Logo-Remark-Asia-WhiteLogo – Re-Mark AsiaLogo-Remark-Asia-WhiteLogo-Remark-Asia-White
  • Home
  • Who we are
    • Brief history
    • Career with us
    • Clients
    • Legalities
    • Networking and partnership
    • Purpose and vision
    • Management
    • Our experience
    • Our Team
  • What we offer
    • Consultancy Services
      • Carbon Stock Assessment
      • Free Prior and Informed Consent
      • High Carbon Stock
      • High Conservation Value
      • Land Use Change Analysis
      • Participatory Mapping
      • Social Impact Assessment
    • Sustainability Audit
    • HCVN ALS Report
  • AiKnow
    • About AiKnow
    • Meet the Trainers
    • Our Team
    • Courses
      • Top Courses
        • HCV ALS Lead Assessor Training
        • High Carbon Stock Training
        • Social Impact Assessment Training (SIAT)
      • HCV Concept Learning
      • HCV + HCS Integrated Lead Assessor Training Course
      • FPIC Concept Learning
      • Facilitator Training
      • In-house Training
    • Training & Activity
      • Training Calendar
      • Training Activity
      • Fieldtrip Activity
      • In-House Training
    • Quarterly Discussion
    • Program Mitra-AiKnow
      • Tokopedia
        • Prakerja
          • Sertifikat
    • Register
    • Contact Us
  • Knowledge
    • Juru Buku
    • Bincang Buku
    • Halaman DRM
    • Membumi Lestari
    • Sustainability 17A
  • Media & news
    • News
    • Galeri
    • Downloads
✕

Halaman DRM #36 – Meraup Untung dari Genosida

  • Home
  • Media & news
  • News
  • Halaman DRM
  • Halaman DRM #36 – Meraup Untung dari Genosida
Published by remarker at Friday July 11th, 2025
Categories
  • Halaman DRM
Tags
  • carbon accounting
  • carbon assessment
  • ISCC assessment
  • ISCC technical assistant
  • ISPO
  • ISPO technical assistant
  • konsultan ISPO
  • konsultan SEIA/SIA
  • remark asia
  • remarkasia

halaman drm #36

Meraup Untung dari Genosida

Imperium Penghisap Darah

Dwi R. Muhtaman

“Genosida di Gaza tidak berhenti
karena ini menguntungkan,
sangat menguntungkan
bagi terlalu banyak pihak.” 


–Albanese kepada Chris Hedges  

Daftar Isi

  • Dari Ekonomi Okupasi ke Ekonomi Genosida
  • Dukungan Ekonom Dunia

Tanggal 9 Juli 2025 adalah hari buruk bagi demokrasi.  Hari yang amat baik bagi pemerintahan yang menggunakan “…teknik intimidasi ala mafia.” Itulah yang dilakukan Pemerintahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump.  Ia telah menjatuhkan sanksi terhadap pakar Perserikatan Bangsa-Bangsa Francesca Albanese atas dokumentasinya mengenai pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan Israel terhadap warga Palestina selama perang di Gaza.1

Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, mengumumkan sanksi tersebut pada hari Rabu itu. Menuduh Albanese menjalankan “kampanye perang politik dan ekonomi terhadap Amerika Serikat dan Israel.” Narasi penyangkalan ketelibatan genosida yang makin memalukan.

Albanese, yang menjabat sebagai Pelapor Khusus PBB untuk wilayah Palestina yang diduduki, telah menjadi suara utama secara global dalam menyerukan tindakan untuk mengakhiri pelanggaran hak asasi manusia oleh Israel.

Israel dan para pendukungnya telah lama mengecam Albanese dan menyerukan agar ia dicopot dari posisinya di PBB selama bertahun-tahun.  Pada hari Jumat, 4 April 2025, dalam hari terakhir sesi ke-58 Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa, dilakukan pemungutan suara untuk menyetujui masa jabatan kedua selama tiga tahun bagi Francesca Albanese, memperpanjang mandatnya hingga tahun 2028.

Dewan Hak Asasi Manusia PBB telah memperpanjang mandat Francesca Albanese sebagai Pelapor Khusus untuk wilayah Palestina yang diduduki selama tiga tahun ke depan, meskipun mendapat tentangan dari sejumlah kelompok pro-Israel, termasuk Amerika Serikat.2  Dalam berbagai laporan resmi dan penampilannya di media, Albanese secara konsisten menyoroti apa yang ia sebut sebagai pembersihan etnis dan genosida terhadap rakyat Palestina.

Albanese tampaknya mengabaikan sanksi dari AS, dengan menyatakan bahwa ia fokus melanjutkan pekerjaannya, lapor Aljazeera.

“Tidak ada komentar atas teknik intimidasi ala mafia,” tulis pakar PBB tersebut dalam sebuah pesan teks. “Saya sibuk mengingatkan negara-negara anggota tentang kewajiban mereka untuk menghentikan dan menghukum genosida. Dan juga mereka yang mengambil untung darinya.”

Sebelumnya pada hari Rabu, ia mengkritik pemerintah-pemerintah Eropa karena mengizinkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu — yang menjadi buronan Mahkamah Pidana Internasional (ICC) atas tuduhan kejahatan perang di Gaza — menggunakan wilayah udara mereka saat bepergian.

“Warga Italia, Prancis, dan Yunani berhak tahu bahwa setiap tindakan politik yang melanggar tatanan hukum internasional, melemahkan dan membahayakan mereka semua. Dan juga kita semua,” tulis Albanese dalam sebuah unggahan media sosial.

Rubio, Setneg Trump, menyebut dorongan Albanese untuk menuntut para pejabat Israel di ICC sebagai dasar hukum atas pemberlakuan sanksi tersebut.

Suara Albenese memang begitu kencang. Lebih menggelegar ketimbang genderang perang. Ia seperti tak pernah lelah dan menyerah untuk menegakkan kebenaran. Setia membela hak-hak rakyat Palestina dari pendudukan yang keji.  

Dari Ekonomi Okupasi ke Ekonomi Genosida

Laporan terbarunya: “From economy of occupation to economy of genocide” menambah panas telinga para pendukung genosida dan aparteid.  Laporan ini menegaskan bahwa begitu banyak pihak-pihak yang meraup keuntungan dari genosida Israle atas Palestina.  Laporan itu dengan jelas menyebutkan ratusan korporasi, bank, perusahaan teknologi, universitas, dana pensiun, dan lembaga amal yang mengambil untung dari pendudukan Israel dan genosida.3

Chris Hedges menulis artikel dengan judul: Profiting from Genocide. “Perang adalah bisnis. Begitu pula genosida,” tulisnya. Laporan terbaru yang disampaikan oleh Francesca Albanese, mencantumkan 48 korporasi dan institusi, termasuk Palantir Technologies Inc., Lockheed Martin, Alphabet Inc. (Google), Amazon, IBM, Caterpillar Inc., Microsoft Corporation, dan Massachusetts Institute of Technology (MIT), serta bank dan firma keuangan seperti BlackRock, perusahaan asuransi, real estate, dan lembaga amal, yang melanggar hukum internasional dengan meraup miliaran dolar dari pendudukan dan genosida warga Palestina.  Inilah para peraup untung dengan segala cara, termasuk genosida pun dianggap sebagai sumber produksi keuntungan yang melimpah.  Imperium penghisap darah.

“Perang adalah sebuah penipuan. Selalu begitu adanya,” tulis Smedley D. Butler dalam buku klasiknya War is a Racket (1935). Perang mungkin tradisi yang paling tua, dan jelas yang paling menguntungkan. Dan sudah pasti yang paling kejam. Ia satu-satunya yang berskala internasional. Ia satu-satunya di mana keuntungan dihitung dalam dolar dan kerugian dihitung dalam nyawa.

Penipuan — tekan Butler — paling tepat digambarkan sebagai sesuatu yang tidak seperti kelihatannya bagi kebanyakan orang. Hanya segelintir kelompok ‘orang dalam’ yang tahu apa sebenarnya yang sedang terjadi. Perang dijalankan demi keuntungan segelintir orang, dengan mengorbankan sangat banyak orang lainnya. Dari perang, beberapa orang meraup kekayaan luar biasa besar.

Itulah yang terjadi dengan genosida Palestina selama lebih dari 75 tahun ini.

Laporan yang ditulis Albanese ini, yang mencakup basis data lebih dari 1.000 entitas korporat yang berkolaborasi dengan Israel, menuntut perusahaan dan institusi tersebut memutus hubungan dengan Israel atau mereka yang dianggap bersalah atas keterlibatan dalam kejahatan perang. Laporan ini menggambarkan “pendudukan abadi Israel” sebagai “laboratorium uji coba ideal bagi produsen senjata dan Big Tech” — menyediakan pasokan dan permintaan besar, pengawasan minim, dan akuntabilitas nol, sementara investor serta institusi publik dan swasta mengambil untung secara bebas.4

Hedges juga menulis dengan mengambil contoh dari Afrika, pengadilan industrialis pasca-Holocaust dan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Afrika Selatan meletakkan kerangka hukum untuk mengakui tanggung jawab kriminal institusi dan bisnis yang berpartisipasi dalam kejahatan internasional. Laporan baru ini menegaskan bahwa keputusan Mahkamah Internasional (ICJ) mewajibkan entitas-entitas untuk “tidak terlibat dan/atau menarik diri sepenuhnya tanpa syarat dari segala keterkaitan, serta memastikan bahwa interaksi dengan warga Palestina mendukung hak penentuan nasib sendiri mereka.”

“Genosida di Gaza tidak berhenti karena ini menguntungkan, sangat menguntungkan bagi terlalu banyak pihak,” kata Albanese kepada Chris Hedges. “Ini bisnis. Ada entitas korporat, termasuk dari negara-negara ‘ramah Palestina’, yang selama beberapa dekade menjalankan bisnis dan mengambil untung dari ekonomi pendudukan. Israel selalu mengeksploitasi tanah, sumber daya, dan kehidupan Palestina. Keuntungan terus berlanjut, bahkan meningkat, saat ekonomi pendudukan berubah menjadi ekonomi genosida.”

Selain itu, dia menambahkan, warga Palestina telah menyediakan “ladang pelatihan tak terbatas untuk menguji teknologi, senjata, dan teknik pengawasan yang kini digunakan terhadap orang-orang di seluruh dunia, dari Global Selatan hingga Global Utara.” 5

Laporan ini mengecam korporasi karena “menyediakan senjata dan mesin yang diperlukan Israel untuk menghancurkan rumah, sekolah, rumah sakit, tempat ibadah, mata pencaharian, dan aset produktif seperti kebun zaitun dan buah-buahan.”

Wilayah Palestina, menurut laporan, adalah “pasar tawanan” akibat pembatasan perdagangan, investasi, penanaman pohon, perikanan, dan air yang diberlakukan Israel untuk permukiman kolonial. Korporasi mengambil untung dari “pasar tawanan” ini dengan “mengeksploitasi tenaga kerja dan sumber daya Palestina, merusak dan mengalihkan sumber daya alam, membangun dan menggerakkan permukiman kolonial, serta memasarkan produk dan layanan turunannya di Israel, wilayah Palestina yang diduduki, dan global.”

“Israel diuntungkan dari eksploitasi ini, sementara ekonomi Palestina kehilangan setidaknya 35% PDB-nya,” catat laporan tersebut.

Bank, firma manajemen aset, dana pensiun, dan perusahaan asuransi telah “mengalirkan pendanaan untuk pendudukan ilegal,” tuding laporan. Selain itu, “universitas — pusat pertumbuhan intelektual dan kekuasaan — telah mendukung ideologi politik yang mendasari kolonisasi tanah Palestina, mengembangkan senjata, dan mengabaikan atau bahkan membenarkan kekerasan sistematis, sementara kolaborasi riset global mengaburkan penghapusan Palestina di balik topeng netralitas akademik.”

Teknologi pengawasan dan penahanan telah “berevolusi menjadi alat untuk menargetkan populasi Palestina secara sembarangan,” catat laporan. “Mesin berat yang sebelumnya digunakan untuk merobohkan rumah, menghancurkan infrastruktur, dan merampas sumber daya di Tepi Barat kini dialihfungsikan untuk meluluhlantakkan lanskap urban Gaza, mencegah pengungsi kembali dan membangun kembali komunitas mereka.” 6

Serangan militer terhadap Palestina juga “menyediakan ladang uji coba bagi kemampuan militer mutakhir: platform pertahanan udara, drone, alat targeting berbasis kecerdasan buatan, bahkan program F-35 yang dipimpin Amerika Serikat. Teknologi ini kemudian dipasarkan sebagai ‘terbukti di medan perang.'”

Sejak 2020, Israel menjadi eksportir senjata terbesar kedelapan di dunia. Dua perusahaan senjata terbesarnya adalah Elbit Systems Ltd dan Israel Aerospace Industries Ltd (IAI) milik negara. Israel memiliki serangkaian kemitraan internasional dengan produsen senjata asing, termasuk “untuk jet tempur F-35, yang dipimpin Lockheed Martin berbasis AS.”

“Komponen dan suku cadang yang diproduksi secara global berkontribusi pada armada F-35 Israel, yang dikustomisasi dan dirawat oleh Israel bekerja sama dengan Lockheed Martin dan perusahaan domestik,” bunyi laporan. Sejak Oktober 2023, jet F-35 dan F-16 menjadi “bagian integral dalam mempersenjatai Israel dengan kekuatan udara tak tertandingi untuk menjatuhkan sekitar 85.000 ton bom — sebagian besar tidak terarah — membunuh dan melukai lebih dari 179.411 warga Palestina, serta meluluhlantakkan Gaza.”

“Drone, hexacopter, dan quadcopter juga menjadi mesin pembunuh yang menguasai langit Gaza,”tulis laporan. “Drone yang sebagian besar dikembangkan dan dipasok oleh Elbit Systems dan Israel Aerospace Industries telah lama terbang bersama jet tempur, memantau warga Palestina dan memberikan intelijen target. Dalam dua dekade terakhir, dengan dukungan perusahaan-perusahaan ini dan kolaborasi dengan institusi seperti MIT, drone yang digunakan Israel telah dilengkapi sistem senjata otomatis dan kemampuan terbang dalam formasi swarm.”

Perusahaan FANUC asal Jepang menjual produk otomasi dan “menyediakan mesin robotik untuk lini produksi senjata, termasuk untuk IAI, Elbit Systems, dan Lockheed Martin.”

“Perusahaan pengiriman seperti A.P. Moller — Maersk A/S asal Denmark mengangkut komponen, suku cadang, senjata, dan bahan baku, menjaga aliran stabil peralatan militer AS pasca-Oktober 2023.”

Terjadi “lonjakan 65% belanja militer Israel dari 2023 ke 2024 — mencapai $46,5 miliar, salah satu yang tertinggi per kapita di dunia.” Ini “memicu lonjakan tajam laba tahunan mereka,” sementara “perusahaan senjata asing, terutama produsen amunisi, juga mendapat untung.”

Di saat yang sama, perusahaan teknologi mengambil keuntungan dari genosida dengan “menyediakan infrastruktur dual-use untuk mengintegrasikan pengumpulan data massal dan pengawasan, sambil mengambil untung dari ladang uji coba unik untuk teknologi militer di wilayah Palestina yang diduduki.” Mereka meningkatkan “layanan pengawasan dan penahanan, mulai dari jaringan CCTV, pengawasan biometrik, jaringan pos pemeriksaan berbasis teknologi canggih, ‘tembok pintar’, dan pengawasan drone, hingga komputasi awan, kecerdasan buatan, dan analitik data yang mendukung personel militer di lapangan.”

“Perusahaan teknologi Israel sering lahir dari infrastruktur dan strategi militer,” tulis laporan, “seperti NSO Group, yang didirikan mantan anggota Unit 8200. Spyware Pegasus-nya, dirancang untuk pengawasan smartphone diam-diam, telah digunakan melawan aktivis Palestina dan dilisensikan secara global untuk menyasar pemimpin, jurnalis, dan pembela HAM. Diekspor di bawah Defense Export Control Law, teknologi pengawasan NSO Group memungkinkan ‘diplomasi spyware’ sambil memperkuat impunitas Negara.”

IBM, yang teknologinya memfasilitasi Jerman Nazi dalam pembuatan dan tabulasi kartu berlubang untuk data sensus nasional, logistik militer, statistik ghetto, manajemen lalu lintas kereta, dan kapasitas kamp konsentrasi, sekali lagi menjadi mitra dalam genosida saat ini.7

IBM telah beroperasi di Israel sejak 1972. Mereka memberikan pelatihan untuk militer dan agensi intelijen Israel, terutama Unit 8200, yang bertanggung jawab atas operasi rahasia, pengumpulan intelijen sinyal, dekripsi kode, serta kontra-intelijen, perang cyber, intelijen militer, dan pengawasan.

“Sejak 2019, IBM Israel mengoperasikan dan meningkatkan basis data pusat Otoritas Populasi dan Imigrasi, memungkinkan pengumpulan, penyimpanan, dan penggunaan data biometrik warga Palestina oleh pemerintah, serta mendukung rezim perizinan diskriminatif Israel,” catat laporan.

Microsoft, aktif di Israel sejak 1989, “tertanam di layanan penjara, polisi, universitas, dan sekolah — termasuk di permukiman kolonial. Microsoft telah mengintegrasikan sistem dan teknologi sipilnya ke seluruh militer Israel sejak 2003, sambil mengakuisisi startup cybersecurity dan pengawasan Israel.” 8

“Ketika sistem apartheid, militer, dan kontrol populasi Israel menghasilkan volume data yang semakin besar, ketergantungannya pada penyimpanan awan dan komputasi meningkat,” tulis laporan. “Pada 2021, Israel memberikan kontrak $1,2 miliar (Proyek Nimbus) kepada Alphabet Inc. (Google) dan Amazon.com, Inc. — sebagian besar dibiayai melalui anggaran Kementerian Pertahanan — untuk menyediakan infrastruktur teknologi inti.”

Microsoft, Alphabet Inc., dan Amazon “memberikan akses hampir ke seluruh pemerintahan Israel ke teknologi awan dan kecerdasan buatan mereka, meningkatkan kapasitas pemrosesan data, pengambilan keputusan, serta pengawasan dan analisis.”

Militer Israel, laporan menegaskan, “telah mengembangkan sistem kecerdasan buatan seperti ‘Lavender’ 9, ‘Gospel’, dan ‘Where’s Daddy?’ untuk memproses data dan menghasilkan daftar target, mengubah wajah perang modern dan menunjukkan sifat dual-use kecerdasan buatan.”

Ada “alasan kuat,” tulis laporan, untuk meyakini bahwa Palantir Technology Inc., yang memiliki hubungan lama dengan Israel, “telah menyediakan teknologi predictive policing otomatis, infrastruktur pertahanan inti untuk pembangunan dan penyebaran perangkat lunak militer yang cepat dan masif, serta Artificial Intelligence Platform-nya, yang memungkinkan integrasi data medan perang secara real-time untuk pengambilan keputusan otomatis.”

CEO Palantir 10 pada April 2025 menanggapi tuduhan bahwa Palantir membunuh warga Palestina di Gaza dengan mengatakan, “Kebanyakan teroris, itu benar.” 11

“Teknologi sipil lama menjadi alat dual-use pendudukan kolonial pemukim,” tulis laporan. “Operasi militer Israel sangat bergantung pada peralatan dari produsen global terkemuka untuk ‘mencabut’ warga Palestina dari tanah mereka, merobohkan rumah, bangunan publik, lahan pertanian, jalan, dan infrastruktur vital lainnya. Sejak Oktober 2023, mesin-mesin ini menjadi kunci dalam merusak dan menghancurkan 70% struktur dan 81% lahan pertanian di Gaza.”

Caterpillar Inc. selama beberapa dekade menyediakan peralatan untuk militer Israel yang digunakan untuk merobohkan rumah, masjid, rumah sakit warga Palestina, serta “mengubur hidup-hidup warga Palestina yang terluka,” dan membunuh aktivis seperti Rachel Corrie.12

“Israel mengubah bulldozer D9 Caterpillar menjadi senjata inti otomatis yang dikendalikan dari jarak jauh bagi militer Israel, digunakan di hampir setiap operasi militer sejak 2000, membersihkan garis invasi, ‘menetralisir’ wilayah, dan membunuh warga Palestina,” tulis laporan. Tahun ini, Caterpillar “mendapat kontrak multi-juta dolar lagi dengan Israel.”

“HD Hyundai asal Korea dan anak perusahaannya, Doosan, bersama Volvo Group asal Swedia dan produsen mesin berat besar lainnya, telah lama dikaitkan dengan penghancuran properti Palestina, masing-masing memasok peralatan melalui dealer Israel eksklusif,” tulis laporan.

“Sementara aktor korporat berkontribusi pada penghancuran kehidupan Palestina di wilayah pendudukan, mereka juga membantu membangun penggantinya: membangun permukiman kolonial dan infrastrukturnya, mengekstraksi dan memperdagangkan bahan, energi, dan produk pertanian, serta membawa pengunjung ke permukiman seolah-olah itu destinasi liburan biasa.”

“Lebih dari 371 permukiman dan pos ilegal telah dibangun, dialiri listrik, dan diperdagangkan oleh perusahaan-perusahaan yang memfasilitasi penggantian populasi asli Palestina oleh Israel di wilayah pendudukan,” simpul laporan.

Proyek-proyek pembangunan ini menggunakan ekskavator dan peralatan berat Caterpillar, HD Hyundai, dan Volvo. Hanson Israel, anak perusahaan Heidelberg Materials AG asal Jerman, “telah berkontribusi pada penjarahan jutaan ton batu dolomit dari tambang Nahal Raba di tanah yang dirampas dari desa-desa Palestina di Tepi Barat.” Dolomit yang ditambang digunakan untuk membangun permukiman Yahudi di Tepi Barat.

Perusahaan asing juga “berkontribusi mengembangkan jalan dan infrastruktur transportasi publik yang krusial untuk mendirikan dan memperluas permukiman, serta menghubungkannya dengan Israel sambil mengucilkan dan memisahkan warga Palestina.”

Perusahaan real estate global menjual properti di permukiman kolonial kepada pembeli Israel dan internasional. Ini termasuk Keller Williams Realty LLC, yang “memiliki cabang di permukiman kolonial” melalui franchise-nya KW Israel. Tahun lalu, melalui franchise lain bernama Home in Israel, Keller Williams “menyelenggarakan roadshow real estate di Kanada dan AS, disponsori bersama beberapa perusahaan yang mengembangkan dan memasarkan ribuan apartemen di permukiman.”

Platform penyewaan, termasuk Booking.com dan Airbnb, mencantumkan properti dan kamar hotel di permukiman Yahudi ilegal di Tepi Barat.

Bright Dairy & Food asal Tiongkok adalah pemilik mayoritas Tnuva, konglomerat makanan terbesar Israel, yang menggunakan tanah yang dirampas dari warga Palestina di Tepi Barat.

Di sektor energi, “Chevron Corporation, dalam konsorsium dengan NewMedEnergy Israel (anak perusahaan Delek Group yang tercatat di database OHCHR), mengekstraksi gas alam dari ladang Leviathan dan Tamar; mereka membayar $453 juta dalam royalti dan pajak kepada Pemerintah Israel pada 2023. Konsorsium Chevron memasok lebih dari 70% konsumsi energi Israel. Chevron juga untung dari kepemilikan sebagian East Mediterranean Gas pipeline, yang melintasi wilayah maritim Palestina, serta penjualan gas ke Mesir dan Yordania.”

BP dan Chevron juga menjadi “kontributor terbesar impor minyak mentah Israel, sebagai pemilik utama pipa strategis Azeri Baku-Tbilisi-Ceyhan dan Kazakh Caspian Pipeline Consortium, serta ladang minyak terkait. Masing-masing memasok 8% minyak mentah Israel antara Oktober 2023 dan Juli 2024, ditambah kiriman bahan bakar jet militer. Minyak dari perusahaan-perusahaan ini memasok dua kilang di Israel.”

“Dengan menyediakan batubara, gas, minyak, dan bahan bakar untuk Israel, perusahaan-perusahaan ini berkontribusi pada infrastruktur sipil yang digunakan Israel untuk mengukuhkan aneksasi permanen dan kini dijadikan senjata dalam penghancuran kehidupan Palestina di Gaza,”tulis laporan. “Infrastruktur yang sama yang mereka suplai telah melayani militer Israel dan penghancuran Gaza berbasis teknologi yang boros energi.”

Bank dan firma keuangan internasional juga mendukung genosida melalui pembelian obligasi treasury Israel.

“Sebagai sumber utama pendanaan anggaran negara Israel, obligasi treasury memainkan peran kritis dalam mendanikan serangan berkelanjutan ke Gaza,” tulis laporan. “Dari 2022 ke 2024, anggaran militer Israel tumbuh dari 4,2% menjadi 8,3% PDB, mendorong defisit anggaran publik ke 6,8%. Israel membiayai anggaran yang membengkak ini dengan meningkatkan penerbitan obligasi, termasuk $8 miliar pada Maret 2024 dan $5 miliar pada Februari 2025, serta penerbitan di pasar shekel baru domestik.”

Laporan mencatat bahwa beberapa bank terbesar dunia, termasuk BNP Paribas dan Barclays, “ikut meningkatkan kepercayaan pasar dengan menjadi penjamin obligasi treasury internasional dan domestik ini, memungkinkan Israel menahan premi suku bunga meski mengalami penurunan peringkat kredit. Firma manajemen aset — termasuk BlackRock ($68 juta), Vanguard ($546 juta), dan anak perusahaan manajemen aset Allianz, PIMCO ($960 juta) — termasuk di antara setidaknya 400 investor dari 36 negara yang membelinya.”

Lembaga amal berbasis agama juga “menjadi enabler finansial kunci proyek-proyek ilegal, termasuk di wilayah Palestina yang diduduki, sering menerima pengurangan pajak di luar negeri meski ada kerangka regulasi amal yang ketat,” tulis laporan.

“Dana Nasional Yahudi (KKL-JNF) dan lebih dari 20 afiliasnya mendanikan ekspansi pemukim dan proyek-proyek yang terkait dengan militer,” tulis laporan tersebut. “Sejak Oktober 2023, platform seperti Israel Gives memungkinkan penggalangan dana yang dapat dikurangkan dari pajak di 32 negara untuk unit militer Israel dan para pemukim. Christian Friends of Israeli Communities yang berbasis di AS, Dutch Christians for Israel dan afiliasi globalnya, mengirimkan lebih dari $12,25 juta pada tahun 2023 untuk berbagai proyek yang mendukung permukiman kolonial, termasuk beberapa yang melatih para pemukim ekstremis.”

Laporan tersebut mengkritik universitas-universitas yang bermitra dengan universitas dan lembaga Israel. Dicatat bahwa laboratorium di MIT “melakukan penelitian senjata dan pengawasan yang didanai oleh Kementerian Pertahanan Israel.” Proyek-proyek ini termasuk “kontrol drone swarm – fitur khas dari serangan Israel ke Gaza sejak Oktober 2023 – algoritma pengejaran, dan pengawasan bawah air.”

Anda dapat melihat wawancara Chris Hedges dengan mahasiswa MIT yang mengungkap kolaborasi antara universitas dan militer Israel di tautan ini.13

Genosida membutuhkan jaringan yang luas dan miliaran dolar untuk mempertahankannya. Israel tidak dapat melakukan pembantaian massal terhadap warga Palestina tanpa ekosistem ini. Entitas-entitas yang mengambil keuntungan dari kekerasan industri terhadap warga Palestina dan pengusiran massal ini sama bersalahnya dengan genosida seperti unit-unit militer Israel yang menghancurkan rakyat Gaza. Mereka juga adalah penjahat perang. Mereka juga harus dimintai pertanggungjawaban.

Dalam sebuah perbicangan dengan Naomi Klein, Francesca Albanese membahas seruan pencopotannya dan laporan terbarunya yang mendokumentasikan ‘mesin korporasi yang menopang proyek kolonial pemukim Israel.’ 14

Kita kenal dengan baik Volvo, Airbnb, Booking.com, Palantir. Apa kesamaan dari perusahaan-perusahaan ini? Mereka, bersama banyak perusahaan lainnya, adalah bagian dari apa yang oleh Pelapor Khusus PBB Francesca Albanese dalam laporan terobosannya disebut sebagai “ekonomi genosida.” Laporan ini menggambarkan bagaimana perusahaan-perusahaan besar meraup keuntungan dari genosida yang dilakukan Israel di Gaza serta pendudukan di Tepi Barat.

Selama sepekan terakhir, Albanese menghadapi gelombang serangan besar dari korporasi Amerika, lobi pro-Israel, bahkan dari pemerintahan Trump, yang menyerukan pencopotannya.  Dan berakhir dengan sanksi terhadapnya.

Dalam episode Unshocked itu, Naomi Klein mengundang Albanese untuk membahas temuan-temuan utamanya — yang oleh Klein digambarkan sebagai “sebuah ekonomi yang meroket dari pemusnahan.” Seperti dijelaskan Klein, Israel dikenal sebagai negara rintisan (startup nation), dan sektor teknologi menjadi inti dari ledakan nilai Bursa Saham Tel Aviv sejak serangan 7 Oktober. Tapi ada sisi kelam yang perlu dibicarakan.

“Israel telah menggunakan rakyat Palestina untuk menguji teknologi — dari pengawasan militer hingga industri agribisnis,” ujar Albanese. “Dan inilah yang menjelaskan bagaimana dalam 20 bulan terakhir, Israel beralih dari ekonomi pendudukan ke ekonomi genosida.”

Klein dan Albanese juga menyinggung perusahaan teknologi asal AS, Palantir, yang secara terbuka menyatakan dukungan atas kemitraannya dengan Israel. CEO Palantir, Alex Karp, menanggapi kritik atas teknologi perusahaannya yang membunuh warga Palestina dengan mengatakan: “kebanyakan teroris, itu benar.”  “Fakta bahwa mereka berani menyatakan itu secara terang-terangan menunjukkan tingkat impunitas yang mereka tahu sedang mereka nikmati,” ujar Albanese kepada Klein.

Klein juga menanyakan pendapat Albanese tentang seruan pemerintahan Trump kepada Sekjen PBB untuk mencopotnya dari jabatan sebagai pelapor khusus hak asasi manusia di Wilayah Pendudukan Palestina, dengan menyebutnya sebagai “ancaman.”  “Bukan saya yang menjadi ancaman,” jawab Albanese. “Yang menjadi ancaman adalah hukum internasional.”

Meskipun berkali-kali mendapatkan ancaman pembunuhan dan kecaman bertubi-tubi, kini, para ekonom terkemuka dunia — termasuk mantan Menteri Keuangan Yunani Yanis Varoufakis, ekonom Prancis Thomas Piketty, dan ahli statistik serta esais keturunan Lebanon-Amerika Nassim Nicholas Taleb — memberikan pujian kepada Francesca Albanese atas laporannya.

Zeteo telah memperoleh salinan eksklusif dalam bahasa Inggris dari surat terbuka para ekonom tersebut mengenai laporan Albanese, di mana mereka menuduh korporasi telah “mempertahankan rezim apartheid dan memungkinkan terjadinya genosida berikutnya.” Baca isi lengkap surat tersebut di bawah ini.15

Dukungan Ekonom Dunia

Para Ekonom Memuji Laporan Pelapor Khusus Francesca Albanese kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa: “Dari Ekonomi Pendudukan ke Ekonomi Genosida”

Mantan Menteri Keuangan Yunani Yanis Varoufakis, ekonom Prancis Thomas Piketty, dan lainnya menandatangani surat terbuka yang mendukung Albanese di tengah desakan AS untuk mencopotnya dari jabatan Pelapor Khusus PBB untuk Palestina.

Pekan lalu, Pelapor Khusus PBB Francesca Albanese menjadi sorotan dunia karena mengungkap puluhan perusahaan yang menurutnya telah meraup keuntungan dari genosida Israel di Gaza. Laporan PBB Albanese, “Dari Ekonomi Pendudukan ke Ekonomi Genosida,” tidak hanya menyoroti perusahaan pembuat senjata seperti biasanya, tetapi juga mengecam lembaga keuangan, institusi pendidikan, dan perusahaan teknologi besar seperti Alphabet Inc. (Google), Amazon, IBM, Palantir, serta banyak lainnya.

Sebagai tanggapan, Misi AS untuk PBB kembali menyerukan kepada Sekretaris Jenderal PBB agar mengecam Albanese dan mencopotnya dari posisinya sebagai pelapor khusus untuk hak asasi manusia di Wilayah Pendudukan Palestina.

Sejarah mengajarkan kepada kita bahwa kepentingan ekonomi telah menjadi pendorong utama dan pendukung pelaksanaan kolonialisme — dan sering kali juga genosida yang menyertainya. Sektor korporasi telah menjadi bagian integral dari kolonialisme sejak awal, dengan perusahaan-perusahaan secara historis turut serta dalam kekerasan terhadap, eksploitasi atas, dan akhirnya perampasan tanah serta hak-hak masyarakat adat, dalam suatu pola dominasi yang dikenal sebagai kapitalisme kolonial rasial. Kolonisasi Israel atas wilayah Palestina yang diduduki tidak terkecuali.

Laporan terbaru dari Francesca Albanese, Pelapor Khusus PBB untuk situasi hak asasi manusia di wilayah Palestina yang diduduki sejak 1967, merupakan kontribusi penting untuk memahami ekonomi politik dari negara Apartheid Israel, pembersihan etnis terhadap warga Palestina, dan kini genosida mereka. Karena itu, kami percaya laporan ini harus dipelajari dan diperdebatkan secara luas dan bebas.

Mengingat surat yang sangat bermusuhan dan bahkan mengintimidasi dari pemerintah AS kepada Sekjen PBB yang menuntut pemecatan Ibu Albanese dan pembatalan laporannya yang luar biasa ini, kami merasa perlu untuk menyatakan dukungan kuat kami terhadap Ibu Albanese, dan mendorong PBB untuk menolak desakan keras pemerintah AS dan Israel.

Mengikuti jejak yang sudah sering kita lihat dari penyangkalan genosida dan pembungkaman terhadap siapa pun yang menantang “hak” kekuasaan kolonial untuk merampas hak masyarakat adat, pemerintah AS dan Israel — dengan sebagian besar pemerintah Eropa yang terlalu takut untuk bersuara — menuntut agar masyarakat internasional menutup mata terhadap genosida yang sedang berlangsung, terutama terhadap peran penting perusahaan-perusahaan multinasional dan nasional dalam mempertahankan rezim Apartheid dan memungkinkan genosida yang terjadi.

Sebagai para ekonom, kami merasa wajib menyoroti tiga temuan utama yang dijabarkan dengan sangat jelas dan presisi dalam laporan Ibu Albanese:

Pertama, pendudukan dan genosida sangat menguntungkan bagi konglomerat. Bukan hanya perusahaan senjata dan pertahanan besar seperti Lockheed-Martin (pembuat utama jet F-35), ELBIT (pabrikan senjata Israel), dan Palantir (perusahaan perangkat lunak yang algoritmanya kemungkinan besar memainkan peran penting dalam pemilihan target di Gaza), tetapi juga merek-merek rumah tangga seperti Caterpillar, BNP Paribas, Barclays, Allianz, Chevron, BP, Petrobas, dan A.P. Moller-Maersk A/S.

Dengan meningkatnya dua kali lipat anggaran pertahanan Israel — yang didukung penuh oleh pemerintah AS — terjadi “investasi besar-besaran” ke dalam mesin pembunuh Israel oleh jaringan konglomerat internasional yang saling terhubung, di mana ribuan perusahaan Israel terjalin dengan perusahaan-perusahaan AS, Eropa, Korea, bahkan Brasil. Inilah sebabnya mengapa saham Israel naik 161%, meskipun terjadi penurunan permintaan, produksi, dan kepercayaan konsumen.

Kedua, wilayah Palestina yang diduduki telah berfungsi sebagai laboratorium ideal bagi Big Tech— dan transisi dari pendudukan ke genosida hanya memperkuat fungsi itu.

Tidak ada negara lain yang memberikan akses sebesar Israel terhadap data biometrik warganya, seperti yang diberikan kepada IBM. Sejak 7 Oktober 2023, Microsoft, Amazon, Alphabet, dan Palantir telah memperluas layanan cloud dan teknologi militer mereka dengan kecepatan luar biasa.

Perangkat lunak pengenalan wajah, algoritma pemilihan target, dan sistem eksekusi otomatis diuji secara langsung dan tanpa kendala etika — lebih bebas daripada eksperimen pada tikus laboratorium. Big Tech sangat diuntungkan.

Ketiga, universitas-universitas top AS dan Eropa secara finansial bergantung pada keterikatan mereka dengan ekonomi politik Israel yang berbasis pada Apartheid dan konflik permanen. Banyak institusi ternama di AS dan Uni Eropa akan menghadapi kesulitan keuangan yang besar jika mereka berhenti mendukung genosida Israel. Laporan Albanese sangat layak diapresiasi karena mengungkap ketergantungan memalukan dari universitas dan lembaga riset Barat terkemuka (seperti Technical University of Munich, MIT Labs, dan University of Edinburgh, antara lain).

Masyarakat Eropa dan Amerika berhak mengetahui bahwa institusi akademik paling bergengsi mereka menopang ekonomi pendudukan dan genosida.

Dalam beberapa tahun ke depan, hampir semua orang akan mengaku bahwa mereka menentang genosida ini.

Namun sekaranglah saatnya orang-orang berhati nurani harus mengambil sikap.

Sebagai para ekonom, kami berdiri hari ini bersama Francesca Albanese, Pelapor Khusus PBB yang sedang diserang oleh pemerintah AS dan Israel karena laporannya menyingkap terang-terangan ekonomi politik dari pendudukan dan genosida Israel.16

Persekusi terhadap Francesca Albanese berupa sanksi yang dijatuhkan oleh pemerintahan Trump terhadap Francesca Albanese, Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa, merupakan pertanda mengerikan dari berakhirnya supremasi hukum internasional.17

Menurut Chris Hedges, ketika sejarah tentang genosida di Gaza ditulis kelak, salah satu tokoh paling berani dan vokal dalam memperjuangkan keadilan dan penegakan hukum internasional akan tercatat adalah Francesca Albanese, Pelapor Khusus PBB, yang kini sedang dijatuhi sanksi oleh pemerintahan Trump. Kantornya ditugaskan untuk memantau dan melaporkan pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh Israel terhadap rakyat Palestina.

Albanese, yang secara rutin menerima ancaman pembunuhan dan menghadapi kampanye fitnah yang terorganisir dengan baik oleh Israel dan para sekutunya, dengan gagah berani berusaha mempertanggungjawabkan mereka yang mendukung dan menopang genosida ini. Ia mengecam apa yang ia sebut sebagai “korupsi moral dan politik dunia” yang memungkinkan genosida itu terus berlangsung. Kantornya telah menerbitkan laporan-laporan rinci yang mendokumentasikan kejahatan perang di Gaza dan Tepi Barat, salah satunya, berjudul “Genocide as Colonial Erasure”(Genosida sebagai Penghapusan Kolonial)18, ditulis ulang oleh Chris Hedges sebagai lampiran dalam buku terbarunya, A Genocide Foretold.19

Ia telah memberi tahu organisasi-organisasi swasta bahwa mereka “secara pidana bertanggung jawab” karena membantu Israel melaksanakan genosida di Gaza. Ia juga menyatakan bahwa jika benar, seperti yang telah dilaporkan, mantan Perdana Menteri Inggris David Cameron mengancam akan menghentikan pendanaan dan menarik diri dari Mahkamah Pidana Internasional (ICC) setelah ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant, maka Cameron dan mantan Perdana Menteri Inggris lainnya Rishi Sunak dapat didakwa dengan pelanggaran pidana berdasarkan Statuta Roma. Statuta Roma mengkriminalisasi tindakan siapa pun yang berupaya menghalangi penuntutan kejahatan perang.

Ia telah menyerukan agar para pejabat tinggi Uni Eropa (UE) diadili atas keterlibatan mereka dalam kejahatan perang karena mendukung genosida, dengan menyatakan bahwa tindakan mereka tidak boleh dibiarkan tanpa pertanggungjawaban. Ia juga menjadi pendukung utama armada Madleen yang berupaya menembus blokade Gaza dan mengirim bantuan kemanusiaan, dengan menulis bahwa kapal tersebut, yang dicegat oleh Israel, membawa bukan hanya pasokan barang, tetapi juga pesan kemanusiaan.20

Laporan terbarunya mencantumkan 48 perusahaan dan institusi, termasuk Palantir Technologies Inc., Lockheed Martin, Alphabet Inc. (Google), Amazon, International Business Machine Corporation (IBM), Caterpillar Inc., Microsoft Corporation, dan Massachusetts Institute of Technology (MIT), bersama dengan bank dan perusahaan keuangan seperti BlackRock, perusahaan asuransi, perusahaan properti, dan lembaga amal, yang — dalam pelanggaran terhadap hukum internasional — menghasilkan miliaran dolar dari pendudukan dan genosida terhadap rakyat Palestina.21

Menteri Luar Negeri Marco Rubio mengutuk dukungan Albanese terhadap ICC — di mana empat hakimnya telah dikenai sanksi oleh AS karena mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu dan Gallant tahun lalu.22 Ia mengecam Albanese karena upayanya untuk mengadili warga negara Amerika atau Israel yang mendukung genosida, dengan menyatakan bahwa ia tidak layak menjabat sebagai Pelapor Khusus. Rubio juga menuduh Albanese telah “melontarkan antisemitisme secara terang-terangan, mendukung terorisme, dan menunjukkan penghinaan terbuka terhadap Amerika Serikat, Israel, dan dunia Barat.”

Sanksi tersebut kemungkinan besar akan mencegah Albanese bepergian ke AS dan membekukan aset yang mungkin ia miliki di negara tersebut.

Serangan terhadap Albanese menandakan dunia tanpa aturan, di mana negara-negara bandit seperti Amerika Serikat dan Israel dibiarkan melakukan kejahatan perang dan genosida tanpa pertanggungjawaban atau pembatasan. Hal ini membuka tabir tipu daya yang kita gunakan untuk membodohi diri sendiri dan mencoba membodohi orang lain. Ini mengungkapkan kemunafikan, kekejaman, dan rasisme kita. Mulai sekarang, tidak ada yang akan menganggap serius komitmen yang kita ucapkan terhadap demokrasi, kebebasan berekspresi, supremasi hukum, atau hak asasi manusia. Dan siapa yang bisa menyalahkan mereka? Kita hanya berbicara dalam bahasa kekerasan, bahasa kebuasan, bahasa pembantaian massal, bahasa genosida.

“Tindakan pembunuhan, pembunuhan massal, penyiksaan psikologis dan fisik, kehancuran, penciptaan kondisi kehidupan yang tidak memungkinkan orang-orang di Gaza untuk hidup — dari penghancuran rumah sakit, pengusiran massal, tunawisma massal, saat orang-orang dibombardir setiap hari, dan kelaparan — bagaimana kita bisa membaca semua ini secara terpisah?” tanya Albanese dalam wawancara Hedges dengannya saat membahas laporannya “Genocide as Colonial Erasure.”

Drone militer, helikopter bersenjata, tembok dan penghalang, pos pemeriksaan, kawat berduri spiral, menara pengawas, pusat penahanan, deportasi, kebrutalan dan penyiksaan, penolakan visa masuk, keberadaan yang menyerupai apartheid bagi mereka yang tak berdokumen, hilangnya hak individu, dan pengawasan elektronik — semua itu sudah akrab bagi para migran putus asa di sepanjang perbatasan Meksiko, atau yang berusaha memasuki Eropa, sebagaimana mereka akrab bagi rakyat Palestina.

Inilah yang menanti mereka yang oleh Frantz Fanon disebut sebagai “kaum terkutuk di bumi.” “the wretched of the earth.” 23

Mereka yang membela yang tertindas, seperti Albanese, akan diperlakukan seperti orang-orang yang ditindas.  Those that defend the oppressed, such as Albanese, will be treated like the oppressed.

***

Tanjung Selor, Kalimantan Utara,

11 Juli 2025

1 https://www.aljazeera.com/news/2025/7/9/us-sanctions-un-expert-albanese-over-israel-criticism
2 https://trt.global/world/article/6e0b924d2b9d; Albanese sebelumnya menghadapi tekanan yang semakin besar dari kelompok dan politisi pro-Israel yang menuntut penghentian masa jabatannya.
Beberapa negara juga sempat menyatakan keberatan untuk mendukung pengangkatannya kembali karena sikapnya yang vokal mengkritik kebijakan Israel.
3 https://www.ohchr.org/sites/default/files/documents/hrbodies/hrcouncil/sessions-regular/session59/advance-version/a-hrc-59-23-aev.pdf?utm_source=substack&utm_medium=email
4 Chris Hedges, Profiting from Genocide.  Lihat juga Laporan lengkap From economy of occupation to economy of genocide, Report of the Special Rapporteur on the situation of human rights in the Palestinian territories occupied since 1967, Francesca Albanese
5 Lihat dan cermati wawancara Chris Hedges dengan Francesca Albanese, Starvation and Profiteering in Gaza (w/ Francesca Albanese) | The Chris Hedges Report: https://youtu.be/wbakVaOGgOk?si=-ORXQ2YxdfErz9qg
6 https://english.wafa.ps/Pages/Details/158875?utm_source=substack&utm_medium=email
7 https://www.bostonreview.net/articles/erica-x-eisen-nuremberg/?utm_source=substack&utm_medium=email
8 https://datacenterplanet.com/news/cloud/microsoft-to-launch-its-first-cloud-region-in-israel/?utm_source=substack&utm_medium=email
9 https://www.972mag.com/lavender-ai-israeli-army-gaza/?utm_source=substack&utm_medium=email
10 https://www.youtube.com/watch?v=L1wz_jAURZY
11 https://www.youtube.com/watch?v=uQCazCId_9o&t=5079s
12 https://www.internationalcrimesdatabase.org/Case/986/Corrie-v-Caterpillar/?utm_source=substack&utm_medium=email
13 https://www.youtube.com/watch?v=7sF1ne_dzhs
14 https://zeteo.com/p/israels-tech-boom-and-the-economy?utm_source=podcast-email&publication_id=2325511&post_id=167856162&utm_campaign=email-play-on-substack&utm_content=watch_now_button&r=37izis&triedRedirect=true&utm_medium=email
15 https://zeteo.com/p/exclusive-top-economists-back-francesca?utm_source=substack&utm_medium=email
16 Surat pernyataan para ekonom ini ditandatangani oleh ekonom sebagai berikut: Yanis Varoufakis, former Greek finance minister; Thomas Piketty, author of ‘Capital in the Twenty-First Century’; Nassim Nicholas Taleb, author of ‘The Black Swan’; Michael Hudson, president of the Institute for the Study of Long-Term Economic Trends (ISLET); Guy Standing, professorial research associate, SOAS University of London; Jayati Ghosh, professor of economics at the University of Massachusetts Amherst; Giuseppe Mastruzzo, director of the International University College of Turin (IUC); Jomo Kwame Sundaram, research advisor at Khazanah Research Institute; Robert H. Wade, professor of Political Economy and Development at London School of Economics and Political Science; Christopher Cramer, professor of the Political Economy of Development at SOAS University of London; Nidhi Srinivas, associate professor of management at Milano School of Policy, Management, and Environment
17 Oleh Chris Hedges – 10 Juli
18 https://www.un.org/unispal/document/genocide-as-colonial-erasure-report-francesca-albanese-01oct24/?utm_source=substack&utm_medium=email; Saya kutipkan sebagian dari laporan ini di sini: Dalam laporan ini, Pelapor Khusus merujuk pada kerangka hukum yang telah digunakan dalam laporan-laporan sebelumnya, termasuk hukum humaniter internasional, hukum hak asasi manusia internasional, hukum pidana internasional, dan hukum kebiasaan internasional, khususnya Konvensi Genosida serta Konvensi Internasional tentang Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid, beserta perkembangan hukum dan yurisprudensi relevan lainnya.
Dua perkembangan hukum penting menjadi dasar dari laporan ini.
Pertama, dalam Opini Penasehat ICJ (Mahkamah Internasional) bulan Juli 2024, dinyatakan bahwa keberadaan Israel yang berkepanjangan di seluruh wilayah Palestina yang diduduki sejak tahun 1967 — termasuk rezim koloninya — melanggar hukum dan bertujuan untuk aneksasi. Mahkamah menyatakan bahwa aneksasi oleh Israel dirancang untuk bersifat permanen, menciptakan “dampak yang tak dapat dibalikkan di lapangan,” “mengikis integritas rakyat Palestina di Wilayah Pendudukan Palestina,” dan bertujuan untuk “memperoleh kedaulatan atas wilayah yang diduduki.”
Mahkamah mengakui bahwa terjadi pelanggaran terhadap norma-norma mutlak yang melarang perolehan wilayah melalui kekerasan, segregasi rasial dan apartheid, serta yang menjamin hak rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri. Mahkamah menyimpulkan bahwa pendudukan tersebut merupakan tindakan agresi, meskipun tidak secara eksplisit disebut demikian, yang sebagian bersumber dari karakter kolonialisme pemukim. Mahkamah juga menekankan kewajiban untuk segera mengakhiri pendudukan, membongkar dan menarik koloni-koloni pemukim, memberikan reparasi penuh kepada para korban Palestina, dan mengizinkan kembalinya warga Palestina yang telah terusir sejak 1967.
Mengembangkan opini sebelumnya tentang tembok pemisah, Mahkamah menolak argumen bahwa “kepentingan keamanan” Israel dapat membenarkan pendudukan tersebut. Dinyatakan bahwa pendudukan yang telah dinyatakan tidak sah membatalkan klaim pembelaan diri. Satu-satunya langkah sah yang dapat ditempuh Israel adalah penarikan tanpa syarat dari seluruh wilayah tersebut.
Kedua, dalam perkara Afrika Selatan v. Israel, Mahkamah memerintahkan tindakan sementara untuk mencegah dan/atau menghentikan tindakan genosida. Pada Januari 2024, Mahkamah mengakui adanya “risiko nyata dan segera dari kerugian yang tidak dapat diperbaiki” terhadap hak-hak rakyat Palestina di Gaza berdasarkan Konvensi Genosida, dan memerintahkan Israel untuk “mencegah semua tindakan” yang diuraikan dalam Konvensi tersebut. Pada bulan Maret, Mahkamah mencatat memburuknya krisis kemanusiaan, dan pada Mei, setelah mengakui adanya risiko yang “sangat serius” di Rafah, Mahkamah memerintahkan Israel untuk “segera menghentikan serangan militernya.”Meskipun demikian, Israel — dan sebagian besar negara lainnya — tetap mengabaikan perintah-perintah ini, sementara aliran senjata ke Israel terus berlangsung.
Genosida di Gaza adalah tragedi yang telah lama diperingatkan, dan berisiko meluas terhadap warga Palestina lain di bawah kekuasaan Israel. Sejak didirikan, Israel telah memperlakukan rakyat yang didudukinya sebagai beban yang dibenci dan ancaman yang harus dimusnahkan, dengan menindas jutaan warga Palestina selama beberapa generasimelalui penghinaan sehari-hari, pembunuhan massal, pemenjaraan massal, pengusiran paksa, segregasi rasial, dan sistem apartheid. Ambisi Israel untuk mewujudkan “Israel Raya” (Greater Israel) mengancam akan menghapus sepenuhnya populasi Pribumi Palestina.
Tertutup oleh narasi palsu Israel tentang perang demi “pembelaan diri”, tindakan genosida yang dilakukan Israel harus dipahami dalam konteks yang lebih luas, yakni sebagai rangkaian tindakan (keseluruhan perilaku) yang secara kolektif menargetkan rakyat Palestina sebagai suatu entitas (keseluruhan suatu bangsa), di seluruh wilayah tempat mereka tinggal (keseluruhan tanah), demi mendukung ambisi politik Israel untuk menguasai seluruh wilayah bekas Mandat Palestina. Saat ini, genosida terhadap rakyat Palestina tampak sebagai sarana menuju tujuan akhir: penghapusan total atau pemusnahan rakyat Palestina dari tanah yang menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas mereka, dan yang kini secara terang-terangan dan ilegal diinginkan oleh Israel
19 https://www.penguinrandomhouse.com/books/786808/a-genocide-foretold-by-chris-hedges/?utm_source=substack&utm_medium=email
20 https://www.aa.com.tr/en/middle-east/un-rapporteur-says-madleen-gaza-flotilla-carries-humanity-along-with-aid/3591857?utm_source=substack&utm_medium=email
21 https://chrishedges.substack.com/p/profiting-from-genocide?utm_source=substack&utm_medium=email
22 https://www.abc.net.au/news/2025-07-10/francesca-albanese-marco-rubio-sanctions-israel-gaza/105514754?utm_source=substack&utm_medium=email
23 https://www.youtube.com/watch?v=9xCSFhtip_M

Share
0

Related posts

Wednesday July 9th, 2025

Halaman DRM #35 – Catatan-catatan Para Penjelajah Borneo: Bock


Read more
Monday July 7th, 2025

Halaman DRM #34 – Catatan-catatan Para Penjelajah Borneo: Wallace


Read more
Thursday July 3rd, 2025

Halaman DRM #33 – Catatan-catatan Para Penjelajah Borneo: St. John


Read more
Wednesday July 2nd, 2025

Halaman DRM #32 – Catatan- catatan Para Penjajah Borneo: Dampier


Read more
© Copyright 2023 - Re-Mark Asia | All Rights Reserved
      Previous July 9, 2025
      Halaman DRM #35 - Catatan-catatan Para Penjelajah Borneo: Bock

      halaman drm #35 Catatan-catatan Para Penjelajah Borneo : Bock 1 Menyusuri Rimba Borneo yang Misterius Dwi R. Muhtaman "Orang Dayak…

      Random April 16, 2020
      Friday Talk!!

        Asia Institute of Knowledge (AiKnow) by Remark Asia won't let this pandemic stand between us. We have to fight…