halaman drm #45
Bella Ciao: Gelora Perlawanan dari Italia untuk Gaza
Dwi R. Muhtaman
Bunga di Tanah yang Terluka
Pagi datang, langit memerah,
Di tanah ini kami terjaga,
Dengan batu di tangan, harapan di dada,
Kami berdiri, meski dunia lupa.
Keffiyeh berkuasa atas wajah-wajah muda,
Tidak untuk sembunyi, tapi untuk lambang perlawanan,
Bahwa kami adalah suara dari tanah yang retak, tapi tak pernah goyah.
Yang tak akan pernah diam oleh penjajahan. Tak pernah menyerah
meski tumpah seluruh darah.
Dalam segala sunyi, suara kami menggelegar tak bertepi.
Oh tanah air, dengarlah kami,
Kami nyanyikan lagu dari puing dan debu,
Bukan kami ingin mati,
Tapi hidup harus bermakna.
Jika aku gugur di jalan ini,
Kuburkan aku di dekat zaitun tua,
Di antara akar yang mengingat nama-nama,
Dan ranting yang merindukan langit yang bebas.
Agar daunnya bisikkan pada angin,
Bahwa aku pernah mencintai tanahku dengan nyawa, segenap jiwa,
Dan bahwa darahku mengaliri Sungai Jordan dan Laut Mediterania,
—-bukan dengan sia-sia.
Tapi untuk generasi yang akan melihat fajar merdeka.
Dan jika kau lewat suatu hari,
Lihat bunga tumbuh di pasir yang luka,
Itu bukan sekadar bunga—
Itu janji, itu doa, itu cerita kita.
Masjid Al-Aqsa di kejauhan memanggil,
Kubahnya cermin langit yang terluka,
Namun suaranya tak pernah redup,
Ia hidup di dada setiap anak yang tersisa.
Panggilannya adalah doa.
Doanya adalah keabadian.
Damai dalam kebebasan.
Bunga itu bukan akhir dari kisah,
Ia adalah awal dari merdeka.
Untuk Gaza, untuk Al-Quds, untuk semua yang bertahan,
Perlawanan ini, adalah cinta yang tak pernah padam.
(Cihideung Ilir, Bogor, Indonesia, 4 April 2025).
Puisi ini terinspirasi dari lirik dan lagu Bella Ciao. Lagu Bella Ciao aslinya bersyair dalam bahasa Italia. Lagu ini bercerita tentang pengorbanan seorang pejuang untuk kebebasan, yang bersedia mati demi cita-cita yang ia perjuangkan. Lagu ini berasal dari tradisi rakyat Italia dan menjadi terkenal sebagai lagu perlawanan kaum partisan anti-fasis selama Perang Dunia II. Lagu ini sarat makna perjuangan dan pengorbanan demi kemerdekaan. Semangat dari Bella Ciao—perlawanan, kehilangan, pengorbanan, dan harapan akan kebebasan—berpadu dengan sangat baik dalam konteks perjuangan rakyat Palestina. Karena itu video-video pendek tentang aneka perlawanan, demostrasi dan perjuangan membela Palestina seringkali diberi latar lagu Bella Ciao ini. Bella Ciao (selamat tinggal, nona cantik) adalah lagu rakyat Italia yang berubah menjadi lagu protes dan perlawanan global.
Hari ahad, 5 Oktober 2025 merupakan momentum keistimewaan sekaligus keberanian bersikap bagi rakyat Italia. Hari itu mereka berbondong-bondong melangkahkan kakinya ke luar rumah. Membawa bendera empat warna, bendera yang dalam 3 tahun ini menjadi bendera yang paling banyak dikibarkan di Planet Bumi: Bendera Palestina. Bendera dengan warna merah, hitam, hijau dan putih itu diselipkan dalam pinggang atau dikibarkan ke angkasa dengan tangan perkasa mereka. Diperkirakan satu juta orang memenuhi jalanan utama Roma. Instagram Giovani Palestinesi Italia (GPI) mengabadikan momen itu dengan video dan ditayangkan luas. Meski audio aslinya dengan lagu lain, tetapi video tayangan yang ditayang ulang banyak yang menggunakan lagu Bella Ciao. Lagu rakyat yang mengisyaratkan semangat perlawanan ini memberi kekuatan pada video itu. Pada demonstrasi lainnya, di tempat yang berbeda para demonstran yang memenuhi jalanan juga kerap menyanyikan lagu itu.
Di saat peluru, polisi, atau undang-undang menutup ruang, ada sesuatu yang tetap bisa menembus pagas batas: suara. Lagu rakyat bukan sekadar nada — ia adalah memori kolektif yang disanyikan kembali untuk meneguhkan keberanian, memberi nama pada luka, dan menyalakan harapan.
Lagu-lagu rakyat seringkali diciptakan untuk memberi semangat perjuangan melawan fasisme, otoritarianisme, penjajahan dan sejumlah ketidakadilan apapun. Kita bisa mengutip contoh-contoh dari Italia, Irlandia, Amerika Latin dan tentu saja Indonesia.
Dari italia tak terelakkan kita mengenal Bella Ciao: lagu yang bangkit dari ladang menjadi lagu partizan. Bella Ciao lahir sebagai lagu para pemanen dan kemudian menjadi lagu simbol pasukan partizan anti-fasis pada Perang Dunia II. Nada sederhana dan kata-kata yang mudah diulang membuatnya ideal sebagai lagu jalanan: mudah dinyanyikan, mudah menyebar. Ketika orang bergabung, hanya satu suara diperlukan untuk mengubah ketakutan menjadi kebersamaan—mengubah individu yang takut menjadi barisan moral yang menolak penindasan.1
Bella ciao (dua kata, seruan bersama). Lagu ini cukup ampuh karena menggabungkan narasi penderitaan dan janji kebebasan—membuat identitas kolektif partizan terasa manusiawi, bukan radikal asing.2
Bella Ciao (yang berarti selamat tinggal, nona cantik) adalah lagu rakyat Italia yang berubah menjadi lagu protes dan perlawanan global. Awalnya merupakan lagu protes kaum tani, lagu ini menjadi terkenal di seluruh dunia sebagai lagu perlawanan anti-fasis yang dinyanyikan oleh para partisan Italia selama Perang Dunia II. Lagu ini bercerita tentang pengorbanan seorang pejuang untuk kebebasan, yang bersedia mati demi cita-cita yang ia perjuangkan.
Asal-Usul dan Sejarah Penciptaan
Asal-usul Bella Ciao kompleks dan sedikit misterius, karena merupakan lagu rakyat yang diturunkan secara lisan. Tidak ada pencipta tunggal yang diketahui. Ada yang mengatakan ia merupakan Lagu Kaum Tani (Le Mondine). Sebelum menjadi lagu partisan, melodi yang mirip dengan Bella Ciaotelah ada sebagai lagu protes kaum perempuan buruh tani, yang disebut mondine. Mondine adalah pekerja perempuan yang menanam padi di daerah seperti Emilia-Romagna. Pekerjaannya sangat berat, dengan upah rendah, dan mereka bekerja dalam kondisi yang menyiksa. Lagu mereka, yang juga disebut Bella Ciao, berisi lirik tentang protes terhadap kondisi kerja yang buruk. Contoh liriknya: “O mia bella ciao, o mia bella ciao, o mia bella ciao, ciao, ciao / E se non ci avessero sfruttato tanto, tanto, no, non ci sarebbe affanno” (Dan jika mereka tidak mengeksploitasi kami begitu banyak, tidak akan ada penderitaan).3
Informasi yang lain menyebutkan bahwa itu adalah lagu rakyat tradisional. Melodi dasarnya diduga kuat berasal dari lagu rakyat tradisional dari daerah Eropa Timur, khususnya lagu pengantar tidur Yahudi Klezmer berjudul “Oi oi di Koilen” (atau “Drema, Drema, Jidele”). Melodi ini kemudian menyebar melalui migrasi dan perdagangan, akhirnya berasimilasi ke dalam tradisi lisan Italia.4
Versi partisan Bella Ciaoyang kita kenal sekarang kemungkinan besar adalah adaptasi dari lagu rakyat yang sudah ada (terutama dari tradisi mondine) yang liriknya diubah untuk mencerminkan perjuangan melawan Nazi-Fasis.
Lagu Bella Ciao kemudian marak dinyanyikan sebagai penyemangat pada jaman perlawanan partisan Italia. Lagu ini menemukan jati dirinya yang sesungguhnya selama Perang Dunia II (1943-1945), tepatnya pada periode Resistenza Italiana (Perlawanan Italia). Setelah Italia menyerah kepada Sekutu pada tahun 1943, Jerman Nazi menduduki Italia utara dan mendirikan negara boneka fasis, Republik Sosial Italia. Kelompok-kelompok perlawanan, yang disebut Partisan, dibentuk untuk melawan pendudukan Nazi dan sisa-sisa rezim fasis Mussolini.
Bella Ciao menjadi lagu kebangsaan tidak resmi bagi gerakan partisan, khususnya yang beraliran kiri dan anti-fasis seperti Brigate Garibaldi yang terkait dengan Partai Komunis Italia. Lagu ini dinyanyikan di hutan, pegunungan, dan markas rahasia untuk membangkitkan semangat solidaritas dan tekad berjuang.
Lirik Bella Ciao sangat bersahaja. Orang sangat mudah menghapal dan meyanyikan karena melodinya juga sederhana dan menyentuh. Syairnya menceritakan sebuah narasi yang sangat personal dan tragis tentang seorang partisan. Mari kita simak:
Una mattina mi son svegliato,
O bella ciao, bella ciao, bella ciao ciao ciao!
Una mattina mi son svegliato,
E ho trovato l’invasor.
Suatu pagi aku terbangun,
O selamat tinggal nona cantik, selamat tinggal nona cantik, selamat tinggal, tinggal, tinggal! Suatu pagi aku terbangun,
dan kudapati penjajah di sana.
Lagu dibuka dengan kesadaran akan pendudukan asing yang tiba-tiba dan mengancam tanah-tanah mereka.
O partigiano portami via,
O bella ciao, bella ciao, bella ciao ciao ciao,
O partigiano portami via,
Ché mi sento di morir.
Wahai partisan, bawalah aku pergi,
O selamat tinggal nona cantik… Wahai partisan,
bawalah aku pergi,
karena aku merasa akan mati.
Sang narrator, yang terluka atau tertangkap, memohon kepada kawan seperjuangannya. Ini menggambarkan rasa persaudaraan dan ketidakberdayaan di medan perang.
E se io muoio da partigiano,
O bella ciao, bella ciao, bella ciao ciao ciao,
E se io muoio da partigiano,
Tu mi devi seppellir.
Dan jika aku mati sebagai seorang partisan,
O selamat tinggal nona cantik…
Dan jika aku mati sebagai seorang partisan,
kau harus menguburku.
Ini adalah permintaan terakhir yang penuh martabat. Dia ingin dikenang sebagai pejuang, bukan sebagai korban.
E seppellire lassù in montagna,
O bella ciao, bella ciao, bella ciao ciao ciao,
E seppellire lassù in montagna,
Sotto l’ombra di un bel fior.
Dan kuburkan aku di atas gunung,
O selamat tinggal nona cantik…
Dan kuburkan aku di atas gunung,
di bawah bayangan sekuntum bunga indah.
Penguburan di gunung adalah simbol dari pengorbanannya di medan perang. Bunga yang indah mewakili perdamaian, kebebasan, dan kenangan abadi akan jasanya. Bunga ini menjadi penanda fisik dari pengorbanannya, yang suatu hari akan tumbuh di tanah merdeka.
Tutti passeranno e vedranno,
O bella ciao, bella ciao, bella ciao ciao ciao,
Tutti passeranno e vedranno,
E diranno “o che bel fior!”
Dan semua orang yang lewat akan melihatnya,
O selamat tinggal nona cantik…
Dan semua orang yang lewat akan melihatnya,
dan berkata “Oh, betapa indahnya bunga itu!”
Ini adalah puncak dari pesan lagu. Pengorbanan sang partisan tidak akan sia-sia. Generasi mendatang yang menikmati kebebasan akan melihat “bunga” itu (simbol dari pengorbanannya) dan menghargai keindahan kebebasan yang telah dia perjuangkan dengan nyawanya.
È questo il fiore del partigiano,
O bella ciao, bella ciao, bella ciao ciao ciao,
È questo il fiore del partigiano,
Morto per la libertà!
Inilah bunga sang partisan,
O selamat tinggal nona cantik…
Inilah bunga sang partisan,
yang mati untuk kebebasan!
Lagu ditutup dengan penegasan makna. Bunga itu adalah metafora dari nyawa partisan yang dikorbankan untuk sebuah cita-cita yang lebih besar: kebebasan (libertà).
Secara keseluruhan, lagu ini adalah tentang pengorbanan, kematian yang bermartabat, dan harapan akan warisan abadi. Ini adalah janji bahwa kematian seorang pejuang tidak akan dilupakan dan akan menginspirasi generasi mendatang.
Bella Ciao menjadi populer secara global berkat beberapa faktor, tidak semata karena aksi-aksi anti-penjajahan yang menggunakan lagu ini dalam aksinya.5 Tetapi juga karena juga dinyanyikan pada festival-festival, termasuk festival pemuda komunis dan kemudian direkam oleh berbagai artis, seperti Yves Montand. Namun memang harus diakui karena lagu ini juga merupakan simbol penting anti-fasis universal. Setelah Perang Dunia II, lagu ini diadopsi oleh gerakan kiri, buruh, dan protes di seluruh dunia sebagai lagu perlawanan terhadap segala bentuk penindasan dan kediktatoran. Kemudian juga digunakan pada Serial TV “La Casa de Papel” (Money Heist).6 Popularitas lagu ini meledak secara global pada akhir 2010-an berkat serial Netflix Spanyol ini. Para perampok, yang memakai masker Salvador Dalí, menggunakan Bella Ciao sebagai lagu perjuangan mereka melawan sistem, menghubungkan kembali lagu ini dengan semangat pemberontakan yang kontemporer.7
Bella Ciao lebih dari sekadar lagu. Ia adalah sebuah simbol yang hidup, yang berevolusi dari lagu protes buruh tani, menjadi lagu perlawanan anti-fasis, dan akhirnya menjadi lagu kebebasan universal yang dikenali dan dinyanyikan oleh orang-orang yang berjuang untuk hak mereka di seluruh penjuru dunia.
Penggunaan Bella Ciao dalam konteks perjuangan rakyat Palestina adalah contoh yang sangat kuat tentang bagaimana sebuah simbol perlawanan dapat ditransmisikan melintasi waktu dan geografi, menemukan resonansi yang dalam dalam perjuangan yang berbeda namun memiliki tema serupa.
Dalam tiga tahun terakhir ini sejak kebiadaban dan kebrutalan zionis Israel terhadap penduduk Gaza, demontrasi besar-besaran hampir tak pernah absen dari kumdangan “Bella Ciao.” Nyanyiannya begitu nyaring dalam aksi protes membela Palestina. Lagu ini paralel mempunyai narasi yang kuat melawan pendudukan, membangkitkan perlawanan, dan menumpahkan pengorbanan untuk melawan.
Inti dari penggunaan Bella Ciaountuk Palestina terletak pada kemiripan naratif dasar antara lagu tersebut dengan realitas rakyat Palestina. Di Gaza, para musisi rakyat menyanyikan syair Mahmoud Darwish yang diiringi oud dan rebana, meneruskan tradisi yang sama: mengubah penderitaan menjadi kekuatan moral. Di Chile, Quilapayún dan Inti-Illimani memainkan musik rakyat untuk melawan kediktatoran Pinochet. Di Irlandia, para pemusik jalanan menyalakan api nasionalisme yang tak pernah padam.
Semua menyuarakan hal yang sama: sebuah dunia yang lebih adil. Maka, ketika aktivis modern menyanyikan Bella Ciao di New York atau El pueblo unido di Jakarta, mereka menghubungkan diri pada sejarah panjang solidaritas global.
“E ho trovato l’invasor” (Dan kudapati penjajah di sana): Lirik pembuka ini langsung bersinggungan dengan pengalaman Palestina yang mengalami pendudukan (occupation), pemukiman ilegal, dan pengusiran dari tanah mereka sejak 1948 (Nakba) dan 1967 (pendudukan Tepi Barat dan Jalur Gaza). Bahkan sebetulnya pendudukan telah dimulai sejak 1917, Balfour Declararion. Rasa “terbangun dan mendapati penjajah di tanah sendiri” adalah pengalaman kolektif historis bangsa Palestina.
“O partigiano portami via” (Wahai partisan, bawalah aku pergi): Ini mewakili suara rakyat Palestina yang tertindas, yang terluka, dan yang merasa terpojok. “Partisan” dalam konteks ini bisa dimaknai sebagai sesama pejuang, milisi perlawanan, atau bahkan sebagai simbol solidaritas global yang mereka harapkan dapat menyelamatkan mereka.
“Morto per la libertà” (Mati untuk kebebasan): Ini adalah tema sentral yang menghubungkan kedua konteks. Baik partisan Italia maupun rakyat Palestina yang gugur (syahid) dilihat sebagai martir yang mengorbankan nyawa mereka untuk kebebasan (liberazione / hurriyah). Bunga yang tumbuh di makam partisan dalam lagu itu sejajar dengan bendera Palestina yang dikibarkan di atas puing-puing atau gambar para syuhada yang dihormati. Pengorbanan mereka tidak sia-sia; ia akan dikenang dan menjadi benih kebebasan.
Bella Ciao sebagai lagu anti-kolonial dan anti-penjajahan universal. Seiring waktu, Bella Ciao telah melampaui akar spesifiknya melawan fasisme Italia dan berubah menjadi lagu perlawanan global melawan penjajahan, apartheid, dan penindasan. Dari konteks spesifik ke simbol universal: Aktivis di seluruh dunia tidak lagi melihat Bella Ciao hanya sebagai lagu Perang Dunia II, tetapi sebagai soundtrack untuk setiap perlawanan rakyat yang tidak bersenjata seimbang melawan kekuatan militer yang lebih kuat. Perjuangan Palestina melawan pendudukan Israel yang didukung militer global adalah contoh paling nyata abad ke-21 dari dinamika semacam ini. Melawan apartheid: Banyak laporan dari organisasi HAM terkemuka seperti Amnesty International dan Human Rights Watch yang menyebut situasi di Palestina sebagai apartheid. “Bella Ciao“, yang lahir dari perlawanan terhadap rezim fasis yang rasis, dengan mudah diadopsi untuk melawan sistem yang dianggap diskriminatif dan segregatif.
Victor Jara, penyair dan musisi Chile yang dibunuh rezim Pinochet, menulis: “Silence and screams are the end of my song, but I sing for the infinite hope.” 8 Kutipan ini bukan sekadar kata, tetapi gema yang mempertegas fungsi lagu sebagai bagian dari perlawanan: mengingatkan bahwa meski tubuh bisa dihancurkan, suara akan terus hidup.
Simbol Solidaritas Internasional
Menyanyikan Bella Ciao dalam aksi protes untuk Palestina bukan hanya tentang Palestina saja, tetapi juga tentang menempatkan perjuangan mereka dalam garis keturunan sejarah perlawanan global yang terhormat. Menyatukan Gerakan: Dengan menyanyikan lagu yang sama yang dulu dinyanyikan oleh pejuang anti-fasis Eropa, para pendemo ingin menunjukkan bahwa perjuangan Palestina adalah penerus dari perjuangan mulia melawan tirani dan fasisme di abad ke-20. Ini adalah cara untuk mengatakan, “Kami berada di sisi yang benar dalam sejarah, seperti para partisan dahulu.” Bahasa yang Memersatukan: Melodi yang sederhana dan syair yang mudah diingat membuat Bella Ciao menjadi alat yang powerful untuk memersatukan massa dalam aksi protes, melampaui perbedaan bahasa ibu. Ia menjadi hymne bersama bagi gerakan solidaritas Palestina internasional.
Satu hal yang selalu mengejutkan: sebuah lagu bisa melintasi benua tanpa perlu diterjemahkan seluruhnya. Bella Ciao dinyanyikan di demonstrasi Hong Kong, “El pueblo unido…” bergema di Eropa Timur setelah runtuhnya tembok Berlin, dan “Halo Bandung” kembali diperdengarkan di aksi-aksi mahasiswa di Jakarta. Lagu rakyat bukan hanya milik bangsa tertentu; ia adalah bahasa universal perlawanan.
Kita melihat bagaimana lagu-lagu ini menolak menjadi arsip mati. Mereka hidup kembali saat masyarakat merasa dikhianati oleh kekuasaan. Di setiap nada yang diulang, kita menemukan seruan baru—dari anti-fasis, anti-diktator, anti-kolonial, hingga anti-genosida.
Bella Ciao terdengar nyaring dalam setiap protes untuk Palestina karena lagu ini telah berhasil ditransplantasikan maknanya. Ia bukan lagi sekadar lagu Italia, melainkan telah merefleksikan pengalaman pendudukan, perlawanan, dan pengorbanan rakyat Palestina. Simbol perlawanan terhadap penjajahan dan apartheid di abad ke-21. Dan media solidaritas global yang menghubungkan perjuangan Palestina dengan warisan perlawanan anti-fasis yang diakui secara global.
Dengan menyanyikan “Bella Ciao“, para pendemo tidak hanya menyampaikan solidaritas untuk Palestina, tetapi juga membawa serta seluruh beban sejarah dan moral dari lagu tersebut, menegaskan bahwa perjuangan mereka hari ini adalah kelanjutan dari perjuangan abadi antara rakyat yang tertindas dan kekuatan penjajah.
Negara-negara lain yang mengalami derita dan luka penjajahan juga bisa kita temukan lagu rakyat serupa. Lagu-lagu Irlandia—dari lagu-lagu pemberontakan hingga lagu duka—mengarahkan sejarah penjajahan, kelaparan, dan perlawanan dalam ungkapan sederhana. Lagu seperti “A Nation Once Again” menyuarakan cita bangsa; lagu duka seperti beberapa ballad menggenggam kehilangan sekaligus mengobarkan solidaritas. Di saat represif, nyanyian di rumah-rumah, pub, dan rapat bawah tanah menjaga narasi yang lebih besar dari gugatan konstitusional.9
Lagu “A nation once again” menyatukan generasi—pemuda yang marah dan lansia yang masih ingat—ke dalam tujuan kolektif.10 Sejarawan Ronald Eyerman (1998) menulis, “Musik adalah ingatan sosial yang bisa dimobilisasi.” Lagu rakyat menyimpan “arsip emosional” yang tak ada dalam dokumen negara. Ketika generasi baru bernyanyi, mereka tak hanya menirukan nada lama, tapi juga menghidupkan pengalaman yang tak mereka alami langsung. Itu sebabnya lagu rakyat menjadi saksi bisu genosida, kolonialisme, dan represi. Ia menolak dilenyapkan; bahkan ketika buku dibakar atau arsip dihapus, orang tetap bisa mengingat dengan menyenandungkan.
Di pojok benua Amerika Latin — lagu solidaritas dan lirik massa: “El pueblo unido jamás será vencido” menggema di angkasa. Di era gerakan rakyat, Chile dan negara-negara Amerika Latin melahirkan mars perjuangan yang menjadi slogan sekaligus lagu protes.11 “El pueblo unido jamás será vencido” (rakyat bersatu tak akan pernah dikalahkan) menjadi chorus yang disuarakan di demonstrasi, pawai, dan rapat solidaritas: kalimat itu sendiri — diulang ribuan kali — mengubah kepanikan menjadi tekad. Lagu “El pueblo unido jamás será vencido” ini sederhana, retoris, dan mengklaim kekuatan kolektif—ideal sebagai seruan massa dalam menghadapi militerisme dan kudeta.12
Indonesia juga kaya nyanyian rakyat, mars perjuangan, dan lagu yang membakar semangat.
Lagu-lagu perjuangan sejak periode kemerdekaan sampai era reformasi punya peran serupa: mengangkat massa, memori, dan tuntutan. “Halo, Halo Bandung” menjadi pengingat perlawanan masa revolusi; lagu-lagu protes modern (mis. aksi-aksi Iwan Fals) memberi nada pada kemarahan melawan ketidakadilan sosial dan korupsi. Di level komunitas, lagu rakyat daerah dan tembang rakyat—yang mengikat tanah, adat, dan prima kehidupan—menjadi ujung tombak pembelaan terhadap perampasan tanah, eksploitasi, dan otoritarianisme.13
Lagu dengan potongan bait “Halo Bandung, kota kenangan” ini menautkan sejarah lokal ke tuntutan sekarang; saat dinyanyikan, mereka menyatakan: kita berakar di sini—kita punya hak untuk menuntut.14
Mengapa lagu rakyat bekerja sebagai alat perlawanan? — beberapa alasan cerita, misalnya
lagu rakyat sering memakai bait pendek berulang, merakyat, tidak rumit; di masa tanpa media sosial, pengulangan lisan adalah “share” versi tradisional. Dengan demikian ia mudah diingat dan dinyanyikan oleh siapapun. Lagu rakyat selalu menekankan rasa kemanusiaan, memanusiakan mereka yang teraniaya—mengubah narasi individu menjadi kisah bersama. Ia merawat memori historis dalam nada. Lagu mengikat peristiwa ke melodi; ketika dinyanyikan, sejarah dihidupkan kembali. Dan yang tak kalah pentingnya adalah lagu-lagu rakyat selalu menjadi amunisi moral. Di depan tank atau barikade, nyanyian mengobarkan keberanian yang tak tercermin dalam statistik atau argumen hukum. Menyanyikan lagu rakyat seperti membakar semangat perlawanan hingga tetas darah terakhir.15
Lagu rakyat tak pernah sekadar lagu. Ia adalah kitab kecil yang bisa dinyanyikan, diwariskan, dan dibawa ke jalan. Di masa ketika hukum tunduk pada kekuasaan, ketika kata-kata resmi tak cukup, orang menoleh ke melodi lama dan menambahkan bait baru. Di situlah harapan hidup: bukan karena suara lagu mengubah dunia sendirian, tetapi karena ketika suara-suara itu menyatu, mereka mengubah kita — memberi keberanian untuk bertahan, beradu argumen, dan, kelak, menuntut perubahan nyata. Bertolt Brecht pernah menulis: “In the dark times, will there also be singing? Yes, there will also be singing. About the dark times.” 16
Penutup
Ketika kita mendengar lagu rakyat dinyanyikan di jalanan hari ini—dari protes iklim di London, solidaritas Palestina di Jakarta, hingga rapat tani di Kendeng—kita sebenarnya sedang mendengar sejarah berulang dalam bentuk paling murni. Lagu itu mengikat penderitaan dengan harapan, luka dengan tekad, lokal dengan global.
Seperti kata seorang penyanyi rakyat Irlandia: “You can silence one voice, but you can’t silence a song.”
Dan itulah mengapa lagu rakyat akan selalu menjadi bara yang tak padam dalam melawan fasisme, otoritarianisme, penjajahan, dan ketidakadilan.
Bella Ciao, sebuah gelora perlawanan dari Italia untuk Gaza.
Cirebon, 6 Oktober 2025
1 Bella Ciao — sejarah dan literatur pengantar: tulisan sejarah musik rakyat Italia; ensiklopedia musik (lihat entri sejarah Bella Ciao di sumber-sumber musik dan artikel kultur sejarah Perang Dunia II); Garratt, D. (2019). Bella Ciao: The Story Behind the Resistance Song. London: Pluto Press.
2 Istituto Nazionale per la Storia del Movimento di Liberazione in Italia (INSMLI) – Institut nasional untuk sejarah gerakan pembebasan Italia, yang memiliki arsip tentang musik partisan; Eyerman, R., & Jamison, A. (1998). Music and Social Movements: Mobilizing Traditions in the Twentieth Century.Cambridge University Press.
3 Peneliti musik rakyat seperti Giovanna Marini dan Sandra Mantovani telah mendokumentasikan keberadaan lagu-lagu mondine ini sejak awal abad ke-20.
4 Bella Ciao: La canzone della libertà oleh Giuseppe Vettori. Buku ini menelusuri sejarah lagu ini secara mendalam;
Una storia cantata: 1945-1960. Il canto sociale e la Resistenza oleh Cesare Bermani, seorang sejarawan terkemuka tentang musik rakyat Italia.
5 The Migration of a Melody: ‘Bella Ciao’ from the Rice Fields to the Global Stage di jurnal ethnomusicology.
6 BBC News dan The Guardian sering kali memiliki artikel yang well-researched tentang sejarah Bella Ciaoterutama kaitannya dengan Money Heist.
7 Bella Ciao: dai campi di risaie a ‘La Casa de Papel dalam jurnal budaya populer Italia, Doppiozero.
8 Jara, V. (1974). Canto Libre. Santiago: Editorial Universitaria.
9 Thomas Davis — A Nation Once Again (sejarah lagu-lagu kebangsaan Irlandia; lihat kajian sastra & musik Irlandia).
10 Karya-karya Thomas Davis dan catatan sejarah musik politik Irlandia. (lihat literatur mengenai lagu-lagu nasionalis Irlandia.
11 Ortega, S. & Quilapayún — El pueblo unido… (tulisan sejarah musik protes Chili; banyak analisis di jurnal musik dan kajian Latin America Studies).
12 Lagu oleh Sergio Ortega / Quilapayún; banyak tulisan tentang peran musik dalam Chile pasca-1973 serta repertoar musik protes Amerika Latin; Fairley, J. (1984). Chilean Song 1960–1980: The Nueva Canción Chilena. Cambridge University Press.
13 Ismail Marzuki — Halo Bandung (arsip musik nasional Indonesia; perpustakaan nasional dan koleksi musik kemerdekaan).
14 Dokumentasi lagu-lagu perjuangan Indonesia (arsip musik kemerdekaan, karya Ismail Marzuki, dan repertoar protes modern seperti Iwan Fals).
15 Analisis umum tentang musik protes: Eyerman, R. & Jamison, A. (1998). Music and Social Movements: Mobilizing Traditions in the Twentieth Century. Cambridge University Press. — buku yang sangat baik untuk memahami mekanisme musik sebagai organisasi sosial; Frith, S. (1996). Performing Rites: On the Value of Popular Music. Harvard University Press — pemikiran tentang fungsi sosial musik.
16 Brecht, B. (1939). Svendborg Poems. (dalam edisi bahasa Inggris, Brecht 1976).