# 04 Rubarubu i
Metode Visual: Cara Mudah Memahami Perubahan Iklim
Pada beberapa kesempatan berkunjung ke desa-desa, baik di pelosok Kalimantan maupun di Sumatra, petani selalu mengeluhkan musim yang tidak pasti. Biasanya sudah masuk musim hujan, tetapi langit tak memberi tanda-tanda turun hujan. Mestinya sudah masuk kemarau, tetapi hujan terus menerus tumpah dari langit. Iklim mengalami perubahan-perubahan yang tak lagi mudah diperkirakan. Inilah jaman yang disebut perubahan iklim. Bagaimana memahaminya? Buku apa yang bisa dibaca dan dipahami dengan mudah?
David Nelles dan Christian Serrer memberi jawabannya.
Buku This is Climate Change karya David Nelles dan Christian Serrer merupakan sebuah terobosan dalam komunikasi sains iklim. Berbeda dengan buku teks yang padat, buku ini mengandalkan kekuatan infografis, bagan, dan ilustrasi data untuk menyampaikan fakta-fakta kompleks secara langsung dan mudah dipahami. Pendekatan visual ini dirancang untuk menerobos hambatan bahasa dan disiplin ilmu, menjadikan krisis iklim sebagai pengetahuan yang dapat diakses oleh semua kalangan. Sajian krisis iklim melalui pendekatan visual yang langsung dan mudah dicerna. Penulis menyatakan, “Our aim is to make the facts about climate change as easy to understand as possible. Because only if we are all aware of the problem can we work together on the solution.”
This is Climate Change berfungsi sebagai panduan yang menggambarkan dengan jelas bukti-bukti pemanasan global, dari mencairnya es di kutub hingga pola cuaca ekstrem. Penulis menegaskan bahwa data kompleks dapat disampaikan secara universal melalui infografis, dengan kutipan kunci: “Climate change is not a distant threat; it is happening here and now. Our goal is to make the facts visible and understandable for everyone.” Filsuf Prancis, Albert Camus, dalam The Myth of Sisyphus menulis, “The struggle itself toward the heights is enough to fill a man’s heart.” Buku ini membekali kita dengan pemahaman yang jelas untuk menjadikan “perjuangan” melawan perubahan iklim itu sesuatu yang bermakna dan terarah, bukan sekadar mitos.
Filsuf Indonesia, Tan Malaka, dalam semangat Materialisme-Dialektika-nya, mungkin akan setuju dengan pendekatan ini, “Dengan ilmu kita menerobos, dengan ilmu kita mengenal, dengan ilmu kita membangun.” Buku ini adalah penerapan dari semangat tersebut, menggunakan ilmu yang divisualisasikan untuk menerobos tembok penyangkalan dan ketidaktahuan, sehingga pembaca dapat mengenal masalahnya secara mendalam sebagai langkah pertama untuk membangun solusi.
David Nelles dan Christian Serrer membuka pembahasan dengan mendemonstrasikan bukti-bukti tak terbantahkan bahwa sistem Bumi sedang memanas. Grafik-grafik suhu global dari badan sains terkemuka dunia menunjukkan tren kenaikan yang konsisten dan tajam sejak era industri. Data ini diperkuat dengan visualisasi pengurangan lapisan es di Greenland dan Antartika, serta menyusutnya gletser-gletser gunung di seluruh dunia. Pemanasan ini bukanlah fluktuasi alami, melainkan sebuah anomali yang dipicu oleh aktivitas manusia. “The planet’s temperature is rising at a rate that is unprecedented in human history,” tulis Nelles dan Serrer. Ilmuwan Muslim abad ke-9, Al-Kindi, menekankan pentingnya observasi empiris, “Kita tidak boleh malu mengakui kebenaran dan mengambilnya dari mana pun sumbernya.” Buku ini adalah perwujudan modern dari prinsip ini, mengambil data dari berbagai sumber untuk membangun sebuah kebenaran yang tak terbantahkan.
Buku ini secara sistematis memetakan rantai dampak yang dimulai dari kenaikan suhu global rata-rata. Melalui grafik dan bagan, pembaca diajak melihat bagaimana kenaikan suhu sekecil apa pun memicu konsekuensi besar: kenaikan muka air laut, pemutihan terumbu karang, gelombang panas yang mematikan, dan terganggunya siklus pertanian. Penulis menunjukkan bagaimana sistem Bumi saling berhubungan; kerusakan di satu bagian akan meruntuhkan keseimbangan di bagian lain. Mereka menyatakan, “The stability of our civilization rests on the stability of our climate. We are now destabilizing that foundation.” Penyair dan naturalis Amerika, Henry David Thoreau, mengamati, “What is the use of a house if you haven’t got a tolerable planet to put it on?” Kutipan ini menggema keprihatinan buku bahwa kemajuan manusia menjadi tidak berarti jika dasar ekologis yang menopangnya runtuh, menekankan bahwa keadilan dimulai dengan planet yang layak huni untuk semua.
Melalui diagram yang sederhana namun powerful, buku ini menjelaskan mekanisme efek rumah kaca yang menjadi dasar pemanasan global. Fakta dasar pemanasan global dibincangkan dengan rinci tetapi enak dibaca. Ditunjukkan dengan jelas bagaimana konsentrasi gas-gas seperti Karbon Dioksida (CO2) dan Metana (CH4) di atmosfer telah melampaui level yang pernah dialami Bumi selama ratusan ribu tahun, berdasarkan data dari inti es. Lonjakan ini secara langsung dikaitkan dengan pembakaran massal batubara, minyak, dan gas, serta perubahan penggunaan lahan seperti deforestasi. “The curve of the CO2 concentration is the undeniable fingerprint of human activity,” tulis mereka, merupakan kesimpulan visual yang tak terbantahkan dalam buku ini. Seperti peringatan dalam Al-Qur’an, “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS Ar-Rum: 41). Buku ini memberikan bukti ilmiah atas “kerusakan” yang dimaksud.
Bagian penting buku ini secara gamblang menghubungkan krisis iklim dengan aktivitas manusia, terutama pembakaran bahan bakar fosil dan deforestasi. Dengan grafik yang jelas, buku ini menunjukkan lonjakan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer yang bertepatan dengan Revolusi Industri. Nelles dan Serrer menekankan bahwa ini adalah masalah yang dibuat oleh manusia, sehingga solusinya juga harus berasal dari manusia. Cendekiawan Muslim, Al-Jahiz, pada abad ke-9 dalam Kitab al-Hayawan (Buku tentang Hewan) telah mencatat observasi ekologis awal tentang bagaimana lingkungan mempengaruhi makhluk hidup. Dalam semangat ini, buku modern ini menjadi peringatan: manusia telah menjadi kekuatan geologis yang mengubah lingkungan secara global, dan dengan kesadaran itu, kita harus memikul tanggung jawab untuk memperbaiki dampaknya. Dari buku ini kita bisa memahami peran gas rumah kaca dan aktivitas manusia.
Dampak dari pemanasan ini divisualisasikan secara nyata pada bagian ini. Pembaca diajak melihat bagaimana kenaikan suhu laut memicu pemutihan terumbu karang massal, yang mengancam puspa ragam hayati laut. Ditampilkan pula bagaimana wilayah-wilayah kutub menghangat jauh lebih cepat daripada rata-rata global, mempercepat hilangnya habitat bagi spesies seperti beruang kutub. Perubahan ini bukanlah skenario masa depan, melainkan realitas yang sedang terekam oleh data satelit dan observasi lapangan. “The cryosphere—the frozen parts of our planet—is sending us a clear warning signal,” tulis para penulis. Penyair Amerika, Mary Oliver, dalam puisinya The Summer Day bertanya, “Tell me, what is it you plan to do with your one wild and precious life?” Buku ini memaksa kita untuk mempertanyakan apa yang kita lakukan dengan satu planet liar dan berharga yang kita tinggali ini.
Pemaparan dalam buku ini tidak hanya berhenti pada diagnosis masalah, tetapi juga merupakan seruan untuk bertindak. Penekanannya adalah pada pentingnya pemahaman kolektif sebagai fondasi aksi kolektif. Dengan membuat sains iklim dapat diakses, buku ini memberdayakan individu, komunitas, dan pembuat kebijakan untuk membuat keputusan yang tepat. “Knowing the facts is the first step toward taking responsibility. Every fraction of a degree of warming we prevent matters,”merupakan pesan sentral mereka. Seperti kata Nabi Muhammad SAW dalam sebuah hadis, “Bila hari kiamat hampir tiba, dan di tangan salah seorang dari kalian ada bibit pohon, maka jika dia mampu untuk menanamnya sebelum hari kiamat, hendaklah dia menanamnya.” Pesan tentang optimisme dan tindakan tanpa henti ini selaras dengan semangat buku—bahwa bahkan di tengah krisis, setiap tindakan untuk memperbaiki masa depan, sekecil apa pun, memiliki nilai dan makna yang mendalam. Dikupas pula dampak pada aktifitas manusia yang luar biasa karena industrialisasi pada lingkungan dan ekosistem.
Diuraikan dengan tegas hubungan antara pemanasan global dengan meningkatnya frekuensi dan intensitas cuaca ekstrem. Infografis menunjukkan hubungan antara suhu laut yang lebih hangat dengan badai yang lebih kuat, antara gelombang panas yang lebih panjang dengan kekeringan dan kebakaran hutan. Dampaknya pada manusia langsung terasa: ancaman terhadap ketahanan pangan, krisis air bersih, dan penyebaran penyakit. “Climate change is not just an environmental issue; it is a fundamental threat to human health and security,” menjadi pesan kunci. Pahlawan Nasional Indonesia, R.A. Kartini, dalam Habis Gelap Terbitlah Terang berkata, “Dan biarpun aku tidak berdaya upaya mengubah awan menjadi cahaya, namun aku akan berbuat sesuatu, yakni membisikkan pada angin, bahwa aku rindu pada cahaya.” Buku ini adalah bisikan kolektif untuk mengubah awan krisis ini menjadi cahaya solusi. Membaca buku ini kita disuguhkan dengan beragam konsekuensi bagi umat manusia: cuaca ekstrem dan kesehatan.
Salah satu pesan paling kuat dalam buku ini adalah paparan tentang ketidakadilan iklim yang mengglobal. Dampak terberat justru ditanggung oleh komunitas dan negara-negara yang paling sedikit berkontribusi pada emisi global. Melalui peta dunia, ditunjukkan bagaimana negara-negara kepulauan kecil dan masyarakat miskin rentan terhadap kenaikan muka air laut dan gagal panen. “The consequences of climate change are distributed unfairly, hitting the most vulnerable the hardest,” tulis Nelles dan Serrer. Filosofi Jawa, “Memayu Hayuning Bawono” yang berarti memperindah keindahan dunia, menekankan tanggung jawab manusia untuk menjaga harmoni semesta. Keadilan iklim adalah penerapan modern dari filsafat ini, di mana negara maju yang telah lebih dahulu menikmati pembangunan memiliki tanggung jawab lebih besar untuk “memayu” atau memperbaiki dunia yang rusak.
Buku ini memperingatkan tentang bahaya melewati titik kritis sistem Bumi, di mana perubahan kecil dapat memicu dampak besar dan tidak dapat kembali. Visualisasi menunjukkan proses seperti mencairnya esheet Greenland yang ireversibel atau matinya hutan Amazon. Melewati titik-titik ini akan mengunci planet pada jalur perubahan yang dahsyat dan di luar kendali manusia. “We are playing with fire. Every delay makes the situation more dangerous and the necessary solutions more radical,” merupakan peringatan mereka. Seperti kata Nabi Muhammad SAW, “Bersemangatlah dalam hal yang bermanfaat bagimu, dan minta tolonglah kepada Allah serta janganlah kamu malas.” Buku ini mendorong semangat untuk mengejar hal yang bermanfaat (solusi iklim), dengan didasari ilmu, dan bukan atas dasar kemalasan atau penundaan. Nelles dan Serrer mencatat adanya titik kritis (tipping points) dan urgensi tindakan yang harus diambil untuk menghindari bencana yang tidak diinginkan.
Bagian penuh harapan dari buku ini memetakan jalur-jalur solusi yang sudah tersedia di depan mata. Infografis yang jelas membandingkan efisiensi dan biaya energi terbarukan seperti surya dan angin yang semakin kompetitif dengan bahan bakar fosil. Transisi energi adalah solusi yang tersedia. Ditampilkan pula potensi penghematan energi melalui efisiensi dan perubahan model transportasi. “The technologies for a climate-friendly future already exist. The transition is not only necessary, but also economically viable,” tekankan penulis. Inovator dan visioner Amerika, Buckminster Fuller, pernah berkata, “You never change things by fighting the existing reality. To change something, build a new model that makes the existing model obsolete.” Transisi energi adalah wujud dari membangun “model baru” tersebut.
Buku ini menekankan bahwa meskipun solusi sistemik sangat penting, tindakan individu dan kolektif juga memiliki kekuatan yang signifikan. Ditunjukkan bagaimana pilihan konsumsi, pola mobilitas, dan tekanan politik dari masyarakat sipil dapat menciptakan gelombang perubahan yang memaksa pemerintah dan korporasi untuk bertindak. “Change starts with us. Our daily decisions, multiplied by millions, have the power to shape the market and politics,” tulis Nelles dan Serrer. Seperti kata pepatah Cina kuno, “Dewa membantu mereka yang membantu dirinya sendiri.” Buku ini adalah seruan untuk membantu diri kita sendiri dengan bertindak, sehingga kita layak mendapatkan “pertolongan” berupa sistem Bumi yang stabil.
Catatan Akhir
Pilihan di tangan kita. Masa depan masih ditulis oleh tindakan kita hari ini. Dua skenario divisualisasikan: satu dunia dengan iklim yang terus terganggu dan penuh penderitaan, dan satu dunia di mana transisi berhasil dilakukan menuju masyarakat yang berkelanjutan dan adil. “We are the last generation that can prevent the worst consequences of climate change. The future is not predetermined; it is in our hands,” merupakan pesan penutup yang menggugah. Pramoedya Ananta Toer menulis, “Sejarah dunia adalah juga sejarah perlawanan terhadap ketidakadilan.” Buku This is Climate Change menempatkan kita semua sebagai aktor dalam sejarah perlawanan terhadap ketidakadilan iklim, mendokumentasikan fakta-fakta yang memanggil kita untuk bertindak, demi sebuah dunia yang lebih layak untuk semua penghuninya.
Pada akhirnya, This is Climate Change dengan tegas menyatakan bahwa masa depan belum ditentukan. Buku ini mempresentasikan dua skenario: masa depan dengan dampak iklim yang semakin parah dan tidak terkendali, versus masa depan dengan dunia yang lebih berkeadilan dan berkelanjutan di mana transisi energi telah dilakukan. Pilihan ada di tangan generasi sekarang. Nelles dan Serrer menutup dengan pesan yang menggugah, “We are the first generation to feel the clear effects of climate change, and the last generation that can do something about it. What we do—or fail to do—now will define the century.” Pramoedya Ananta Toer, sastrawan Indonesia, pernah menulis, “Seorang terpelajar harus sudah berbuat adil sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan.” Buku ini adalah alat untuk mewujudkan keadilan dalam pikiran, memberikan pengetahuan visual yang diperlukan untuk mewujudkan keadilan iklim dalam perbuatan, memastikan bahwa dunia yang kita wariskan adalah dunia yang layak untuk semua kehidupan.
Bogor, 27 Oktober 2025.
Dwi Rahmad Muhtaman
Referensi:
Nelles, D., & Serrer, C. (2021). This is climate change: A visual guide to the facts—see for yourself how the planet is warming and what it means for us. The Experiment. (Karya asli diterbitkan 2018).
i Ruang Baca Ruang Buku (Rubarubu) adalah sebuah prakarsa yang mempunyai misi untuk menyebarkan ilmu dan pengetahuan lewat bacaan dan buku. Merangsang para pembaca Rubarubu untuk membaca lebih dalam pada buku asal yang diringkas, mendorong percakapan untuk membincangkan buku-buku yang telah diringkas dan juga meningkatkan gairah untuk menulis pengalaman baca dan berbagi dengan khalayak. Prakarsa Rubarubu adalah bagian dari prakarsa ReADD (Remark Asia Dialogue and Documentation), sebuah program untuk menjembatani praktik dan gagasan — agar pengalaman lapangan dapat berubah menjadi narasi yang inspiratif, dokumentasi yang bermakna, dan percakapan yang menggerakkan.
ReADD mendukung penulisan, penerbitan, dan dialog pengetahuan agar Remark Asia memperluas perannya bukan hanya sebagai pelaksana program, tetapi juga sebagai rumah gagasan tentang masa depan berkelanjutan.
ReADD (Remark Asia Dialogue and Documentation) lahir dari kesadaran bahwa keberlanjutan tidak hanya dibangun melalui proyek dan kebijakan, tetapi juga melalui gagasan, refleksi, dan narasi yang menumbuhkan kesadaran kolektif. Buku, diskusi, dan dokumentasi menjadi medium untuk menyemai dan menyerbuk silang pengetahuan, membangun imajinasi masa depan, serta memperkuat hubungan antara manusia, budaya, dan bumi.
Dengan kemajuan teknologi kita juga bisa memanfaatkan kecanggihannya untuk meringkas buku-buku yang ingin kita baca singkat. Rubarubu memanfaatkan teknologi intelegensia buatan untuk meringkas dan mengupas buku-buku dan dijadikan bacaan ringkas. Penyuntingan tetap dilakukan dengan intelegensia asli untuk memastikan akurasinya dan kenyamanan membaca. Karena itu tetap ada disclaimer bahwa setiap artikel Rubarubu tidak menjamin 100% akurat berasal dari seluruhnya buku yang dikupas. Penulisan artikel dilakukan dengan sejumlah improvisasi, olahan dari sumber lain dan pandangan/interpretasi pribadi penulis. Pembaca disarankan tetap membaca sumber aslinya untuk mendapatkan pengalaman dan jaminan akurasi langsung.






