halaman drm #3
Al-Khwārizmī, Algoritma dan Dunia yang Galau
Dwi R. Muhtaman
Saat ini banyak orang mempunyai asisten pribadi istimewa. Asisten pribadi ini sangat lincah, sigap, disiplin soal waktu, ingatannya sangat kuat dengan ketepatan detil yang mengagumkan. Ia sangat cepat mendapatkan informasi yang kita perlukan. Informasi apapun. Dan yang paling penting lagi adalah biaya untuk menggunakan jasanya nyaris gratis. Mungkin Anda adalah salah satu pengguna setianya. Inilah asisten pribadi digital. Sebut saja namanya ada Siri, Google Now, Nina, Echo Show, Cortana, Google Home, Jibo, Bixby, Aido, Maluuba atau Alexa. Mereka ini adalah bagian dari sebuah dunia yang kompleks. Dan galau.
Asisten pribadi digital adalah program-program yang dirancang untuk menemani kita dalam kehidupan sehari-hari, mengatur janji dan perjalanan, mengelola rekening bank kita, memutar lagu pilihan, mengontrol rumah, menjawab pertanyaan, mengatur jadwal, mengirim pesan, menunjukkan rute perjalanan atau memilih tempat makan dan hotel.dan seterusnya. Karena mereka malayani kebutuhan nyata, maka mereka harus mampu hadir sebagai bagian hidup kita. Agar berfungsi, program-program ini mengumpulkan banyak data tentang kita: data yang sengaja kita sediakan pada sensor itu, seperti GPS, dihasilkan untuk kita, atau bahkan data yang diberikan teman kita ketika mereka menandai kita di media sosial atau data diambil dari pemasok kita, seperti toko buku online yang mengetahui semua tentang selera literasi kita. Sistem mengumpulkan data ini, terkadang tanpa kita sadari, dan terkadang tanpa sepengetahuan kita bagaimana data itu akan digunakan.
Seperti halnya mobil tanpa sopir, asisten pribadi yang telah lama ditunggu-tunggu ini peluncurannya lambat dan masih cukup mengecewakan. Mengapa? Dulu, salah satu kendala perkembangan sistem tersebut karena sebagian besar informasi yang menarik itu hanya tersedia di otak kita. Data ini sekarang ada dimana-mana, dalam bentuk digital. Lalu mengapa, aplikasi ini sangat lambat dikembangkan?
Serge Abiteboul dan Gilles Dowek dalam buku The Age of Algorithms (2020) menyebutkan alasannya. Serge Abiteboul adalah ilmuwan komputer. Dia telah menjadi profesor tamu di Universitas Stanford dan merupakan pendiri perusahaan Xyleme. Dia terpesona dan suka menulis isu-isu kemasyarakatan yang terkait dengan dunia digital. Gilles Dowek adalah peneliti ilmu komputer. Dia menulis buku sains populer dan buku tentang epistemologi ilmu pengetahuan komputer dan etika di dunia digital. Bukunya Computation, Proof, Machine (Cambridge University Press) mendapatkan French Academy philosophy award.
Satu alasan lambatnya perkembangan ini karena kerumitan masalah yang dihadapi. Dengan ketersediaan data yang masif, masalah yang ditimbulkan makin rumit. Misalnya, saat jumlahnya ribuan peristiwa yang terjadi di sekitar kita, asisten kita sulit untuk memilih sejumlah kecil dari ribuan itu yang akan dikomunikasikan kepada kita. Sang Asisten harus memahami informasi yang tersedia, seperti gambar dan teks dalam natural language, yang tidak mudah. Kemudian, asisten harus mengerti minat kita–sesuatu yang hanya asisten manusia (bukan digital) yang mengerti dengan lebih baik. Tugas itu sangat kompleks untuk sebuah mesin. Selain itu, informasi yang dikumpulkan oleh asisten tersebut berkualitas sangat buruk. Informasi tidak lengkap, tidak tepat, dan terkadang salah, dan membuat segalanya menjadi lebih sulit; banyak informasi yang terdiri dari opini dan perasaan.
Misalnya jika kita bertanya pada asisten digital, apakah restoran itu mantap, seperti yang dibilang Paijo, bintang sinetron? Apakah Jelita dalam suasana hati yang gembira, seperti kata Dugi? Seorang asisten pribadi harus mengelola kesan, kebohongan, suasana hati, ketidaksepakatan, dan semua kehidupan cinta tiap orang. Semua ini menambah kompleksitas, yang menjelaskan mengapa asisten pribadi digital masih cukup mengecewakan dan mengapa topik ini masih dalam tahap penelitian.
Perbincangan soal asisten pribadi digital dan segala hal berkaitan dengan digitalisasi pasti menyangkut soal algoritma.
Algoritma yang dalam beberapa tahun ini menjadi perbincangan amat nyaring di ruang-ruang publik bukanlah hal yang baru. Gagasan tentang algoritma, tulis Abiteboul dan Dowek, juga menjadi perhatian utama ahli matematika dari Abad Pertengahan, yang memperkenalkan sistem angka Hindu-Arab dan algoritma yang menyertainya. Di antara mereka adalah ahli matematika Persia yang berbahasa Arab Muhammad ibn Mūsā al-Khwārizmī, abad kesembilan penulis buku Penjumlahan dan Pengurangan Menurut Perhitungan Hindu (the Book of Addition and Subtraction According to the Hindu Calculation). Ia juga adalah astronomer dan geografer. Nama Al-Khwārizmī berarti “yang berasal dari wilayah Khwarezm,” di tempat yang sekarang dikenal sebagai Uzbekistan, tempat dia lahir. Nama ini memberi kita kata algoritma, yang muncul dalam bahasa Prancis pada awal 1230 dalam bentuk kunonya, augorisme, dan dalam bahasa Inggris Pertengahan sebagai algorism.
Algoritma adalah serangkaian instruksi yang diikuti, langkah demi langkah, untuk melakukan sesuatu yang berguna atau memecahkan masalah. Contoh yang mudah adalah resep kue sebagai algoritma untuk membuat kue. Algoritma sebagai instruksi manual mini yang memberitahu komputer bagaimana menyelesaikan tugas yang diberikan atau memanipulasi data yang diberikan.
Algoritma komputer bekerja melalui input dan output. Ia mengambil masukan dan menerapkan setiap langkah algoritma ke informasi tersebut untuk menghasilkan keluaran. Dalam komputasi, algoritma memberi komputer panduan yang berurutan untuk menyelesaikan tindakan. Terdiri dari daftar petunjuk yang tepat yang menguraikan dengan tepat cara menyelesaikan tugas.
Misalnya, mesin telusur (search engine) adalah algoritma yang menggunakan kueri penelusuran sebagai input dan menelusuri databasenya untuk item yang relevan dengan kata dalam kueri tersebut. Kemudian menampilkan hasilnya. Menurut Abiteboul dan Dowek, Anda dapat dengan mudah memvisualisasikan algoritma sebagai diagram alur. Setiap masukan akan mengarah pada langkah dan pertanyaan yang perlu ditangani secara berurutan. Ketika setiap bagian dari diagram alur diselesaikan, hasil yang dihasilkan adalah keluaran.
Algoritma digunakan di semua bidang teknologi informasi dan komputasi. Mereka dapat memanipulasi dan memproses data dan melakukan perhitungan atau tindakan dengan berbagai cara. Contoh bagus dari algoritma dalam tindakan adalah dengan perangkat lunak otomatisasi. Ini karena otomatisasi bekerja dengan mengikuti aturan yang ditetapkan untuk menyelesaikan tugas. Aturan-aturan itu membentuk algoritma. Jadi, perangkat lunak otomatisasi terdiri dari banyak algoritma yang semuanya bekerja untuk mengotomatiskan proses yang diinginkan.
Buku The Age of Algorithms memberi contoh, salah satu tugas otomatis yang diinginkan memerlukan perangkat lunak otomasi untuk mengambil semua informasi penagihan yang diterima melalui email dan memasukkannya ke dalam spreadsheet. Untuk melakukan ini, Anda menyiapkan serangkaian aturan dan ketentuan untuk diikuti program – sebuah algoritma. Dalam hal ini, masukannya adalah setiap email yang masuk. Masing-masing email ini kemudian dimasukkan melalui setiap langkah – atau aturan – untuk menyelesaikan tugas. Ini mungkin termasuk memindai setiap email untuk mencari istilah kunci. Email yang berisi istilah tersebut kemudian pindah ke langkah berikutnya, terus mengikuti setiap langkah untuk mengidentifikasi dan mengekstrak data yang relevan. Keluarannya adalah informasi yang ditempatkan ke dalam spreadsheet.
Kamus Merriam-Webster mendefinisikan algoritma: al·go·rithm | \ ˈal-gə-ˌri-t͟həm\: a procedure for solving a mathematical problem. prosedur untuk memecahkan masalah matematika. Secara umum: a step-by-step procedure for solving a problem or accomplishing some end. Prosedur langkah demi langkah untuk memecahkan masalah atau menyelesaikan beberapa tujuan.
Anda menggunakan kode untuk memberi tahu komputer apa yang harus dilakukan. Sebelum Anda menulis kode, Anda memerlukan algoritma. Algoritma adalah daftar aturan yang harus diikuti untuk memecahkan masalah. Algoritma harus memiliki langkah-langkahnya dalam urutan yang benar. Saat Anda menulis algoritma, urutan instruksi sangat penting.
Bagaimana kita menggunakan algoritma dalam kehidupan kita sehari-hari? Misalnya, saya akan membuat kue. Algoritma di sini adalah resep kue. Anda dapat menemukan algoritma untuk menyelesaikan masalah ini di buku masak! Atau contoh lainnya, saya tidak tahu lokasi warung kopi Sejati di kota ini. Algoritma yang saya butuhkan adalah seperangkat petunjuk arah untuk sampai ke warung kopi itu. Mungkin ada cara berbeda untuk ke situ sehingga saya dapat memiliki algoritma yang berbeda.
Abiteboul dan Dowek memberi rujukan yang menarik mengenai betapa rumitnya sebuah algoritma.
Semut yang mencari makanan menggunakan orientasi algoritma spasial yang sangat canggih. Pertama, semut pengintai berjalan secara acak di sekitar sarang semut. Ketika salah satu dari mereka menemukan sumber makanan, ia kembali ke koloni, meninggalkan jejak feromon. Tertarik pada feromon ini, semut di dekatnya terangsang untuk mengikuti jejak ini. Ketika kembali ke sarang dengan membawa makanan, semut-semut itu meninggalkan feromon yang menandai jalan setapak yang dilalui.
Jika ada dua jalur yang memungkinkan untuk mencapai sumber makanan yang sama, semut yang mengambil rute yang lebih pendek akan membuat lebih banyak perjalanan pulang pergi dalam jumlah waktu yang sama dengan mereka yang menggunakan rute yang lebih panjang. Dengan demikian, mereka akan meninggalkan lebih banyak feromon. Jejak yang lebih pendek akan semakin diperkuat, membuatnya menjadi pilihan yang lebih menarik. Karena feromon mudah menguap, maka jejak yang lebih panjang pada akhirnya akan hilang. Semut akan beralih pada jalan yang lebih pendek karena mengangkut makanan lebih cepat dan lebih banyak.
Jadi, koloni semut menggunakan algoritma yang kompleks untuk menentukan jejak terpendek. Dan prosedur ini telah digunakan semut jauh sebelum itu dijelaskan oleh myrmecologists, ahli yang mempelajari tentang semut (myrmecology, sebuah cabang dari ilmu entomology, serangga).
Apa yang secara khusus membedakan kita dari semut, tulis Abiteboul dan Dowek, adalah kita mencoba untuk mendeskripsikan, menghafal, mengirimkan, memahami, dan meningkatkan algoritma kita. Meski begitu, kita juga sering menggunakan algoritma yang kita tidak tahu bagaimana menjelaskannya. Kita bisa dengan mudah membedakan antara anjing dan kucing. Tapi sulit bagi kita menjelaskan bagaimana kita bisa melakukannya. Apakah kita mulai dengan cakar atau telinga?
Apakah kita melihat bentuk kepala atau tekstur bulunya? Otak dan tubuh kita, untuk melihat atau bergerak, menggunakan algoritma banyak hal, simbolis atau tidak, yang tidak selalu dapat dijelaskan.
Di era algoritma, penemuan demi penemuan beradu cepat. Dan setiap penemuan, pengguna penemuan yang kritis, selalu berdecak kagum dan juga khawatir. Penemuan tertentu mungkin membuat dunia akan lebih baik seperti kita cita-citakan, sekaligus mimpi buruk dunia yang kita takuti. Robot mungkin akan segera dibuat untuk “merawat” orang tua kita. Gagasan itu bisa dianggap kemajuan jika mereka dapat meningkatkan kualitas medis merawat orang-orang tua, membantu mereka dalam kehidupan sehari-hari, dan meningkatkan tingkat otonomi mereka. Sebaliknya akan menjadi langkah mundur jika keberadaannya hanya sebagai pelarian atas tanggungjawab untuk mereawat mereka yang sangat membutuhkan.
Algoritma membuka dan memperluas jangkauan kemungkinan. Mereka membuat kita tuan dari takdir kita sendiri. Tetapi kita harus memilih. Menghindari perangkap keegoisan dan ketakutan tidak akan mudah, tapi itu mungkin. Kita begitu menikmati segala kemajuan dan manfaat digital dengan algoritmanya. Banyak masalah kita pasrahkan pada algoritma untuk mendapatkan solusinya.
Dengan algoritma, Homo sapiens akhirnya menciptakan sebuah alat setara dengan aspirasi mereka, alat yang memungkinkan untuk membangun dunia yang lebih baik, lebih bebas, dan lebih adil. Pilihan ada di tangan kita. “The choice is ours,” kata Abiteboul dan Dowek.
Algoritma mungkin adalah alat paling canggih yang dimiliki manusia sejak awal sejarah manusia. Ia mengubah sains, industri, dan masyarakat. Ia mengacaukan konsep pekerjaan, properti, pemerintahan, kehidupan pribadi, bahkan kemanusiaan. Bergerak dengan mudah dari
satu ekstrim ke ekstrim yang lain, kita bersukacita bahwa ia membuat hidup lebih mudah, tetapi khawatir bahwa mereka akan memperbudak kita. Inilah Zaman Algoritma. Kreasi dari jiwa manusia, algoritma adalah apa yang kita buat. Dan mereka akan menjadi apa yang kita inginkan: terserah kita untuk memilih dunia yang kita inginkan untuk kita huni.
Tetapi bagaimanapun algoritma mempunyai sejumlah keterbatan. Kapasitas memori komputer, tempat menyimpan informasi, atau energi yang dibutuhkan untuk operasi adalah contoh kecil.
Adanya keterbatas itu maka tidak mungkin semua hal bisa diselesaikan dengan algoritma. “Algoritma bukanlah solusi untuk semua masalah kita.” Dan keterbatasn terbesar adalah sulitnya terjadi dialog antara manusia dan sebuah algoritma. Kegagalan interaksi algoritma dan manusia ini yang menyebabkan Penerbangan Air France 447 dari Rio ke Paris jatuh di
Samudera Atlantik.
Kita perlu memahami bahwa teknologi mempunyai batas-batasnya tulis Meredith Broussard dalam bukunya “Artificial Unintelligence” (2018). Teknologi seperti sebuah tebing yang berbahaya dimana ada persimpangan antara pencapaian manusia dan karakter alami manusia. Tebing itu seperti jurang; dibaliknya ada bahaya. Sebagaimana keberadaan batas-batas fundamental dalam matematika dan ilmu pengetahuan, demikian juga teknologi. Ada batas-batas yang bisa kita lakukan dengan teknologi. Ketika kita menggantungkan solusi atas masalah yang kita hadapi hanya pada teknologi kita cenderung membuat prediksi keliru yang sama yang justru menghambat kemajuan dan memperlebar ketidakadilan.
Termasuk dalam hal privasi. Mengapa gagasan privasi muncul di era algoritma?, tanya Abiteboul dan Dowek. Komputer memungkinkan untuk mengeksekusi, di luar kepala kita, algoritma yang biasa kita gunakan di dalam kepala kita. Komputer memungkinkan kita untuk menyimpan, di luar kepala kita, informasi yang kita miliki digunakan untuk belajar dengan hati. Cara mengakses informasi eksternal semakin canggih. Kita menggunakan kalender digital, mesin pencari, sistem manajemen database, dan sebagainya. Seperti halnya menulis, alfabet, dan percetakan, ilmu komputer merupakan bagian dari gerakan besar eksternalisasi kapasitas intelektual kita, terutama memori. Ini adalah kebahagiaan bagi mereka yang sering lupa tentang pertemuan dan nomor telepon teman.
Namun, eksternalisasi ini juga menimbulkan sejumlah masalah, khususnya karena itu sangat mengubah konsep privasi. Kita menulis teks: email, entri blog, facebook, instagram, whatsapp, berselancar di mesin telusur, dan sebagainya. Yang lainnya menulis teks yang merujuk pada kita. Kita mengambil foto. Kita mendengar musik. Kita menonton film. Kita membeli barang. Kita membaca halaman web dan melihat halaman teman di media sosial. Kita terkadang berkomentar tentang mereka. GPS telepon kita menyimpan rencana perjalanan kita. Semua data ini menceritakan kisah kita.
Sistem komputer menghimpun data dari berbagai sumber. Lalu membuat kesimpulan darinya. Jumlah data kita yang sangat besar dikumpulkan di mana-mana. Beberapa informasinya adalah
benar, beberapa tidak. Beberapa adalah fakta obyektif. Beberapa benar-benar subjektif: seseorang mungkin menganggap kita agresif, melankolis, dalam suasana hati yang baik, dan sebagainya. Terkadang kita ingin menghapus informasi karena mengungkapkan hal-hal yang kita ingin jaga kerahasiaan. Namun, rahasia sulit untuk dilindungi di jaman algoritma, dan hak untuk dilupakan secara umum tidak bisa lagi, karena kita hanya mengontrol sebagian kecil dari data ini. Sebagian besar, kita bahkan tidak tahu bahwa itu ada, kita juga tidak tahu apa yang dilakukan orang lain dengan data ini.
Sangat sulit untuk mendefinisikan kepemilikan sehubungan dengan data ini. Seringkali beberapa orang terpengaruh. Sebuah foto diterbitkan di jejaring sosial melibatkan orang yang mengambil foto dan orang-orang di foto itu. Pemilik akun yang mempublikasikan foto itu bukanlah satu-satunya orang yang cemas. Dengan mengungkapkan informasi pribadi, misalnya, di jejaring sosial, kita juga mengungkapkan informasi tentang orang lain. Perusahaan juga menghasilkan banyak informasi tentang kita. Contohnya, Fitbit menghasilkan informasi kesehatan dan kebugaran berdasarkan aktivitas fisik kita (detak jantung, kecepatan berjalan, dll.). Apakah Fitbit memiliki data yang dihasilkannya? Jawabannya tidak jelas berdasarkan undang-undang saat ini.
Daripada mendefinisikan konsep kepemilikan data pribadi, akan lebih berguna untuk mencoba memahami aturan mana yang dapat mengatur pengumpulan, penyimpanan, pertukaran, dan penggunaan data. Karena data inilah yang menarik minat banyak orang, khususnya bagi pemerintah dan perusahaan. Dan seperti diingatkan oleh Cathy O’Neil. “Weapons of Math Destruction,” (2016) bahwa matematika yang didalamnya adalah algoritma nyatanya mempunyai kemampuan merusak. Menjanjikan efisiensi dan keadilan, malah sebaliknya: mengacaukan pendidikan tinggi, menjerat dengan utang, memicu ketekungkungan massal, menjerumuskan kalangan miskin dan meremehkan demokrasi. Bagi O’Neil jalan keluar dari dampak math destruction ini adalah melucutinya satu per satu. Membongkar algoritma yang digunakan oleh para raksasa digital.
Cirebon, 23 Mei 2021