setiap usaha mereka mengarah pada pencapaian visi strategis perusahaan.
Seruan Bertindak
Tindakan apa yang harus dilakukan agar inovasi bisa menjadi darag organisasi dan terpelihara dengan baik. Vojak dan Herbst menekankan bahwa semua kerangka, strategi, dan proses yang diuraikan dalam buku ini akan menjadi tidak berarti tanpa komitmen untuk memulai perjalanan inovasi sekarang juga. Bab ini dirancang untuk mengubah pembaca dari keadaan pasif (“saya mengerti”) menjadi keadaan aktif (“saya akan melakukan”).
Tiga Pilar Seruan untuk Bertindak:
- Mulai dari Hal Kecil, Tapi Mulai Sekarang (Start Small, But Start Now):
Penulis menekankan bahwa tidak perlu menunggu sumber daya yang sempurna atau strategi yang tanpa cacat. Mereka mendorong para pemimpin SME Mature untuk mengambil langkah pertama yang konkret dan berjangka pendek, sekecil apa pun itu. Ini bisa berupa mengadakan lokakarya untuk mengidentifikasi satu “Pekerjaan” pelanggan yang belum terselesaikan, membentuk tim kecil lintas fungsi untuk menangani satu tantangan inovasi, atau sekadar memulai percakapan tentang budaya kegagalan yang produktif. Momentum dimulai dengan tindakan pertama. - Fokus pada Kemajuan, Bukan Kesempurnaan (Focus on Progress, Not Perfection):
Bab ini mengingatkan bahwa perjalanan inovasi penuh dengan ketidakpastian dan iterasi. Alih-alih terobsesi untuk menciptakan solusi yang sempurna di percobaan pertama, yang terpenting adalah konsistensi dalam membuat kemajuan. Setiap pembelajaran, bahkan dari kegagalan, adalah sebuah langkah maju. Perusahaan harus merayakan kemajuan-kemajuan kecil ini sebagai bahan bakar untuk terus bergerak. - Kepemimpinan adalah Penentu Akhir (Leadership is the Ultimate Decider):
Seruan terakhir ditujukan langsung kepada para pemimpin. Keberhasilan transformasi inovasi bergantung sepenuhnya pada komitmen, ketekunan, dan keberanian mereka. Pemimpin harus menjadi teladan dengan secara konsisten mengalokasikan waktu dan perhatian mereka, menghilangkan rintangan birokrasi, dan memberikan “air cover” bagi tim yang mengambil risiko. Merekalah yang akhirnya harus memutuskan untuk beralih dari budaya “banyak alasan” ke budaya “tidak ada alasan”.
“Waktu untuk berinovasi adalah sekarang. Musuh terbesar inovasi bukanlah kurangnya sumber daya atau teknologi, melainkan penundaan. … Masa depan bisnis Anda ditentukan oleh apa yang Anda lakukan hari ini, bukan besok.”
Bab “A Call to Action” berfungsi sebagai penggerak psikologis yang penting. Setelah dibekali dengan “apa” dan “bagaimana” di bab-bab sebelumnya, pembaca dihadapkan pada pertanyaan terakhir: “Apakah Anda akan melakukannya?” Bab ini dengan tegas menyatakan bahwa status quo adalah risiko terbesar bagi SME Mature. Tantangan dan keterbatasan yang sering dijadikan alasan justru harus menjadi alasan untuk segera memulai inovasi yang terfokus dan disiplin. Pesan akhirnya jelas: Masa depan tidak menunggu, dan tindakan Anda hari ini adalah satu-satunya hal yang dapat mengamankan kelangsungan hidup dan pertumbuhan perusahaan Anda.
Hikmah untuk Masa Kini dan Masa Depan
a. Bertahan dan Berjaya di Tengah Disrupsi Digital
Buku ini sangat relevan karena memberikan panduan bagi SME yang seringkali menjadi korban disruptor digital. Alih-alih menjadi mangsa, mereka dapat menggunakan kerangka “No-Excuses” untuk mengadopsi teknologi digital yang tepat guna (seperti IoT untuk pemeliharaan mesin atau platform e-commerce B2B) guna meningkatkan efisiensi dan menjangkau pasar baru, tanpa perlu menjadi perusahaan teknologi.
b. Inovasi sebagai Jawaban atas Rantai Pasok Global yang Rapuh
Pandemi COVID-19 dan konflik geopolitik mengungkap kerapuhan rantai pasok global. Buku ini mendorong SME Mature untuk berinovasi dalam ketahanan (resilience). Ini bisa berarti inovasi dalam diversifikasi pemasok, material alternatif lokal, atau model produksi yang lebih fleksibel. SME yang lincah dapat memanfaatkan kesempatan ini untuk menjadi pemasok yang lebih andal dibandingkan pesaing internasional yang terhambat masalah logistik.
c. Membangun Ketahanan dengan Inovasi Berkelanjutan
Tekanan dari konsumen dan regulator untuk praktik yang berkelanjutan dan sirkular adalah sebuah realitas. Bagi SME Mature, ini bukan hanya beban compliance, tetapi lahan subur untuk inovasi. Inovasi dalam efisiensi energi, pengurangan limbah, atau daur ulang material tidak hanya baik untuk planet ini, tetapi juga dapat menghemat biaya dan membuka segmen pasar baru yang sadar lingkungan.
Cendekiawan Muslim Nurcholish Madjid (Cak Nur) pernah menyatakan: “Konsep iman tidak hanya berkaitan dengan hal-hal yang gaib, tetapi juga menyangkut tanggung jawab manusia untuk memakmurkan kehidupan di muka bumi.” [3].
Inovasi berkelanjutan adalah bentuk nyata dari tanggung jawab ini dalam berbisnis, memasti-kan bahwa perusahaan tidak hanya mencari keuntungan tetapi juga berkontribusi pada kemaslahatan jangka panjang.
Dalam ekonomi global yang dilanda inflasi, ketegangan geopolitik, dan disrupsi teknologi, SME Mature adalah penstabil yang krusial. Buku “No-Excuses Innovation” memberikan suntikan kepercayaan diri yang sangat dibutuhkan. Ia menegaskan bahwa perusahaan-perusahaan ini tidak perlu menunggu “penyelamat” atau kondisi ekonomi yang ideal. Dengan sumber daya yang ada dan pendekatan yang terstruktur, mereka dapat mengambil kendali atas nasib mereka sendiri. Buku ini adalah antitesis dari kepasifan dan victim mentality.
Ekonomi Indonesia ditopang oleh lebih dari 64 juta UMKM, yang sebagian besar adalah SME Mature. Buku ini sangat cocok dengan konteks Indonesia karena beberapa alasan:
Tantangan yang Cocok:
- Mentalitas “Alasan”: Budaya “alon-alon asal kelakon” (pelan-pelan asal selamat) dan penghindaran risiko yang tinggi sering menjadi penghambat inovasi.
- Struktur Kepemilikan Keluarga: Banyak SME Indonesia adalah bisnis keluarga yang menghadapi tantangan suksesi dan resistensi terhadap perubahan dari generasi pendiri.
- Akses Modal yang Terbatas: Kerangka C^3IRP yang cost-effective sangat sesuai dengan kondisi dimana akses pendanaan untuk risiko tinggi sangat minim.
Peluang Penerapan:
- Pemerintah sebagai Fasilitator: Program Kementerian Koperasi dan UKM serta Kemenperin dapat mengadopsi kerangka buku ini sebagai modul pelatihan, bergeser dari sekadar bantuan modal ke penguatan kapasitas inovasi.
- Inovasi Berbasis Lokal Wisdom: SME Indonesia dapat berinovasi dengan memadukan keahlian tradisional (seperti batik, kerajinan, kuliner) dengan proses dan pemasaran modern. Sebuah UKM batik bisa menerapkan C^3IRP untuk mengembangkan pewarna alami yang lebih tahan lama (inovasi berkelanjutan) atau platform e-commerce yang menceritakan kisah di balik setiap motif (inovasi customer-centric).
- Kolaborasi dengan Startup: Buku ini membuka pintu bagi kolaborasi win-win. SME Mature menyediakan pengetahuan industri dan saluran distribusi, sementara startup menyediakan teknologi dan kelincahan.
Penyair dan budayawan Taufiq Ismail, dalam puisi-puisinya, sering menggambarkan ketekunan dan daya juang. Semangat ini selaras dengan pesan buku: “Kita mesti berani. Karena keberani-an adalah syarat yang pertama dan paling utama sebelum syarat-syarat yang lain bisa terpenuhi.”
Berinovasi di tengah keterbatasan memang membutuhkan keberanian, dan buku ini adalah panduan untuk memberanikan diri.
Buku ini dipuji karena fokusnya yang spesifik pada SME Mature, sebuah segmen yang sering diabaikan dalam literatur inovasi yang didominasi oleh startup dan korporasi raksasa.
Praktis dan Dapat Ditindaklanjuti: Kerangka C^3IRP dan penekanan pada kepemimpinan dan budaya memberikan peta jalan yang jelas, bukan hanya teori. Buku ini dipenuhi dengan contoh dan pertanyaan panduan yang langsung bisa diterapkan.
Realistis dan Menghibur: Penulis memahami keterbatasan nyata SME dan tidak menawarkan solusi ajaib. Pendekatannya jujur dan membumi.
Namun juga ada keluhan. Kompleksitas Terselubung: Meski ditujukan untuk UKM, kerangka empat pilar dan proses C3IRP bisa tetap terasa kompleks bagi pemilik bisnis yang sudah kewalahan dengan operasional sehari-hari. Dibutuhkan komitmen ekstra untuk mencernanya.
Ketergantungan pada Figur Pemimpin: Buku ini sangat bergantung pada transformasi sang pemimpin. Jika pemimpinnya sendiri adalah sumber resistensi, maka siklus inovasi tidak akan pernah dimulai. Kontekstualisasi Global: Meski prinsipnya universal, contoh dan kasus sebagian besar berasal dari konteks Barat (AS). Pembaca di negara berkembang seperti Indonesia mungkin perlu usaha ekstra untuk menyesuaikan beberapa konsep dengan realitas regulasi dan infrastruktur setempat.
Catatan Akhir: Dari Alasan Menuju Tindakan
No-Excuses Innovation adalah lebih dari sekadar buku; ia adalah seruan untuk bertindak. Ia memberdayakan para pemilik dan pemimpin SME Mature—pahlawan ekonomi yang sering tanpa tanda jasa—untuk melepaskan belenggu “alasan” dan mulai membangun masa depan mereka sendiri.
Pesan utamanya adalah bahwa inovasi bukanlah soal ukuran atau jumlah sumber daya, melain-kan soal kejelasan strategi, kedisiplinan proses, dan keberanian budaya. Dalam kata-kata penulis: “Masa depan perusahaan kecil dan menengah yang matang tidak ditentukan oleh kekuatan pasar yang tak terbendung atau oleh pesaing yang lebih besar. Masa depan mereka ditentukan oleh pilihan yang mereka buat hari ini.” [1, p. 215].
Bagi Indonesia, merangkul filosofi “No-Excuses” berarti mengubah tulang punggung ekonomi negara dari yang rentan menjadi tangguh, dari yang bereaksi menjadi proaktif, dan dari yang sekadar bertahan menjadi tumbuh dengan pesat melalui terobosan-terobosan yang lahir dari kedalaman pengalaman dan ketajaman inovasi.
Cirebon, 28 November 2025
Dwi Rahmad Muhtaman
Daftar Referensi
[1] Vojak, B. A., & Herbst, W. B. (2022). No-Excuses Innovation: Strategies for Small- and Medium-Sized Mature Enterprises. Stanford Business Books, an imprint of Stanford University Press.
[2] Senge, P. M. (1990). The Fifth Discipline: The Art and Practice of The Learning Organization. Doubleday/Currency.
[3] Madjid, N. (1992). Islam: Doktrin dan Peradaban. Paramadina.






