halamn drm #8
Wales, Generasi Masa Depan dan Ignorance
(Catatan untuk Azis Khan)
Dwi R. Muhtaman
Persoalan yang dihadapi planet Bumi sudah banyak diungkap oleh para ahli. Menurunnya kualitas dan kuantitas keanekaragaman hayati, ekosistem yang rusak dan terancam punah, udara yang berserbuk, dan bumi yang semakin mendidih. Kegagalan mengatasi sejumlah persoalan tersebut akan mengancam kehidupan manusia di Bumi ini. Generasi saat ini, lebih-lebih generasi yang akan datang. Dalam hal generasi masa depan ini, Azis Khan (AK) dalam tulisannya “Amplifier” menegaskan pesan perlunya mendengar suara generasi mendatang. Sebab “..mendengar suara generasi mendatang adalah kebutuhan. Kebutuhan semua pihak.”
Generasi masa depan itu memang tidak diam.
Sebagian begitu gelisah, dan menyuarakan kegelisahannya dengan lantang. Kita ingat Severn Cullis-Suzuki, seorang gadis cilik yang pada usia 12 tahun telah tampil berbicara selama lima menit pada the UN’s Earth Summit in Rio de Janeiro (1992). Atau Greta Thunberg bersama-sama kawan-kawan memimpin ‘pemberontakan’ terhadap generasi yang boros.
Atau seorang Belai Djandam yang sangat artikulatif dalam menuangkan pikiran atas hak-hak masa depannya yang terancam dirampas oleh generasi pendahulunya.
Adakah teriakan mereka didengarkan? AK nampaknya percaya betul, “Masuk telinga kiri. Keluar yang kanan. Tidak menggerakkan!” Malah mungkin tidak berbekas, katanya sambil menganalogikan dengan seseorang yang mendengar sebuah lagu jazz tetapi dengan perangkat yang tidak memadai. Diperlukan amplifier yang baik untuk menikmatinya dengan sempurna.
Bukan sekedar teriakan yang tidak berbekas tetapi sejumlah pandangan sekolahanpun nampaknya belum cukup untuk menggerakkan secara radikal. Salah satu penyebabnya adalah ignorance, ketidakpedulian, pengabaian. Saya tidak menolak pandangan ini. Saya telah menulis esai tentang topik ini: Ketika Ia Berusia Dua Tahun (Januari 2021).
Roman Krznaric: “The Good Ancestor: How to Think Long Term in a Short–Term World” (2020) menyarankan kita perlu mengakui dosa yang telah lama kita perbuat: kita telah menjajah masa depan. Di negara-negara kaya, utamanya, memperlakukan masa depan seperti gerbang tempat kita bebas membuang kerusakan ekologis dan risiko teknologi, seolah-olah tidak ada orang di sana.
Tragisnya adalah bahwa generasi masa depan tidak ada di sini untuk menantang perampasan warisan mereka ini. Mereka tidak bisa protes atau melakukan aksi duduk seperti aktivis hak-hak sipil atau pergi ke pusat kekuaasaan atau ke kantor pusat perusahaan multinasional untuk menentang penindas kolonial mereka seperti Mahatma Gandhi. Mereka tidak diberi hak atau perwakilan politik; mereka tidak memiliki pengaruh di pasar. Mayoritas besar generasi masa depan adalah mereka yang diam dan tidak berdaya.
Ini adalah sebuah ketidakadilan.
Bayangkanlah: Ada 7,7 miliar orang yang hidup saat ini. Itu hanya sebagian kecil dari perkiraan 100 miliar orang yang telah hidup dan mati selama 50.000 tahun terakhir. Tapi keduanya jauh kalah jumlah dengan hampir tujuh triliun orang yang akan lahir dalam 50.000 tahun mendatang, dengan asumsi tingkat kelahiran saat ini stabil. Dalam dua abad mendatang saja, puluhan miliar orang akan lahir, di antaranya, semua cucu Anda, dan cucu mereka, serta teman dan komunitas yang mereka andalkan.
Bagaimana semua generasi mendatang ini akan melihat ke belakang pada kita dan warisan yang kita tinggalkan untuk mereka?
Bagi Krznaric–dan juga saya bersepakat dengannya, mungkin juga sebagian dari Anda kalau tidak sebagian besar– kita jelas mewarisi warisan luar biasa dari nenek moyang yang sama: anugerah revolusi pertanian, penemuan medis, dan kota-kota tempat kita masih tinggali. Tapi kita pasti juga mewarisi warisan yang merusak.
Warisan perbudakan dan kolonialisme dan rasisme menciptakan ketidakadilan yang mendalam yang sekarang harus diperbaiki. Warisan ekonomi yang secara struktural kecanduan bahan bakar fosil dan pertumbuhan tanpa akhir yang sekarang harus diubah.
Jadi bagaimana kita bisa menjadi nenek moyang yang baik, yang layak didapatkan dan dibanggakan oleh generasi mendatang? Kita coba ambil jalan optimise. Sebab manusia dalam sejarah hidupnya 200.000 tahun masih mampu bertahan dan berbuat sesuatu yang bisa membuat lebih baik. Walau mengandung tidak sedikit keburukan.
Meski optimisme itu berat, baiknya kita lihat sebuah percikan cahaya dari Wales.
Wales adalah negara di barat daya Inggris Raya yang terkenal dengan garis pantainya yang berbatu, taman nasional pegunungan, bahasa Welsh yang khas, dan budaya Celtic. Wales yang berpenduduk 3,15 juta ini (kira-kira setara dengan dua kali jumlah penduduk Propinsi Bangka Belitung) menjadikan Cardiff sebagai ibu kota. Cardiff terkenal sebagai kota pesisir yang indah dengan pemandangan kehidupan malam dan kastil abad pertengahan dengan interior Gothic Revival yang indah. Di barat laut, Taman Nasional Snowdonia memiliki danau, bentang alam glasial, jalur hiking, dan rel kereta api hingga ke puncak Snowdon. Cardiff adalah kota tua yang bahkan orang telah menetap di daerah tersebut setidaknya sekitar 6000 SM, selama Neolitik awal; sekitar 1.500 tahun sebelum Stonehenge atau Piramida Agung Giza selesai dibangun.
Wales adalah negara kecil tapi progresif, satu-satunya negara di dunia yang memiliki undang-undang untuk melindungi kepentingan generasi mendatang, satu-satunya negara yang telah menunjuk seseorang yang independen untuk mengawasi ini. “Di seluruh dunia, sistem pemerintahan, politik, ekonomi kita cenderung bertindak dalam jangka pendek. Dan seringkali, keputusan yang diambil mengabaikan kepentingan generasi mendatang dan planet ini,” begitu kata Sophie Howe pada penampilannya di TEDTalk, 10 Oktober 2020.
Tetapi di Wales, mereka mencoba mengubahnya dengan mengesahkan undang-undang yang mengharuskan tidak hanya pemerintah tetapi semua lembaga publik utama untuk menunjukkan bagaimana mereka bertindak untuk jangka panjang dan bagaimana keputusan yang diambil tidak merugikan kepentingan mereka yang belum lahir.
Dan sebagai ibu dari lima anak dan satu-satunya komisaris generasi masa depan di dunia, Sophie Howe menunjukkan beberapa pelajaran yang penting tentang bagaimana kita mencoba untuk meninggalkan dan mewariskan dunia lebih baik daripada yang kita huni saat ini.
Pada tahun 2015 Wales menerbitkan apa yang disebut The Well-being of Future Generations Act. Wales merupakan bagian Inggris mempunyai tingkat kemiskinan antar generasi tertinggi, obesitas dan ketidaksetaraan masa kanak-kanak di seluruh seluruh Inggris. Tetapi Wales berani mengambil tanggungjawab besar untuk meningkatkan kehidupan generasi masa depan.
Undang-Undang ini (Act) memberikan kesempatan untuk mengubah itu. Langkah berani ini telah membuat PBB menyatakan kekagumannya: ‘what Wales is doing today, we hope the world will do tomorrow’, yang mengakui cara Wales memberi kerangka legislasi yang jelas untuk mendukung prakarsa internasional seperti the United Nations Sustainable Development Goals. Dan Wales adalah satu-satunya negara di dunia yang menjamin generasi masa depan dalam kerangka hukum mereka.
UU ini adalah upaya meningkatkan kesejahteraan sosial, ekonomi, lingkungan dan budaya Wales. Melalui UU ini semua Organisasi publik yang tercantum dalam UU wajib memikirkan kondisi jangka panjang, bekerja lebih baik satu sama lain dengan orang-orang dan komunitas dan, mencari cara untuk mencegah timbulnya masalah dan mengambil lebih banyak pendekatan kolaborasi. Melalui UU ini mereka berharap mampu menciptakan Wales yang diinginkan untuk ditinggali, sekarang dan di masa depan. UU ini untuk memastikan mereka semua bekerja menuju visi yang sama. Undang-undang tersebut menetapkan tujuh tujuan kesejahteraan.
Untuk menerapkan UU itu dibuatlah Future Generations Commissioner sejak 2016. Dan pertama kalinya dipimpin oleh Sophie Howe. Sophie Howe adalah satu-satunya komisaris generasi masa depan di dunia, pejabat pemerintah jenis baru yang bertugas mengadvokasi kepentingan generasi mendatang dan meminta pertanggungjawaban lembaga publik untuk memberikan perubahan jangka panjang. Dia menjelaskan beberapa kebijakan yang berfokus pada orang yang dia bantu terapkan di Wales, yang bertujuan untuk mengurangi emisi karbon, meningkatkan keberlanjutan, dan mempromosikan kesejahteraan sebagai tujuan nasional.
Terdapat 13 Lembaga yang harus patuh pada Commissioner ini: Welsh Ministers, Local Authorities, Local Health Boards, Public Health Wales NHS Trust, Velindre NHS Trust, National Park Authorities, Fire and Rescue Authorities, Natural Resources Wales, The Higher Education Funding Council for Wales, The Arts Council of Wales, Sports Council of Wales, National Library of Wales, National Museum of Wales.
Bagaimana Howe dan organisasinya melakukan itu semua? Pertama-tama, katanya, Anda harus melibatkan warga untuk menetapkan tujuan jangka panjang. Tanyakan kepada mereka: Apa Wales atau dunia yang ingin Anda tinggalkan untuk anak dan cucu Anda? Mereka mengadakan percakapan nasional — Wales yang Kami Inginkan — dan orang-orang berbagi pikiran, gagasan, pandangan dan mimpi mereka dan memberi tahu kami, “Kami menginginkan ekonomi rendah karbon. Kami ingin Anda membantu kami menjaga orang tetap sehat daripada hanya merawat mereka saat mereka sakit. Kami ingin komunitas yang terhubung dan Wales yang lebih setara.”
Dan pemerintah Wales membuat undang-undang yang menetapkan dan mencapai tujuh tujuan kesejahteraan nasional. Setiap institusi harus menunjukkan bagaimana mereka mencapai tujuan tersebut, dan mereka harus bertanggung jawab pada Howe.
Disamping itu Anda harus fokus pada interkoneksi antara berbagai aspek kesejahteraan. Anda perlu sering berbicara tentang mengapa kesehatan masyarakat sama pentingnya dengan lingkungan untuk mengatasi polusi udara tingkat tinggi, mengapa keragaman dalam angkatan kerja (workfore) sama pentingnya dengan kemakmuran ekonomi seperti halnya mengatasi ketidaksetaraan.
Lembaga yang dipimpin Howe memiliki kewajiban hukum untuk bertindak di luar kewenangan langsung mereka untuk mengenali koneksi tersebut, bekerja dengan hal-hal yang tidak biasa. Misalnya mendorong rumah sakit di Wales bekerja sama dengan National Botanic Gardens untuk menciptakan ruang bagi suasana alami di lokasi mereka. Mereka melihat kantor di badan lingkungan membantu menemukan solusi untuk mengatasi kesulitan masa kanak-kanak. Menjadikan kesejahteraan sebagai metrik Anda. Uji semua yang Anda lakukan di empat pilar kesejahteraan: sosial, ekonomi, lingkungan, dan budaya. Karena terlalu lama, pemerintah telah menguji keberhasilan mereka pada ukuran pertumbuhan ekonomi dan peningkatan GVA.
Namun di Wales, ukuran kesuksesan berkisar pada tujuh tujuan kesejahteraan warga. Tujuh Tujuan Kesejahteran itu adalah A Prosperous Wales, A Resilient Wales, A More Equal Wales, A Healthier Wales, A Wales of Cohesive Communities, A Wales of Vibrant Culture &Thriving Welsh Language, A Globally Responsible Wales. Jadi, ketika pemerintah berpikir bahwa menghabiskan 1,4 miliar pound untuk membangun jalan raya baru adalah ide yang bagus, penerapan sederhana dari metrik kesejahteraan ini memberi tahu mereka bahwa, sebenarnya, jika Anda ingin meningkatkan kesehatan masyarakat, jika Anda ingin memenuhi kebutuhan target emisi karbon Anda, jika Anda ingin melindungi alam dan jika Anda ingin mengarahkan sumber daya Anda kepada mereka yang berpenghasilan rendah, pilihan yang jauh lebih baik adalah transportasi umum dan perjalanan aktif. Dan itulah yang dilakukan di Wales.
Menurut Howe, jadikan misi Anda untuk memaksimalkan kontribusi Anda terhadap kesejahteraan. Ketika kita melihat rencana stimulus ekonomi dalam pekerjaan-pekerjaan ramah lingkungan (green jobs) dan langkah-langkah efisiensi energi di rumah-rumah pasca-COVID, itu adalah ide yang sangat bagus. Tetapi pastikan Anda menargetkan pekerjaan tersebut ke arah yang terjauh dari pasar tenaga kerja, karena jika tidak, Anda juga akan kehilangan peluang untuk mengatasi ketidaksetaraan. Pikirkan tentang proyek Anda secara holistik. Jangan menghemat karbon dengan memasang panel surya di rumah sakit baru Anda dan kemudian menghabiskannya di area lain dengan tidak mempertimbangkan bagaimana pasien akan bepergian ke sana secara berkelanjutan.
Nah, di Cardiff, ibu kota Wales, kata Howe lebih lanjut, seperti banyak kota lain di seluruh dunia, kami dirusak oleh polusi udara tingkat tinggi, perjalanan panjang, jalan yang padat, dan perbedaan besar dalam harapan hidup antara yang terkaya dan yang termiskin. Jadi apa tindakan kita untuk membuat perbedaan? Tentu, pertama-tama, untuk melakukan itu dibutuhkan lembaga publik untuk bekerja sama. Jadi, sebagai hasilnya, konsultan kesehatan masyarakat diperbantukan dari dewan kesehatan ke dewan lokal untuk memimpin strategi transportasi. Dan ketika Anda menerapkan lensa kesehatan masyarakat untuk masalah transportasi, Anda mendapatkan serangkaian solusi yang berbeda.
Lembaga publik menyadari terdapat 30.000 orang yang berkeja dengan mereka di Cardiff, jadi mereka sekarang memberi insentif kepada karyawan untuk bepergian secara berkelanjutan. Howe dan timnya telah melihat peningkatan investasi sepuluh kali lipat dalam rute aman untuk bersepeda dan berjalan kaki, dan mereka telah menargetkan infrastruktur bersepeda dan berjalan kaki itu ke lingkungan yang memiliki tingkat polusi udara tertinggi dan harapan hidup terendah agar tidak lagi menjadi tempat yang kotor dan membuat sakit.
Dan di Cardiff, dokter dapat mengeluarkan resep, tidak hanya untuk statin, tetapi juga untuk menyewa sepeda gratis bagi mereka yang akan mendapat manfaat dari peningkatan aktivitas fisik mereka. Dan ketika dibangun infrastruktur bersepeda, mereka juga membangun drainase berkelanjutan, mengambil lebih dari 40.000 meter kubik air dari sistem drainase yang tidak berkelanjutan melalui solusi berbasis alam. Dan dengan melakukan itu, mereka telah membuat situs untuk alam, mereka telah membersihkan dan menghijaukan komunitas, dan mereka telah mengubah hutan beton. Dan ketika Anda melakukan perjalanan dari daerah ini ke pusat kota, Anda akan bertemu dengan daerah yang tertutup untuk lalu lintas, di mana orang dapat bertemu dan bisnis dapat berdagang dalam lingkungan kemegahan kastil abad pertengahan yang dibanggakan itu.
Itulah cara Wales di bawah kepemimpinan Howe menanamkan kesejahteraan. Inilah cara mereka melindungi kepentingan generasi mendatang. This is how we’re acting today for a better tomorrow. Ini adalah bagaimana kita bertindak hari ini untuk hari esok yang lebih baik. Itulah nasihat yang perlu kita renungkan bersama dengan sungguh-sungguh. “We have big ambitions for protecting our environment and the future generations in Wales and are leading the way with our Environment Act and Well–being of Future Generations Act,” kata Howe.
Adakah negara lain yang mengikuti jejak Wales? Mungkin Amerika Serikat. Setidaknya ada seorang warga Alaska mengusulkannya. Kim Heacox, kontributor the Guardian, penulis buku The Only Kayak, a memoir, dan sebuah novel Jimmy Bluefeather, yang keduanya mendapatkan penghargaan the National Outdoor Book Award, menulis harapannya Amerika Serikat segera mempunyai “Department of the Future” dalam pemerintah adminstrasi. For too long we’ve been shortsighted, mistaking our cleverness for wisdom. Now, it’s time for politics to take a longer view. Sudah terlalu lama kita berpandangan sempit, mengira kepintaran kita sebagai kebijaksanaan. Sekarang, saatnya politik melihat lebih jauh.
Kekhawatiran soal abainya kita memikirkan masa depan yang jauh telah disampaikan oleh seorang novelis Amerika Serikat, veteran perang dunia kedua Kurt Vonnegut yang dikutip Heacox dalam artikel itu. Ia memberikan wawancara terakhir beberapa saat sebelum meninggal, 2007. “My country is in ruins,” katanya. “Negara saya hancur.” “Aku adalah ikan dalam mangkuk beracun.” Vonnegut yang waktu itu sudah berusia 84, dan terdengar sangat tajam ketika dia berbicara tentang ketidaksetaraan dan kepicikan politik, menambahkan bahwa dalam sejarah Amerika Serikat “satu hal yang tidak pernah dimiliki kabinet adalah Sekretaris Masa Depan, Secretary of the Future dan tidak ada rencana sama sekali untuk anak dan cucuku.” Dan itu sudah diucapkan hampir seperempat abad lalu.
“The Department of the Future/Departemen Masa Depan akan menggerakkan penataan kembali prioritas dalam semua aspek masyarakat,” usul profesor geologi Marcia Bjornerud dalam bukunya yang menarik, Timefulness yang dikutip Heacox. “Konservasi sumber daya akan kembali menjadi nilai inti dan nilai patriotik. Insentif dan subsidi pajak akan diseimbangkan kembali untuk menghargai pengelolaan jangka panjang atas eksploitasi jangka pendek.”
Departemen Masa Depan akan membantu mendorong moralitas yang lebih dalam daripada keserakahan dan keasyikan dengan Sekarang.
Setiap tahun kita telah menggunakan sumberdaya masa depan. Kita mengkonsumsi sumberdaya alam yang seharusnya disediakan untuk generasi-generasi masa datang. The Global Footprint Network misalnya telah menghitung jumlah hari ketika permintaan manusia akan sumber daya dan layanan ekologis melebihi apa yang dapat diregenerasi oleh Bumi dalam setahun. Pada tahun 2021, “Earth Overshoot Day” atau “Hari Overshoot Bumi” jatuh pada tanggal 29 Juli, yang berarti kita telah mengkonsumsi 1,6 Bumi. Ini sudah tidak berkelanjutan. Tahun lalu, di tengah pandemi, sumberdaya alam yang kita konsumsi sudah habis pada 22 Agustus, tiga minggu lebih lambat dari 2019. Lumayan. Ini membuktikan bahwa kita dapat mengurangi jejak karbon global dan beban ekologis kita. Meskipun pada kondisi tidak normal, pandemi. Tetapi tetap saja kita telah memakan melebihi dari yang mampu disediakan Planet Bumi pada tahun itu.
Padahal pada tahun 1970-an, Hari Overshoot Bumi jatuh pada bulan Desember, ketika itu kita hidup sebagian besar sesuai kemampuan kita dan tidak merampok masa depan.
Menurut Heacox, dengan mendorong pendidikan tinggi dan memberlakukan peraturan yang masuk akal, Departemen Masa Depan akan membantu mendorong moralitas yang lebih dalam daripada keserakahan dan keasyikan dengan Sekarang. Departmen ini yang terdiri dari ilmuwan, humanis, sejarawan, dan tetua adat, itu akan memberi isyarat kepada kita untuk mendaki puncak yang lebih tinggi, dan bisa mencegah terjadinya perampokan masa depan.
“Masa depan tergantung pada apa yang Anda lakukan hari ini,” nasihat Gandhi mem-peringatkan kita. Dengan melihat masa lalu kita yang bermasalah, dan belajar darinya, kita dapat membuat Department of the Future yang akan membantu kita mencapai pandangan panjang; untuk menjadi penjaga demokrasi kita yang lebih baik, planet kita, dan masa depan cicit kita.”
Bertindak untuk masa depan, melihat horison yang lebih jauh ke depan merupakan tantangan yang selalu dihadapi manusia. Lebih-lebih bagi manusia modern saat ini. Krznaric berpendapat terdapat empat hambatan utama yang menghalangi manusia untuk melihat dan bertindak untuk masa depan yang jauh:
Desain Kelembagaan yang Usang
Sistem politik kita memiliki sedikit kapasitas untuk mengambil pandangan panjang: baik demokrasi perwakilan maupun negara bangsa diarahkan pada cakrawala waktu singkat dan menanggapi kepentingan jangka pendek daripada risiko jangka panjang. Tidak ada mekanisme kelembagaan yang menyuarakan kepentingan generasi masa depan, yang secara efektif kehilangan haknya dari sistem. Politik memungkinkan kolonisasi masa depan. Politics enables the colonisation of the future.
Kekuatan Kepentingan Pribadi/Vested Interests
Masa depan sedang dirampok oleh seluruh ekosistem ekonomi yang berorientasi pada keuntungan jangka pendek dan kepuasan instan, dari perusahaan bahan bakar fosil dan spekulan keuangan hingga emporium perbelanjaan online. Mereka adalah sumber kehidupan ekonomi global berbasis pertumbuhan yang mengunci kita ke dalam miopia. Kepentingan ini semakin mencengkram dengan menggunakan kekuatan mereka melalui saluran media sosial, menggunakan algoritme cerdas dan alat teknologi lainnya untuk menyebarkan disinformasi dan memengaruhi hasil politik yang menguntungkan mereka.
Ketidakamanan di Sini dan Sekarang
Pemikiran jangka panjang akan selalu menjadi tantangan bagi mereka yang berjuang untuk memenuhi kebutuhan mendesak di masa sekarang, karena faktor-faktor seperti ketidakamanan pekerjaan, kelaparan dan ancaman kekerasan. Hal ini terutama terjadi pada 230 juta migran dan pengungsi dunia – jumlah yang kemungkinan akan meningkat menjadi lebih dari 400 juta pada tahun 2050 – yang sebagian besar dapat dipahami dengan fokus pada penanganan konteks ketidakpastian dan dislokasi mereka saat ini, daripada pada perencanaan untuk masa depan yang jauh.
Sense of Crisis yang Tidak Memadai
Untuk semua bencana ekologis dan ancaman teknologi yang kita hadapi, kebanyakan orang – terutama mereka yang berada di posisi kekuasaan – tidak merasakan krisis, urgensi, atau ketakutan yang tulus yang akan memicu mereka untuk melakukan tindakan radikal. Kita adalah spesies yang perlahan-lahan mendidih di dalam panci dan akan membutuhkan kejutan yang tajam jika kita ingin melompat keluar darinya. Seperti yang dikatakan Milton Friedman, salah satu arsitek neoliberalisme, ‘hanya krisis – aktual atau yang dirasakan – yang menghasilkan perubahan nyata.’
Apa yang dilakukan Howe dan apa yang diusulkan Heacox adalah upaya untuk merobohkan hambatan-hambatan itu. Semuanya kembali pada kita, warga negara. Tetap abai atau memaksa politisi dan para pengambil kebijakan publik untuk memikirkan dan bertindak sungguh-sungguh tentang masa depan.
Indonesia juga memerlukan prakarsa untuk membentuk lembaga atau mekanisme atau sistem yang bisa memberi ruang luas untuk memikirkan dan bertindak demi masa depan yang jauh. Teladan dari Wales bisa menjadi inspirasi dan menetapkan langkah membentuk cara menjamin sumberdaya tetap tersedia dengan jumlah dan kualitas yang setidaknya sama seperti yang dinikmati saat ini bagi generasi-generasi mendatang.
Bertindak untuk masa depan berawal dari kemauan. Termasuk kemauan untuk tahu. Sebab ignorance, apalagi yang disebut sebagai deliberate ignorance (Ralph Hertwig dan Christoph Engel, 2020) adalah sebuah tindakan untuk memilih tidak tahu–sebuah pilihan yang tidak bertanggungjawab.
Masa depan tidak bisa diharapkan dari sikap ignorance, ketidakpedulian.
Cirebon, 14 Juni 2021,
Diperbarui, Nunukan, 5 September 2021