Sustainability 17A #55
Noma dan Chef Manifesto
Dwi R. Muhtaman,
sustainability partner
Chef Manifesto dan Lain-lain
Perhatian para koki terhadap isu lingkungan dan keberlanjutan dalam beberapa tahun ini terus tumbuh pesat. Misalnya sebuah acara para koki diluncurkan enam tahun lalu di wilayah Süd Tyrol, Italia – sebuah daerah yang dikenal dengan tradisi lokalnya dalam produksi pangan dan memasak. Salah satu inisiatornya adalah Chef Norbert Niederkofler, pemilik restoran St. Hubertus. Tujuannya adalah menyatukan koki, pembuat anggur, dan produsen makanan yang peduli dengan aspek etis dalam pangan.33
Acara yang diselenggarakan selama dua akhir pekan ini terdiri dari empat jamuan makan yang diadakan di AlpiNN Food Space, restoran spektakuler yang terletak di puncak Pegunungan Dolomites. Setiap hidangan disiapkan oleh koki berbeda, termasuk:
- Christophe Hardiquest (Bon Bon, Brussel)
- Paulo Casagrande (Lasarte, Barcelona)
- Kyle Connaughton (Single Thread Farms, California)
- Davide Caranchini (Ristorante Materia, Cernobbio)
- Jeremy Chan (Ikoyi, London)
Selain jamuan makan, berbagai diskusi juga digelar, membahas topik seperti:
- Cara mempromosikan pelestarian lingkungan
- Perlindungan komunitas lokal
- Menyelaraskan diri dengan ritme alam
- Pendekatan etis dan berkelanjutan dalam memasak
Para koki yang hadir berbicara tentang sustainability dalam gastronomi tingkat tinggi.
“Sebagai petani, saya mendedikasikan hidup saya untuk menghasilkan makanan bagi koki yang bekerja sama dengan saya dan untuk komunitas saya. Pekerjaan ini membuat saya tetap rendah hati terhadap alam dan bumi. Kesadaran akan asal-usul makanan semakin meningkat, dan saya merasa bertanggung jawab untuk menginspirasi orang agar lebih terhubung dengan alam serta memahami betapa kerasnya usaha kami dalam menghasilkan makanan.”
— Katina Connaughton, Single Thread Restaurant and Farm, California Utara
Kyle Connaughton, suami sekaligus rekan Katina, menambahkan: “Sebelum mendirikan Single Thread Farm, kami tinggal di berbagai belahan dunia. Kami memilih California Utara karena memungkinkan kami menanam bahan pangan sepanjang tahun dan mengendalikan sistem pangan kami sendiri. Banyak orang mengenal bisnis kami sebagai ‘Single Thread Restaurant and Farm’—dengan urutan itu. Namun bagi saya, justru sebaliknya: pertanianlah yang utama. Sebagai koki, saya sadar bahwa tanggung jawab saya bukan sekadar mengekspresikan kreativitas di dapur. Saya ingin memberi petani penghormatan yang layak mereka dapatkan serta memperlihatkan kerja keras mereka kepada tamu kami. Katina dan timnya menghabiskan berbulan-bulan untuk menghasilkan sesuatu yang hanya berada di dapur saya selama beberapa jam.”
Sementara itu, Jeremy Chan dari restoran Ikoyi, London, berbagi perspektifnya:“Saya mulai memasak bukan karena keberlanjutan menjadi prioritas saya, tetapi karena kecintaan saya terhadap cita rasa. Bagi saya, makanan enak adalah gairah sejati. Saya jatuh cinta pada romantika bekerja di dapur restoran kelas atas. Seiring berkembangnya keterampilan saya, saya mulai memahami bahwa rasa berkaitan erat dengan kualitas bahan, kesehatan tanah, dan pertanian. Rasa dan keberlanjutan adalah satu kesatuan.
Saat ini, keberlanjutan memang penting bagi saya, tetapi itu bukan pesan utama restoran saya. Saya tidak ingin pesan tersebut mengganggu pengalaman makan tamu kami. Jika mereka ingin tahu lebih banyak, saya siap menjelaskan—tetapi tanpa membanjiri mereka dengan informasi. Terlalu banyak informasi justru membuat orang tidak menyerap apa pun. Saya lebih suka menyampaikan pesan itu melalui pengalaman bersantap.
Tanggung jawab terbesar saya ke depan adalah berbagi cerita dengan koki lain agar mereka juga jatuh cinta pada bahan pangan berkualitas. Sebab, jika Anda mencintai produk berkualitas, Anda secara otomatis akan mendukung sistem pangan yang benar.”
Acara ini bukan sekadar perayaan kuliner, tetapi juga ajang refleksi tentang bagaimana gastronomi dapat menjadi kekuatan untuk perubahan—menyatukan kreativitas, alam, dan keberlanjutan dalam setiap hidangan.
Kesadaran pentingnya memasukkan agenda kelestarian lingkungan dalam meja makan mereka tentu sangat berarti. Itu juga sejalan dengan agenda SDG PBB. Pada tahun 2015, ketika Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) Perserikatan Bangsa-Bangsa ditetapkan di seluruh dunia, poin kedua dalam daftar tersebut adalah: mengakhiri kelaparan global pada tahun 2030. Sayangnya, sejak saat itu, jumlah orang yang hidup dengan pasokan makanan tidak mencukupi justru meningkat sebanyak 60 juta orang, menjadi total 690 juta.
Di saat yang sama, sistem pangan kita berdampak besar pada iklim dan lingkungan. Kebakaran hutan, banjir, dan gelombang panas semakin menunjukkan bahwa tindakan nyata harus segera diambil. Jika kita ingin terus memenuhi kebutuhan pangan populasi dunia yang terus bertambah, sekaligus menjaga bumi tetap layak huni, sistem pangan kita harus berubah.
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) diciptakan untuk memulihkan ekosistem bumi dan menciptakan kesetaraan yang lebih besar bagi semua orang. Saat ini, sistem pangan kita adalah bagian dari masalah; mengambil lebih banyak dari bumi daripada mengembalikannya. Bukan hanya pangan yang dikonsumsi berlebihan oleh sebagian orang pada bagian belahan dunia, tetapi juga sumberdaya yang lainnya. Karena umat manusia saat ini sebetulnya telah menghabiskan sumberdaya bumi jauh lebih besdar dari yang disediakan. Sehingga manusia yang hidup saat ini mengmbil jatah generasi yang akan datang. Seperti yang dilaporkan oleh Organisasi mengelola informasi Earth Overshoot Day.34
Tanggal 1 Agustus menandai Earth Overshoot Day, yaitu hari ketika permintaan manusia terhadap sumber daya alam melampaui kapasitas Bumi untuk memperbaruinya dalam satu tahun tertentu. Hari ini dihitung oleh GlobalFootprint Network, organisasi internasional di bidang keberlanjutan yang merintis konsep Jejak Ekologis (Ecological Footprint).
Ketika Earth Overshoot Day jatuh pada 1 Agustus, itu berarti manusia saat ini menggunakan sumber daya alam 1,7 kali lebih cepat dibandingkan kemampuan ekosistem Bumi untuk memulihkannya. Overshootini terjadi karena manusia dapat memanen lebih banyak sumber daya daripada yang diperbarui, sehingga menguras modal alam. Penggunaan berlebihan semacam ini mengancam ketahanan sumber daya. Dampak dari eksploitasi ekologis ini terlihat dalam bentuk deforestasi, erosi tanah, hilangnya keanekaragaman hayati, serta peningkatan karbon dioksida di atmosfer, yang menyebabkan cuaca ekstrem lebih sering terjadi dan menurunnya produksi pangan.
Meskipun Earth Overshoot Day telah bertahan di titik yang sama selama satu dekade terakhir, hari ini tetap terjadi di awal tahun, hanya tujuh bulan setelah tahun berjalan. Artinya, sepanjang sisa tahun, umat manusia hidup dengan menggunakan sumber daya yang berlebihan, semakin menguras biosfer. Oleh karena itu, meskipun tanggalnya tampak stabil, tekanan terhadap planet terus meningkat, karena dampak dari overshoot ini terakumulasi dari waktu ke waktu.35
Lalu pertanyaannya: Bagaimana kita memberi makan dunia secara berkelanjutan? Ketahanan pangan dan keberlanjutan harus berjalan beriringan. Ada banyak solusi berbeda yang dapat berkontribusi pada sistem pangan yang lebih sehat dan adil. Namun, langkah awal yang baik adalah melihat bagaimana keberlanjutan dan keamanan sosial dapat ditingkatkan secara bersamaan. Ada yang disebut True Cost Movement (Gerakan Harga Sejati). Gerakan Harga Sejati adalah gerakan yang bertujuan untuk melakukan hal tersebut. True Cost Accounting (Akuntansi Biaya Sejati) berusaha mengukur dampak aktivitas ekonomi (seperti produksi) terhadap nilai modal alam dan sosial dalam bentuk moneter. Semakin banyak petani dan bisnis yang mendorong peningkatan transparansi dan mengungkap biaya tersembunyi dalam produksi pangan.
Bagaimana cara menghitung harga sejati makanan? Di True Price Store di Amsterdam, yang merupakan toko pertama di dunia, mereka merangkum perhitungannya sebagai berikut:
Harga Sejati = harga eceran + biaya sosial + biaya lingkungan
- Harga eceran adalah harga yang biasa kita bayar, dan memperhitungkan kekuatan ekonomi dan pasar, serta margin keuntungan tradisional.
- Biaya sosial adalah istilah umum yang mencakup ketidaksetaraan dalam kondisi tenaga kerja. Berapa biaya suatu produk jika diproduksi tanpa menggunakan tenaga anak atau perbudakan, dengan upah yang adil dan kondisi kerja yang aman? Biaya sosial juga mencakup ketidaksetaraan ras atau gender, serta masalah sosial lainnya yang menghalangi hak yang setara untuk hidup yang layak dan bermartabat bagi semua orang.
- Biaya lingkungan mencakup dampak produksi dan distribusi terhadap planet kita. Biaya lingkungan meliputi emisi karbon, polusi udara, erosi tanah, deforestasi, hilangnya keanekaragaman hayati, kesejahteraan hewan, dan faktor-faktor lain yang terkait dengan perubahan iklim.
Atau juga yang meluncurkan Sustainable Rice Platform (Platform Beras Berkelanjutan), sebuah platform yang menjadi contoh dalam mengubah produksi pangan agar lebih sedikit memengaruhi bumi dan memberikan harga yang lebih adil bagi petani. Beras memberikan mata pencaharian bagi hampir 1 miliar orang, tetapi mata pencaharian tersebut kurang bisa diandalkan. Sebanyak 144 juta petani kecil padi di dunia menanggung risiko produksi secara tidak proporsional, tetapi mereka tidak memiliki perlengkapan yang memadai untuk melindungi mata pencaharian mereka dari gejolak—mulai dari pandemi COVID-19 saat itu dan dampak kesehatan serta ekonominya, hingga krisis iklim. Paradoksnya, merekalah yang menanam makanan termasuk yang paling rentan dan rawan pangan di dunia.
Tujuan Sustainable Rice Platform adalah menciptakan kondisi hidup yang lebih baik bagi petani dan meningkatkan pendapatan mereka melalui metode budidaya dan panen yang lebih efisien. Pada saat yang sama, metode ini mengurangi konsumsi air dan emisi CO₂, sehingga lebih ramah lingkungan. Platform ini dipimpin oleh
Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) dan telah menetapkan standar keberlanjutan untuk beras. Berdasarkan 8 topik berbeda, termasuk penggunaan air, penggunaan pestisida, dan hak-hak pekerja, sebanyak 41 persyaratan telah dirumuskan. Pengalaman menunjukkan bahwa penerapan standar ini menghemat hingga 20% air, mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 50%, dan meningkatkan pendapatan petani sebesar 10-15%.36
Bagi Chef Pierre Pollin, instruktur Kendall College, keberlanjutan bukanlah sekadar tren atau gerakan yang sedang berkembang; ini adalah cara hidup yang selalu dijalani. Pollin dibesarkan di Normandy, Prancis, dan membantu orang tua mengurus kebun keluarga. Mereka tidak pernah mengambil lebih dari yang dibutuhkan, dan mereka berbagi hasil panen dengan tetangga. Keberlanjutan sudah melekat dalam budaya Prancis; segala sesuatu dimanfaatkan secara maksimal, dan tidak ada yang dibuang hanya karena tampilan luarnya—setiap bagian dari makanan memiliki nilai, dan rasanya bisa ditingkatkan. Semua tergantung pada kreativitas.37 Sementara itu menurut Lars Charas pertumbuhan populasi global dan perubahan iklim telah menimbulkan pertanyaan serius tentang bagaimana memberi makan seluruh planet di masa depan. Solusi dapat ditemukan dalam tiga bidang utama:
- Meningkatkan produksi pangan,
- Membuat rantai pasokan makanan lebih efisien, dan
- Mengubah pola makan.
Dalam 50 tahun terakhir, fokus utama lebih banyak pada peningkatan hasil pertanian dan dalam tingkat yang lebih rendah pada efisiensi rantai pasokan makanan. Namun, pola makan jarang dijadikan topik utama dalam mencari solusi.
Ini seharusnya menjadi fokus utama dalam beberapa tahun mendatang.38
Jadi jelaslah jurumasak yang sehari-hari berhubungan langsung dengan pangan adalah orang penting yang sangat berpengaruh atas penggunaan bahan makanan yang disantap di meja. Apakah makanan yang disajikan bagian dari masalah. Atau koki ikut menjadi bagian dari gerakan peradaban baru untuk menyelesaikan masalah sosial dan lingkungan dalam urusan pangan.
Transformasi menuju pola makan sehat pada tahun 2050 akan membutuhkan perubahan signifikan dalam kebiasaan konsumsi. Konsumsi global buah-buahan, sayuran, kacang-kacangan, dan polong-polongan harus meningkat dua kali lipat, sementara konsumsi makanan seperti daging merah dan gula harus dikurangi lebih dari 50%. Pola makan yang lebih berbasis tumbuhan dan mengurangi makanan dari sumber hewani tidak hanya memberikan manfaat bagi kesehatan, tetapi juga bagi lingkungan.39 Isu penting terkait keberlanjutan bahan pangan, dari produksi hingga tersaji di meja, juga menjadi perhatian The Sustainable Restaurant Association (TSRA). Asosiasi Restoran Berkelanjutan (The Sustainable Restaurant Association) menjelaskan mengapa dapur restoran memiliki peran penting dalam membentuk masa depan dunia kita dan bagaimana para koki dapat menerapkan praktik keberlanjutan dalam operasional mereka sehari-hari. TSRA bahkan membuat standard bagi keberlanjutan restoran dengan Food Made Good Standard.40
Mengumpulkan Koki
Menghimpun koki dari seluruh dunia, Chefs’ Manifesto bertujuan untuk menyoroti karya para koki, berbagi pembelajaran dan praktik terbaik, serta memberdayakan mereka di mana pun untuk menjadi advokat bagi sistem pangan yang berkelanjutan. Koki berada di jantung sistem pangan global. Mereka menjembatani kesenjangan antara petani dan konsumen—mempengaruhi apa yang kita tanam, apa yang kita hidangkan, serta bagaimana kita berpikir dan berbicara tentang makanan. Jika para koki mengambil peran utama dalam isu keberlanjutan—seperti mengatasi limbah makanan dan menggunakan bahan yang berkelanjutan—maka para pelanggan, petani, pelaku bisnis, bahkan pemerintah akan mengikuti.
Melalui jaringan mereka, para koki memiliki kekuatan untuk mengkurasi percakapan global tentang makanan serta menerjemahkan Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB ke dalam tindakan nyata yang dapat dilakukan di dapur, ruang kelas, dan komunitas kita sehari-hari.
Berdasarkan konsultasi dengan lebih dari 130 koki dari 38 negara pada tahun 2017, Chefs’ Manifesto Action Plan adalah sebuah kerangka kerja yang terdiri dari tindakan praktis yang dapat dilakukan para koki untuk berkontribusi dalam pencapaian SDGs PBB pada tahun 2030.
Melalui lokakarya dan kelompok diskusi bersama para koki yang membahas 17 SDGs—terutama SDG2: Tanpa Kelaparan—rencana aksi ini diciptakan oleh koki, untuk koki. Rencana ini dikelompokkan dalam 8 bidang tematik yang dianggap paling penting oleh para koki untuk ditangani.
Dalam rencana aksi ini, SDGs yang paling relevan dengan setiap bidang tematik disorot. Namun, seperti halnya SDGs, tindakan-tindakan ini saling berhubungan— kemajuan di satu bidang sering kali mendorong kemajuan di bidang lainnya!
Sudah banyak inisiatif luar biasa yang berlangsung saat ini. Harapannya SDG2 Advocacy Hub mampu memfasilitasi jalur yang membantu koki mengambil tindakan dan menginspirasi orang lain; menampilkan karya mereka; berbagi ide dan praktik terbaik; serta mengarahkan mereka ke sumber daya dan inisiatif yang bermanfaat. Informasi ini tersedia dalam halaman aksi yang ditautkan pada judul masing-masing bidang tematik.41
Delapan bidang tematik dalam Chefs’ Manifesto Action Plan adalah:
- Bahan Makanan yang Beragam – Mendorong penggunaan bahan makanan yang beragam untuk meningkatkan ketahanan pangan dan gizi.
- Memasak yang Berkelanjutan – Menerapkan praktik memasak yang lebih ramah lingkungan dengan mengurangi jejak karbon di dapur.
- Edukasi Pangan – Mengedukasi masyarakat tentang pentingnya makanan sehat, berkelanjutan, dan bergizi.
- Menghargai Makanan – Mengurangi limbah makanan dengan cara penyimpanan, pengolahan, dan konsumsi yang lebih bijak.
- Pertanian yang Bertanggung Jawab – Mendukung pertanian yang berkelanjutan dan praktik bercocok tanam yang baik.
- Kesejahteraan Hewan – Memastikan bahan makanan hewani diperoleh dari sumber yang memperhatikan kesejahteraan hewan.
- Meningkatkan Akses terhadap Makanan yang Baik – Mendorong kebijakan dan praktik yang memungkinkan semua orang mendapatkan makanan sehat dan bergizi.
- Mengurangi Sampah Makanan – Mengambil langkah konkret untuk mengurangi pemborosan makanan, baik di dapur restoran maupun di rumah tangga.
Setiap bidang tematik ini dirancang agar koki dapat berkontribusi secara langsung dalam mencapai Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya dalam menciptakan sistem pangan yang lebih berkelanjutan dan adil.
Apa Itu Gerakan Farm-To-Table? 42
Gagasan brilian lainnya adalah TheFarm-to-Table Movement–restoran yang mengambil langkah berani untuk melakukan revolusi pangan berkelanjutan.43
Dalam dunia di mana keberlanjutan dan konsumsi yang sadar semakin penting, gerakan farm-to-table telah menjadi sorotan utama. Semakin banyak restoran yang berkomitmen untuk menggunakan bahan-bahan lokal, menyajikan makanan segar dan musiman sambil mengurangi dampak lingkungan mereka. Dari kota kecil hingga metropolis yang ramai, para koki mendefinisikan ulang pengalaman bersantap dengan menghubungkan kita langsung ke sumber makanan kita.
Di suatu pagi yang cerah di pedesaan Tuscany, Italia, seorang petani bernama Luca memetik tomat segar dari kebunnya. Tomat-tomat itu, merah merona dan penuh cita rasa, akan segera menemukan jalannya ke dapur sebuah restoran kecil di kota terdekat. Di sana, sang koki, Maria, akan mengolahnya menjadi saus pasta yang lezat, disajikan kepada pelanggan yang datang dari jauh hanya untuk merasakan keaslian dan kehangatan masakan ini. Inilah esensi dari gerakan farmto-table: sebuah filosofi yang menghubungkan ladang dengan meja makan, menghormati alam, dan merayakan keaslian bahan makanan.
Pada dasarnya, konsep farm-to-table sederhana: restoran mendapatkan bahan makanan langsung dari petani lokal, pasar, dan produsen yang berkelanjutan. Ini mengurangi emisi transportasi, mendukung petani daerah, dan memastikan bahanbahan yang paling segar. Alih-alih bergantung pada makanan yang diproduksi secara massal, para koki ini berfokus pada bahan makanan musiman dan berkelanjutan.
Hasilnya? Koneksi yang lebih dalam dengan alam, lebih sedikit limbah, dan komitmen terhadap praktik pangan yang etis.
Dari Revolusi Industri ke Kesadaran Kembali ke Alam
Gerakan farm-to-table tidak muncul begitu saja. Ia lahir sebagai respons terhadap revolusi industri dan globalisasi sistem pangan. Pada abad ke-20, makanan semakin diproduksi secara massal, dikemas, dan didistribusikan ke seluruh dunia. Sayuran dan buah-buahan dipetik sebelum matang, diawetkan dengan bahan kimia, dan dikirim ribuan kilometer jauhnya. Makanan menjadi lebih mudah diakses, tetapi kehilangan rasa, nutrisi, dan cerita di baliknya.
Pada akhir abad ke-20, muncul kesadaran akan dampak negatif dari sistem pangan modern: polusi, limbah, dan hilangnya keanekaragaman hayati. Orangorang mulai merindukan makanan yang segar, lokal, dan bermakna. Gerakan farm-to-table pun muncul sebagai jawaban. Ia mengajak kita untuk kembali ke akar, menghargai petani, dan merayakan musim.
Filosofi farm-to-table sederhana namun mendalam:
- Lokalitas: Menggunakan bahan-bahan yang ditanam atau diproduksi secara lokal, mengurangi jejak karbon, dan mendukung petani setempat.44
- Kesegaran: Menyajikan bahan yang dipetik pada puncak kematangannya, memastikan rasa dan nutrisi yang optimal.
- Keberlanjutan: Meminimalkan limbah, menghormati siklus alam, dan melindungi keanekaragaman hayati.
- Transparansi: Menceritakan asal-usul bahan dan proses produksinya, membangun kepercayaan dengan pelanggan.
Gerakan ini bukan hanya tentang makanan, tetapi juga tentang hubungan: antara manusia dengan alam, antara petani dengan koki, dan antara restoran dengan pelanggan.
Kegiatan yang Dilakukan:
- Berkolaborasi dengan Petani Lokal
Restoran farm-to-table bekerja sama langsung dengan petani, peternak, dan produsen lokal. Mereka sering mengunjungi ladang, memahami proses produksi, dan memastikan bahwa bahan yang digunakan diproduksi secara bertanggung jawab.
- Menu Musiman
Menu di restoran farm-to-table berubah sesuai musim. Di musim semi, mungkin ada asparagus segar dan stroberi manis. Di musim gugur, labu dan jamur liar menjadi bintangnya. Ini memastikan bahwa bahan yang digunakan selalu segar dan berkualitas tinggi.
- Mengurangi Limbah
Restoran ini berkomitmen untuk menggunakan setiap bagian dari bahan yang mereka beli. Misalnya, kulit sayuran bisa diolah menjadi kaldu, atau sisa roti menjadi crouton.
- Edukasi Pelanggan
Banyak restoran farm-to-table yang menyertakan cerita tentang asal-usul bahan di menu mereka. Beberapa bahkan mengadakan acara seperti tur ke ladang atau lokakarya memasak untuk mendekatkan pelanggan dengan sumber makanan mereka.
Restoran Farm-to-Table di Indonesia juga marak.45 Kita ambil contoh:
- Nusantara by Locavore (Bali). Restoran ini fokus pada bahan-bahan lokal
- Indonesia, menciptakan hidangan modern yang merayakan keanekaragaman kuliner Nusantara. Mereka bekerja sama dengan petani dan nelayan lokal untuk memastikan kesegaran dan keberlanjutan.
- Potato Head Beach Club (Bali). Selain menjadi tempat nongkrong yang ikonik, Potato Head juga menerapkan prinsip farm-to-table. Mereka memiliki kebun sendiri di Bali, tempat mereka menanam sayuran dan rempah-rempah untuk digunakan di restoran mereka.
- Kouzin (Jakarta). Kouzin menawarkan hidangan Mediterania dengan bahan-bahan lokal. Mereka berkomitmen untuk menggunakan produk segar dari petani Indonesia, mendukung pertanian berkelanjutan.
Restoran Farm-to-Table di Eropa dan Amerika antara lain:46
- Blue Hill at Stone Barns (New York, USA). Restoran ini terletak di sebuah peternakan dan menjadi pelopor gerakan farm-to-table. Mereka menanam sebagian besar bahan mereka sendiri dan menciptakan pengalaman makan yang mendalam, menghubungkan pelanggan dengan alam.
- Noma (Kopenhagen, Denmark). Seperti yang telah diceritakan sebelumnya, Noma adalah contoh sempurna dari restoran yang menghormati alam. Mereka menggunakan bahan-bahan lokal dan liar, menciptakan hidangan yang mencerminkan keindahan Denmark.
- Fäviken (Järpen, Swedia). Terletak di pedesaan Swedia, Fäviken menggunakan bahan-bahan dari hutan, danau, dan ladang sekitar. Restoran ini terkenal karena pendekatannya yang sederhana namun penuh makna terhadap makanan.
- Osteria Francescana (Modena, Italia). Dipimpin oleh koki legendaris Massimo Bottura, restoran ini menggunakan bahan-bahan lokal untuk menciptakan hidangan inovatif yang merayakan warisan kuliner Italia.
- The Black Pig (Lisbon, Portugal). Restoran ini fokus pada bahan-bahan lokal Portugal, termasuk daging babi hitam yang langka. Mereka bekerja sama dengan petani kecil untuk memastikan kualitas dan keberlanjutan.
Gerakan farm-to-table bukan sekadar tren, tetapi sebuah cara hidup. Ia mengajak kita untuk melambat, menghargai proses, dan merayakan keindahan alam. Dari ladang di Tuscany hingga restoran di Bali, gerakan ini membuktikan bahwa makanan bukan hanya tentang mengisi perut, tetapi juga tentang membangun hubungan dan melindungi bumi. Setiap gigitan adalah cerita, setiap hidangan adalah perayaan. Dan di situlah keajaiban farm-to-table terletak: ia membawa kita kembali ke akar, ke tempat di mana makanan dan alam bersatu dalam harmoni yang sempurna.
Kembali ke Noma. Menemui Rene Redzepi.
Bayangkan sebuah perjalanan epik yang membawa kita melintasi waktu dan benua, menyelami kisah-kisah di balik bahan-bahan yang telah membentuk peradaban manusia. Omnivore, serial dokumenter yang dinarasikan oleh René Redzepi—sang legenda kuliner dunia—mengajak kita menjelajahi asal-usul, makna, dan dampak dari apa yang kita makan. Dari rempah-rempah yang memicu penjelajahan samudra hingga biji kopi yang mengubah ekonomi global, setiap episode adalah sebuah ode kepada bahan pangan yang tidak hanya memenuhi perut, tetapi juga membentuk budaya, kepercayaan, dan sejarah manusia.47
Serial ini bukan sekadar tentang makanan, melainkan tentang bagaimana manusia berinteraksi dengan alam, menciptakan inovasi, dan membangun hubungan yang kompleks dengan sumber daya yang mereka konsumsi. Dengan visual yang memukau dan cerita yang mendalam, Omnivoremengajak kita merayakan keajaiban di balik setiap gigitan yang kita nikmati.48
Salah satu episode yang paling memikat adalah petualangan ke hutan-hutan kopi di Rwanda. Di sini, kita diajak menyusuri jejak biji kopi yang telah menjadi tulang punggung ekonomi dan budaya masyarakat setempat. Kisah dimulai dari petanipetani lokal yang dengan penuh dedikasi merawat pohon-pohon kopi di lereng gunung yang subur. Kita akan melihat bagaimana proses panen, pengolahan, hingga penyangraian biji kopi dilakukan dengan penuh kehati-hatian, menghasilkan cita rasa yang unik dan diakui dunia.
Tapi lebih dari sekadar proses produksi, episode ini mengungkap bagaimana kopi telah menjadi simbol harapan dan pemulihan bagi Rwanda setelah masa-masa kelam konflik. Melalui wawancara dengan petani, ahli kopi, dan sejarawan, kita memahami bagaimana secangkir kopi tidak hanya menghubungkan kita dengan alam, tetapi juga dengan kisah-kisah manusia yang penuh ketangguhan dan semangat untuk bangkit.
Dengan narasi yang memikat dan visual yang memukau, episode ini tidak hanya membuat kita menghargai setiap tegukan kopi, tetapi juga merenungkan betapa makanan dan minuman adalah cermin dari perjalanan manusia itu sendiri.
Omnivore adalah sebuah undangan untuk melihat dunia dengan cara yang baru— melalui lensa makanan. Setiap episode adalah sebuah cerita tentang bagaimana bahan pangan telah mengubah hidup kita, dan bagaimana kita, sebagai manusia, terus berusaha memahami dan merayakan hubungan kita dengan alam. Anda bisa menikmati sebuah perjalanan yang menggugah selera dan pikiran, hanya di Apple TV+.
Itulah sekelumit kisah resto fine dining. Resto fine dining jumlahnya hanya sekian persen dari total resto di dunia. Sangat sedikit. Berapa jumlah pasti restoran fine dining di dunia maupun di Indonesia cukup menantang. Tidak ada data spesifik yang tersedia. Namun, sebagai gambaran kita bisa merujuk pada:
- Panduan Michelin: Panduan Michelin49 dikenal luas dalam menilai restoran fine dining. Sebagai contoh, pada tahun 2024, Prancis memiliki 639 restoran berbintang Michelin, Jepang 547, dan Amerika Serikat 223. Meskipun demikian, jumlah total restoran fine dining di seluruh dunia tentu lebih besar dari angka-angka tersebut, mengingat banyak restoran berkualitas tinggi yang belum dinilai oleh Michelin.50
- La Liste: La Liste adalah panduan yang mencantumkan 20.000 restoran terbaik di 195 negara, berdasarkan agregasi lebih dari 700 panduan dan publikasi. Meskipun tidak semua restoran dalam daftar ini dikategorikan sebagai fine dining, banyak di antaranya yang memenuhi kriteria tersebut.51
Saat ini, Indonesia belum memiliki restoran yang secara resmi dianugerahi bintang
Michelin. Hal ini disebabkan oleh belum diterbitkannya Michelin Guide untuk Indonesia. Michelin Guide adalah panduan kuliner bergengsi yang memberikan penilaian dan penghargaan kepada restoran-restoran di berbagai negara. Meskipun demikian, terdapat beberapa restoran di Indonesia yang didirikan atau dipimpin oleh chef yang sebelumnya telah meraih bintang Michelin di negara lain, atau merupakan cabang dari restoran berbintang Michelin internasional. Tetapi Michelin menyediakan Panduan restoran dengan masakan Indonesia di berbagai negara.52
Perlu dicatat bahwa meskipun restoran-restoran tersebut memiliki keterkaitan dengan standar Michelin melalui chef atau afiliasi internasional mereka, hingga saat ini belum ada restoran di Indonesia yang secara resmi dianugerahi bintang Michelin karena ketiadaan Michelin Guide untuk Indonesia.53
Di Indonesia pertumbuhan Restoran FineDining cukup menggembirakan. Menurut laporan pada tahun 2018, pertumbuhan restoran, termasuk fine dining, meningkat hampir 50% dalam tiga tahun sebelumnya. Meskipun angka pasti jumlah restoran fine dining tidak disebutkan, informasi ini menunjukkan tren peningkatan yang signifikan dalam industri tersebut.54 Sebuah artikel menyebutkan bahwa terdapat ratusan restoran fine dining di Indonesia, terutama berlokasi di kota-kota besar seperti Jakarta, Denpasar, Surabaya, dan Bandung. Jakarta dianggap sebagai pusat utama restoran fine dining di Indonesia.55
Meskipun data spesifik mengenai jumlah total restoran fine dining di dunia dan Indonesia tidak tersedia, informasi di atas memberikan gambaran tentang pertumbuhan dan distribusi restoran finediningdi berbagai wilayah. Dan jumlahnya ya memang sedikit.
Restoran yang melimpah itu justru resto biasa, resto rakyat. Bahan-bahannya tanpa gembar gembor kebanyakan apa yang dilakukan finediningitu. Warung adalah realitas kuliner di Indonesia. Jika kita melihat dari perspektif penggunaan bahan lokal, dukungan terhadap petani lokal, dan penyajian menu tradisional dengan metode memasak yang juga tradisional, maka sebenarnya jumlah restoran dan warung makan di Indonesia yang memenuhi kriteria ini sangat banyak— kemungkinan besar lebih dari 50% dari total tempat makan di seluruh negeri.
Data dari BPS (Badan Pusat Statistik) menyebutkan bahwa pada tahun 2020 terdapat sekitar 2,2 juta usaha kulinerdi Indonesia, yang mencakup restoran, warung makan, dan usaha katering kecil. Dari jumlah tersebut, sebagian besar adalah warung makan dan usaha kecil-menengah (UMKM) kuliner yang memang mengandalkan bahan baku dari pasar tradisional atau langsung dari petani setempat.
Jika dibandingkan dengan restoran seperti Noma, Nusantara by Locavore, atau restoran “farm-to-table”di negara Barat, warung makan di Indonesia sebenarnya sudah menerapkan konsep yang serupa, hanya saja tanpa label “farm-to-table” atau pemasaran modern yang menarik perhatian global.
- Sebagian besar warung tradisional dan restoran lokal kecil memang menggunakan bahan lokal karena lebih murah dan lebih mudah didapatkan.
- Contoh warung atau rumah makan tradisional yang menerapkan konsep serupa dengan restoran farm-to-table kelas dunia:
- Warung Padang – hampir semua bahan dari petani dan pemasok lokal.
- Rumah makan Sunda – daging, sayur, dan bumbu biasanya dari sumber lokal.
- Warung pecel, warteg, atau warung nasi uduk – umumnya menggunakan bahan dari pasar setempat.
- Warung soto atau bakso keliling – bumbu, daging, dan mi sering kali dari sumber lokal.
- Bahkan restoran khas Indonesia yang sudah besar, seperti Sederhana (Padang), Ayam Penyet Ria, atau Bebek Kaleyo, tetap mengandalkan bahan baku lokal dari petani dan nelayan dalam negeri.
Maka, jumlah tempat makan yang menggunakan bahan lokal di Indonesia kemungkinan jauh lebih besar dibandingkan dengan restoran modern yang populer dan dikenal dengan konsep “sustainable dining“.
Pertanyaan yang biasa diajukan mengapa warung dan restoran lokal ini tidak mendapat perhatian seperti restoran farm-to-table internasional? Ada tiga Faktor:
- Branding dan Pemasaran
o Restoran seperti Noma atau Nusantara by Locavore memiliki narasi yang kuat, menggunakan branding “sustainable”dan “farm-to-table,” yang menarik perhatian media global.
- Warung dan restoran kecil di Indonesia tidak memiliki akses ke pemasaran modern atau branding internasional.
- Standar Presentasi dan Pengalaman
o Restoran kelas dunia mengemas konsepnya dengan tampilan makanan yang lebih artistik, pengalaman fine dining, serta edukasi kepada pelanggan.
- Warung di Indonesia lebih fokus pada kenyamanan, rasa, dan harga yang bersahabat, tanpa elemen storytelling yang kuat.
- Kurangnya Sertifikasi dan Pengakuan Internasional
o Restoran dengan konsep farm-to-tableinternasional sering memiliki sertifikasi keberlanjutan, organic sourcing, dan dokumentasi lengkap tentang rantai pasokan mereka.
- Warung di Indonesia umumnya tidak terdokumentasi secara formal, meskipun sebenarnya menggunakan praktik yang lebih berkelanjutan dibandingkan dengan restoran besar.
Jumlah warung dan restoran di Indonesia yang menggunakan bahan lokal dari petani setempat dan memasak dengan cara tradisional sangat besar, bisa mencapai 50-70% dari total usaha kuliner. Warung rakyat, restoran lokal karena faktor branding, standar internasional, dan kurangnya dokumentasi praktik keberlanjutan maka mereka tidak mendapat perhatian seperti restoran kelas dunia.
Padahal sebagian besar mereka menerapkan gaya farm-to-table. Jika pendekatan farm-to-table dalam gaya Nusantara by Locavore bisa diangkat untuk mendukung warung-warung lokal, mungkin Indonesia bisa menjadi salah satu negara dengan sistem kuliner berkelanjutan yang paling kuat di dunia.
Jadi, hanya karena restoran atau warung makan lokal tidak sepopuler restoran high-end, bukan berarti mereka tidak sejalan dengan konsep farm-to-table atau sustainable dining. Justru, mereka bisa dianggap sebagai pelopor yang telah lama ada sebelum tren ini populer di dunia kuliner global.
Saatnya kita mengapresiasi warung-warung lokal dengan mendorong mereka terus berkreasi. Dari dapur dan meja makan mewujudkan dunia yang lebih baik.
1 Berikut adalah beberapa sumber yang menginspirasi penyusunan cerita tersebut:
- The New York Times – “Noma, Rated the World’s Best Restaurant, Is Closing Its Doors” o Link: https://www.nytimes.com/2023/01/09/dining/noma-closing.html o Artikel ini membahas alasan penutupan Noma dan wawancara dengan Redzepi tentang visinya ke depan.
- Financial Times – “The Final Service at Noma: Behind the Scenes of a Culinary Revolution” o Link: https://www.ft.com/content/noma-final-service o Laporan mendalam tentang pengalaman makan malam terakhir di Noma, termasuk komentar staf dan pelanggan.
- René Redzepi’s Interview with The Guardian o Link: https://www.theguardian.com/food/2023/jan/09/noma-restaurant-reneredzepi-interview
- World’s 50 Best Restaurants – “Noma’s Legacy and the Future of Fine Dining” o Link: https://www.theworlds50best.com/noma-legacy-future o Refleksi atas warisan Noma dan pengaruhnya dalam dunia kuliner global.
2 Redzepi dalam bukunya yang ditulis bersama David Zilber: The Noma Guide to Fermentation (Foundations of Flavor) mendefinisikan fermentasi dengan kutipan sebagai berikut: “Pada tingkat paling dasar, fermentasi adalah transformasi makanan oleh mikroorganisme—baik bakteri, ragi, maupun jamur. Lebih spesifik lagi, fermentasi adalah proses transformasi makanan melalui enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme tersebut. Dan dalam definisi ilmiah yang paling ketat, fermentasi adalah proses di mana mikroorganisme mengubah gula menjadi zat lain tanpa kehadiran oksigen.
Kata ‘fermentasi’ berasal dari bahasa Latin fervere, yang berarti ‘mendidih.’ Orang Romawi kuno, ketika melihat tong anggur yang secara spontan berbuih dan berubah menjadi anggur, menggambarkan proses tersebut dengan istilah yang paling mendekati yang mereka kenal. Meskipun tong anggur yang berbuih itu sebenarnya tidak ada hubungannya dengan proses mendidih, mereka tetap merupakan ‘fermentasi sejati’ dalam arti ilmiah, karena enzim yang dihasilkan oleh ragi mengubah gula dalam anggur menjadi alkohol.
Namun, tidak semua proses yang kita anggap sebagai fermentasi sepenuhnya sesuai dengan definisi ilmiah yang ketat. Sebagai contoh, sementara koji sesuai dengan definisi fermentasi, garum yang dibuat di Noma tidak. Dalam proses koji, jamur Aspergillus oryzae menembus butiran beras atau barley dan menghasilkan enzim yang mengubah pati dalam biji-bijian menjadi gula sederhana dan metabolit lainnya. Ini dikenal sebagai proses fermentasi primer. Di sisi lain, garum dalam buku ini merupakan hasil dari proses fermentasi sekunder. Untuk membuat garum, kami mencampurkan koji dengan protein hewani untuk memanfaatkan enzim yang dihasilkan selama proses fermentasi primer.
Kami tidak membedakan antara fermentasi primer dan sekunder dalam buku ini, tetapi memahami perbedaan ini dapat membantu Anda dalam menjelajahi dunia fermentasi.”
3 https://www.pbs.org/newshour/show/renowned-chef-explores-ingredients-that-changed-the-globe-in-new-series
4 https://en.wikipedia.org/wiki/Noma_%28restaurant%29?utm_source=chatgpt.com
5 https://noma.dk/?utm_source=chatgpt.com
6 https://noma.dk
7 Redzepi, R. (2010). Noma: Time and Place in Nordic Cuisine. Phaidon Press. Catatan: A deep dive into the philosophy and recipes that shaped Noma’s early years.
8 Dalam konteks Noma, “pop-up” merujuk pada restoran sementara yang dibuka di lokasi berbeda (biasanya di luar Denmark) untuk jangka waktu tertentu, dengan menu khusus yang terinspirasi oleh bahan dan budaya setempat. Ciri Khas Pop-Up Noma:
- Lokasi Unik o Dibuka di kota seperti London, Tokyo, Sydney, atau Tulum, sering kali bekerja sama dengan hotel atau tempat khusus.
- Contoh: Pop-up di Tulum, Meksiko (2017) menggunakan bahan lokal seperti taco dengan sentuhan Nordic.
- Contoh: Di Jepang (2015), Noma menggunakan ikan mentah Jepang, rumput laut, dan fermentasi khas Nordik.
- Contoh: Di Australia (2016), mereka menggunakan buah-buahan bush tucker (panganan asli Aborigin).
- Durasi Terbatas o Biasanya berlangsung beberapa minggu hingga beberapa bulan, lalu tutup setelah periode selesai.
Tujuan Pop-Up Noma:
- Eksplorasi kreatif: Mencoba rasa dan teknik baru di luar menu reguler.
- Branding global: Memperkuat reputasi Noma sebagai pelopor kuliner dunia.
- Inspirasi untuk Noma 2.0: Pengalaman pop-up memengaruhi konsep restoran utama saat dibuka kembali (misalnya, menu musiman di Noma 2.0).
Jadi, pop-up Noma bukan sekadar “cabang sementara”, melainkan proyek seni kuliner yang imersif, menggabungkan keahlian Nordik dengan keunikan lokal.
Fun Fact: Tiket makan di pop-up Noma sering terjual habis dalam hitungan detik, dengan harga bisa mencapai ribuan dolar per orang! 9 https://noma.dk
10 Bagi yang tertarik untuk membaca lebih dalam tentang Noma, berikut ini ada sejumlah buku dan artikel penting; Buku:
- Redzepi, R. (2010). Noma: Time and Place in Nordic Cuisine. Phaidon Press. – A deep dive into the philosophy and recipes that shaped Noma’s early years.
- Redzepi, R. (2022). Noma 2.0: Vegetable, Forest, Ocean. Artisan Books.
- A reflection on how Noma evolved in its second iteration. Articles & Websites:
- [Official Noma Website](https://noma.dk) – The latest updates from the restaurant.
- [The Guardian: Why is Noma Closing?](https://www.theguardian.com/food/2023/jan/09/noma-closure-world-bestrestaurant) – A deep dive into the reasons behind the closure.
- [National Geographic: How Noma Redefined Fine Dining](https://www.nationalgeographic.com/food/article/hownoma-redefined-fine-dining) – Exploring Noma’s lasting impact. Videos:
- [A Night at Noma: Behind the Scenes](https://www.youtube.com/watch?v=6s754Nn3HZY) – An inside look at the world’s most famous restaurant.
11 https://www.nytimes.com/2023/01/09/dining/noma-closing-rene-redzepi.html
12 https://www.wired.com/story/noma-closing/
13 Istilah “goth bird” (burung goth) yang disebutkan dalam konteks restoran Noma kemungkinan besar merujuk pada presentasi atau estetika hidangan yang terinspirasi oleh gaya gothic—gelap, misterius, dan dramatis. Noma dikenal tidak hanya karena rasa hidangannya, tetapi juga karena presentasi visual yang unik dan kreatif. Dalam dunia kuliner, terutama di restoran fine dining seperti Noma, penampilan hidangan sering kali menjadi bagian penting dari pengalaman makan. “Goth bird” bisa merujuk pada hidangan yang menggunakan burung (seperti ayam, bebek, atau burung liar) yang disajikan dengan cara yang gelap, mungkin menggunakan bahan-bahan seperti arang, rempah-rempah hitam, atau saus gelap, sehingga menciptakan tampilan yang dramatis dan sesuai dengan estetika gothic.
Noma juga terkenal karena eksperimennya dengan bahan-bahan alami dan teknik fermentasi, yang bisa menghasilkan warna dan tekstur yang tidak biasa. Jadi, “goth bird” mungkin adalah salah satu contoh bagaimana Noma menggabungkan seni, kreativitas, dan teknik memasak untuk menciptakan pengalaman makan yang tak terlupakan.
14 https://www.eater.com/23546852/noma-closing-you-were-never-going
15 – Redzepi, René. Noma: Time and Place in Nordic Cuisine. Phaidon Press, 2010. Buku ini membahas filosofi kuliner dan perjalanan Noma dalam membangun konsep New Nordic Cuisine.
– Redzepi, René. Noma 2.0: Vegetable, Forest, Ocean. Artisan, 2022. Buku yang menjelaskan transformasi Noma dengan pendekatan berbasis musim dan bahan lokal.
– Michelin Guide. “Noma – Copenhagen – a MICHELIN Guide Restaurant.” Michelin Guide, 2021.
https://guide.michelin.com/dk/en/capital-region/copenhagen/restaurant/noma
– National Geographic. “The World’s Best Restaurant is Closing. Here’s Why.” National Geographic, 2023.
https://www.nationalgeographic.com/travel/article/noma-best-restaurant-closing
– Eater. “René Redzepi on Why He’s Closing the Best Restaurant in the World.” Eater, 2023. · https://www.eater.com/23541245/noma-restaurant-closing-rene-redzepi-interview
– The New York Times. “Noma, Rated the World’s Best Restaurant, Is Closing Its Doors.” The New York Times, 2023.
https://www.nytimes.com/2023/01/09/dining/noma-restaurant-closing.html
– The Guardian. “Why Noma’s Closure Marks the End of an Era in Fine Dining.” The Guardian, 2023.
https://www.theguardian.com/food/2023/jan/10/noma-closure-fine-dining
16 https://www.youtube.com/watch?v=6s754Nn3HZY
17 https://www.youtube.com/watch?v=6s754Nn3HZY
18 https://nomaprojects.com/blogs/recipes/tagged/product-noma-kaffe
19 https://brooksreitz.substack.com/p/this-is-what-its-like-to-eat-at-noma?utm_source=chatgpt.com 20 Stagiaires adalah istilah dalam bahasa Prancis yang berarti magang atau trainee. Dalam dunia kuliner dan perhotelan, stagiaires merujuk pada para koki muda atau calon koki yang bekerja di dapur restoran ternama untuk mendapatkan pengalaman, memperluas keterampilan mereka, dan belajar langsung dari para chef profesional.
Stagiaires dalam Industri Kuliner
Di restoran fine dining, terutama yang berbintang Michelin atau berperingkat tinggi, stagiaires sering kali bekerja dalam kondisi yang sangat intens. Mereka menjalani jam kerja panjang, tugas berat, dan tekanan tinggi—sering kali tanpa bayaran atau dengan gaji yang sangat rendah. Namun, pengalaman ini dianggap berharga karena:
- Kesempatan belajar langsung dari chef terkenal dan tim mereka.
- Membangun koneksi dan reputasi dalam industri kuliner.
- Mendapat peluang kerja di restoran top setelah menyelesaikan masa magang.
Kontroversi Seputar Stagiaires
Meskipun sistem stagiaire telah menjadi bagian dari tradisi kuliner selama bertahun-tahun, banyak restoran menghadapi kritik karena eksploitasi tenaga kerja murah. Beberapa poin kritik terhadap sistem ini meliputi:
- Jam kerja yang berlebihan (bisa mencapai 16 jam per hari).
- Minimnya atau bahkan tidak ada gaji.
- Kurangnya perlindungan tenaga kerja, terutama di negara-negara yang belum mengatur sistem magang dengan baik.
Di beberapa negara, praktik mempekerjakan stagiaires tanpa bayaran telah dikurangi atau diatur ulang agar lebih adil.
Stagiaires di Restoran Noma
Restoran seperti Noma di Denmark dikenal sebagai tempat para koki muda berbondong-bondong untuk menjadi stagiaires. Selama bertahun-tahun, Noma menerima ratusan magang dari seluruh dunia yang ingin belajar teknik inovatif dan filosofi kuliner René Redzepi. Namun, pada tahun 2023, Noma mengumumkan bahwa model bisnis berbasis tenaga kerja stagiaire tak berbayar tidak lagi berkelanjutan secara etis dan finansial, yang menjadi salah satu alasan mereka menutup restoran sebagai tempat layanan penuh waktu pada 2024.
Sistem stagiaire tetap menjadi jalur penting bagi banyak koki untuk masuk ke dunia kuliner profesional. Namun, dengan meningkatnya kesadaran akan hak tenaga kerja, industri kuliner mulai mencari cara untuk menyeimbangkan antara pelatihan profesional dan kesejahteraan pekerja muda.
21 https://www.wired.com/story/noma-closing/
22 1. Note à Note Cooking (Masakan Note à Note)
Note à Note Cooking adalah konsep inovatif dalam dunia kuliner yang dikembangkan oleh ahli kimia makanan Prancis, Hervé This. Istilah ini merujuk pada metode memasak yang menggunakan senyawa murni atau komponen kimiawi makanan (seperti protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral) sebagai bahan dasar, alih-alih menggunakan bahan makanan tradisional seperti sayuran, daging, atau rempah-rempah. Karakteristik Utama:
- Bahan Kimiawi: Menggunakan senyawa murni yang diekstrak dari makanan alami atau dibuat secara sintetis.
- Presisi: Memungkinkan kontrol yang sangat tepat atas rasa, tekstur, dan nutrisi.
- Inovasi: Membuka kemungkinan baru untuk menciptakan pengalaman makan yang unik dan belum pernah ada sebelumnya. Contoh:
Alih-alih menggunakan tomat, seorang koki mungkin menggunakan lycopene (pigmen merah dalam tomat) dan asam glutamat (penyebab rasa umami) untuk menciptakan rasa tomat tanpa menggunakan tomat itu sendiri. Tujuan:
- Keberlanjutan: Mengurangi limbah makanan dengan menggunakan hanya komponen yang diperlukan.
- Kreativitas: Memungkinkan koki untuk bereksperimen dengan rasa dan tekstur yang tidak mungkin dicapai dengan bahan tradisional.
2. Daging Laboratorium (Cultured Meat atau Lab-Grown Meat)
Daging laboratorium, juga dikenal sebagai daging kultur atau daging in vitro, adalah daging yang diproduksi dengan cara menumbuhkan sel-sel hewan di laboratorium, tanpa perlu menyembelih hewan. Proses ini melibatkan pengambilan sel punca (stem cells) dari hewan, yang kemudian dikembangbiakkan dalam lingkungan terkontrol dengan nutrisi yang tepat. Proses Pembuatan:
- Pengambilan Sel: Sel punca diambil dari hewan (misalnya sapi atau ayam) melalui biopsi.
- Pembiakan Sel: Sel-sel tersebut ditempatkan dalam bioreaktor dan diberi nutrisi seperti asam amino, gula, dan vitamin untuk tumbuh.
- Pembentukan Jaringan: Sel-sel berkembang menjadi serat otot, yang kemudian diolah menjadi produk daging. Keuntungan:
- Ramah Lingkungan: Mengurangi emisi gas rumah kaca dan penggunaan lahan dibandingkan peternakan konvensional.
- Etis: Tidak melibatkan penyembelihan hewan.
- Kesehatan: Dapat dikontrol untuk mengurangi lemak jenuh atau menambahkan nutrisi tertentu. Tantangan:
- Biaya Produksi: Masih sangat mahal untuk diproduksi secara massal.
- Penerimaan Konsumen: Beberapa orang mungkin ragu untuk mengonsumsi daging yang dibuat di laboratorium. Contoh Perusahaan:
- Mosa Meat (Belanda): Perusahaan pertama yang memperkenalkan burger daging laboratorium pada tahun 2013. – Eat Just (AS): Memproduksi nugget ayam laboratorium yang sudah dijual di Singapura.
Perbandingan:
- Note à Note Cooking: Fokus pada penggunaan komponen kimiawi makanan untuk menciptakan pengalaman makan baru.
- Daging Laboratorium: Fokus pada produksi daging tanpa menyembelih hewan, menggunakan teknologi bioteknologi.
Kedua konsep ini mencerminkan inovasi dalam industri makanan untuk menciptakan solusi yang lebih berkelanjutan, etis, dan kreatif. Meskipun gagasan ini menimbulkan sejumlah kontroversial. Apakah betul klaim berkelanjutan, etis, dan kreatif ketika aspek food culture justru dihilangkan, bagiamana dengan peran dan hak petani yang memproduk sayuran, nelayan yang menangkap ikan dan peternak yang merawat ternaknya?
23 https://time.com/3482374/rene-redzepi-food-problems/
24 https://time.com/3482374/rene-redzepi-food-problems/
25 https://www.newyorker.com/magazine/2014/05/12/the-end-of-food
26 https://time.com/3482374/rene-redzepi-food-problems/
27 https://madfeed.co/2015/08/19/culture-of-the-kitchen-rene-redzepi/
28 https://www.chefiica.com/blogs/culinary-skills/how-culinary-entrepreneurs-are-shaping-the-future-of-sustainabledining
29 https://islandgardens.com/the-deck
30 https://islandgardens.com/the-future-of-food-how-eco-friendly-meals-are-shaping-the-culinary-world
31 https://www.yelp.com/biz/the-deck-at-island-gardens-miami-3reviews
32 https://time.com/3482374/rene-redzepi-food-problems/
33 https://www.foodinspirationmagazine.com/int66-sustainable-food-goals/top-chefs-from-all-over-the-world-talkabout-sustainability
34 https://overshoot.footprintnetwork.org/newsroom/press-release-2024-english/
35 Ibid. Press release Earth Overshoot Day.
36 https://www.foodinspirationmagazine.com/int66-sustainable-food-goals/how-do-we-feed-the-world-sustainably
37 https://www.cafemeetingplace.com/guest-speakers/item/1493-why-sustainability-should-be-every-chef-s-habit
38 https://www.norden.org/en/information/chefs-change-agents-sustainability-food-security-and-health
39 https://eatforum.org/content/uploads/2019/07/EAT-Lancet_Commission_Summary_Report.pdf
40 https://thesra.org/the-food-made-good-standard/framework/. Standar “Food Made Good” Mengevaluasi Tindakan dalam Tiga Pilar: Sumber Daya, Masyarakat, dan Lingkungan. Standar Food Made Good mengevaluasi tindakan berdasarkan tiga pilar utama dalam kerangka kerja The Food Made Good Standard: Sumber Daya, Masyarakat, dan Lingkungan. Dalam setiap pilar, berfokus pada sejumlah area dampak utama untuk menerapkan keberlanjutan di semua tingkat operasional.
SUMBER DAYA
Menghargai Asal-usul Bahan Makanan
Fokus dari Celebrate Provenance adalah pada asal-usul bahan makanan serta hubungan bisnis dengan pemasok dan rantai pasokan. Kami mendorong bisnis untuk memilih pemasok dan produk yang dapat ditelusuri sepenuhnya, serta aktif dalam melindungi lingkungan dan menegakkan hak asasi manusia di seluruh rantai pasokan.
Mendukung Petani dan Nelayan
Fokus dari Support Farmers and Fishers adalah memastikan sektor perhotelan menghargai petani dan nelayan beserta komunitas mereka. Kami mengevaluasi hubungan dagang langsung maupun tidak langsung, dengan menyoroti produk-produk tertentu yang memiliki risiko tinggi terhadap pelanggaran sosial dan lingkungan. Kami bertujuan memastikan bahwa dalam seluruh rantai pasokan, ketentuan perdagangan yang adil diterapkan untuk membangun hubungan jangka panjang yang saling menguntungkan, di mana petani dan nelayan mendapatkan penghidupan yang layak serta hak-hak mereka dihormati.
Lebih Banyak Makanan Nabati, Lebih Baik untuk Daging
Tujuan dari More Plants, Better Meat adalah meningkatkan konsumsi makanan nabati dan mengurangi konsumsi daging. Meskipun tujuan utamanya adalah mendorong pola makan berbasis nabati, kami tidak mengharapkan restoran untuk sepenuhnya berhenti menyajikan daging. Sebaliknya, kami mendukung peralihan menuju pola makan yang lebih kaya akan tanaman dengan jumlah produk hewani yang terbatas. Jika masyarakat masih mengonsumsi daging, maka daging tersebut sebaiknya berasal dari sumber yang berkualitas tinggi dan diproduksi dalam kondisi yang terbaik.
Memilih Sumber Makanan Laut yang Berkelanjutan
Melalui Source Seafood Sustainably, kami memastikan bahwa makanan laut yang digunakan dalam restoran ditangkap atau dibudidayakan dengan cara yang melindungi ekosistem laut dan perairan tawar. Kami juga mendorong penggunaan ikan dan hasil laut yang tidak berasal dari stok yang tidak berkelanjutan secara biologis, seperti spesies yang terancam punah atau yang telah dieksploitasi secara berlebihan.
MASYARAKAT
Memperlakukan Staf dengan Adil
Fokus dari Treat Staff Fairly adalah memastikan bahwa karyawan diperlakukan dengan baik dan kondisi kerja mereka lebih baik dari standar minimum hukum. Kami mendorong terciptanya lingkungan kerja di mana staf merasa aman, dihargai, dan didukung, sehingga industri perhotelan dapat memberikan prospek karier jangka panjang yang lebih stabil. Langkah-langkah ini akan membantu mengurangi pergantian karyawan, meningkatkan kesejahteraan, serta mengurangi masalah kesehatan, yang pada akhirnya berdampak positif pada keuntungan bisnis.
Memberikan Makanan Sehat untuk Semua
Tujuan dari Feed People Well adalah mempromosikan pola makan dan minuman yang sehat, sesuai dengan panduan EAT Lancet Commission dan WHO. Obesitas dan malnutrisi merupakan penyebab utama dari berbagai masalah kesehatan, sementara penyalahgunaan alkohol dapat berkontribusi pada perilaku sosial yang berbahaya. Layanan makanan memainkan peran penting dalam menyediakan pilihan makanan dan minuman yang lebih sehat (tanpa mengurangi kelezatan), serta mendidik pelanggan agar mereka dapat membuat keputusan yang lebih baik dan lebih sadar akan kesehatannya.
Mendukung Komunitas
Restoran adalah bagian integral dari kehidupan sosial dan ekonomi komunitas. Oleh karena itu, bisnis restoran memiliki kesempatan dan tanggung jawab untuk memberikan dampak positif, baik melalui sumbangan amal, pemilihan pemasok lokal yang lebih beragam, hingga menyediakan waktu, keterampilan, dan sumber daya bagi masyarakat sekitar. Selain itu, memastikan bahwa restoran dapat diakses oleh semua orang juga merupakan elemen penting dari upaya ini.
LINGKUNGAN
Mengurangi Jejak Lingkungan
Melalui Reduce Your Footprint, kami mendorong bisnis untuk mengurangi dampak lingkungan mereka—mulai dari emisi gas rumah kaca, konsumsi energi dan air, hingga polusi udara, air, dan bahan kimia—guna meminimalkan kerusakan pada lingkungan dan kesehatan manusia. Kami menekankan pengurangan emisi gas rumah kaca dibandingkan sekadar menangkap karbon, karena meskipun penyimpanan karbon dan perlindungan ekosistem karbon sangat penting, hanya dengan pengurangan signifikan emisi global kita dapat mencapai net zero pada tahun 2050. Kami juga mendorong pengurangan konsumsi energi dan air, serta peningkatan penggunaan energi terbarukan, sehingga dapat mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan tekanan pada sumber daya air.
Tidak Membiarkan Makanan Terbuang
Waste No Food berfokus pada upaya mengurangi limbah makanan. Jumlah orang yang mengalami kelaparan di dunia telah meningkat sejak tahun 2014, sementara banyak makanan yang masih layak dikonsumsi justru terbuang setiap hari. Diperkirakan sekitar 40% dari seluruh makanan yang diproduksi di dunia terbuang atau hilang, dengan 5% di antaranya berasal dari industri perhotelan—dan limbah makanan ini menyumbang sekitar 10% dari total emisi gas rumah kaca global. Bahkan, isu ini begitu penting sehingga PBB telah menetapkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) khusus untuk mengatasi masalah ini (Tujuan 12.3). Selain dampak sosial dan lingkungan, limbah makanan juga merupakan kerugian finansial bagi bisnis. Kami mendorong pengurangan limbah makanan sebanyak mungkin, serta upaya untuk mendaur ulang, mendistribusikan kembali, dan menggunakan kembali makanan yang masih layak.
Mengurangi, Menggunakan Kembali, dan Mendaur Ulang
Terakhir, Reduce, Reuse, Recycle berfokus pada upaya mengurangi limbah non-organik, yaitu semua limbah selain makanan. Prinsip utama kami adalah bahwa jenis limbah terbaik adalah yang tidak pernah dibuat sejak awal. Oleh karena itu, kami pertama-tama mengevaluasi langkah-langkah bisnis dalam mengurangi produksi limbah nonorganik. Selanjutnya, kami melihat bagaimana bisnis dapat menggunakan kembali dan mendaur ulang limbah yang tak bisa dihindari. Kami mendorong restoran untuk mengurangi penggunaan barang sekali pakai, menerapkan sistem sirkular dalam semua aspek operasional mereka (mulai dari pembuatan menu hingga desain bangunan tempat usaha), serta mempromosikan prinsip penggunaan kembali untuk mengurangi eksploitasi sumber daya alam dan dampak lingkungan seperti polusi plastik. Untuk semua limbah yang tidak dapat dikurangi, digunakan kembali, atau didaur ulang, kami mendorong bisnis untuk sebisa mungkin menghindari pembuangan ke tempat pembuangan akhir.
41 https://sdg2advocacyhub.org/chefs-manifesto/action-plan/
42 Referensi Umum tentang Gerakan Farm-to-Table 1. Buku:
– Barber, Dan. The Third Plate: Field Notes on the Future of Food. Penguin Books, 2014.
(Buku ini membahas filosofi di balik gerakan farm-to-table dan masa depan makanan berkelanjutan.) Link: [https://www.penguinrandomhouse.com](https://www.penguinrandomhouse.com)
2. Artikel:
- “What is the Farm-to-Table Movement?” oleh Sustainable Table.
(Artikel ini menjelaskan latar belakang dan prinsip-prinsip gerakan farm-to-table.)
Link: [https://www.sustainabletable.org](https://www.sustainabletable.org)
- “The Farm-to-Table Movement: How It Started and Why It Matters” oleh Food Tank.
(Membahas sejarah dan pentingnya gerakan ini dalam konteks modern.) Link: [https://foodtank.com](https://foodtank.com)
43 https://www.entire-magazine.com/read-more/the-farm-to-table-movement-restaurants-leading-the-sustainablefood-revolution
44 Referensi Tambahan
1. Artikel tentang Keberlanjutan dalam Gastronomi:
– “Sustainable Gastronomy: How Chefs are Leading the Way” oleh UNEP (United Nations Environment Programme).
(Membahas peran koki dan restoran dalam mempromosikan keberlanjutan.) Link: [https://www.unep.org](https://www.unep.org)
2. Artikel tentang Tren Makanan Lokal:
- “The Rise of Local Food Movements” oleh Food Revolution Network.
(Artikel tentang tren makanan lokal dan dampaknya terhadap lingkungan.) Link: [https://foodrevolution.org](https://foodrevolution.org) 45 Referensi tentang Restoran Farm-to-Table di Indonesia 1. Nusantara by Locavore (Bali):
- “Locavore: A Culinary Journey Through Indonesia” oleh The Jakarta Post.
(Artikel tentang restoran Locavore dan komitmen mereka terhadap bahan lokal.) Link: [https://www.thejakartapost.com](https://www.thejakartapost.com)
2. Potato Head Beach Club (Bali):
– “Potato Head’s Farm-to-Table Philosophy” oleh Potato Head Bali.
(Situs resmi Potato Head yang menjelaskan pendekatan mereka terhadap keberlanjutan.) Link: [https://www.ptthead.com](https://www.ptthead.com)
3. Kouzin (Jakarta):
- “Kouzin: Bringing Mediterranean Flavors with Local Ingredients” oleh Culinary Indonesia.
(Artikel tentang Kouzin dan penggunaan bahan lokal dalam masakan Mediterania mereka.) Link: [https://www.culinaryindonesia.com](https://www.culinaryindonesia.com) 46 Referensi tentang Restoran Farm-to-Table di Eropa dan Amerika 1. Blue Hill at Stone Barns (New York, USA):
- “Blue Hill at Stone Barns: A Farm-to-Table Pioneer” oleh The New York Times.
(Artikel tentang restoran ini dan peran mereka dalam gerakan farm-to-table.) Link: [https://www.nytimes.com](https://www.nytimes.com)
2. Noma (Kopenhagen, Denmark):
– “Noma: Redefining Nordic Cuisine” oleh The Guardian.
(Artikel tentang filosofi Noma dan pendekatan mereka terhadap bahan lokal dan liar.) Link: [https://www.theguardian.com](https://www.theguardian.com)
3. Fäviken (Järpen, Swedia):
– “Fäviken: A Culinary Experience in the Wild” oleh National Geographic.
(Artikel tentang restoran Fäviken dan penggunaan bahan-bahan dari alam sekitar.) Link: [https://www.nationalgeographic.com](https://www.nationalgeographic.com)
4. Osteria Francescana (Modena, Italia):
– “Massimo Bottura: The Chef Changing Italian Cuisine” oleh BBC.
(Profil Massimo Bottura dan komitmennya terhadap bahan lokal.) Link: [https://www.bbc.com](https://www.bbc.com)
5. The Black Pig (Lisbon, Portugal):
– “The Black Pig: A Taste of Portugal’s Terroir” oleh Portugal News.
(Artikel tentang restoran ini dan fokus mereka pada bahan lokal Portugal.)
Link: [https://www.theportugalnews.com](https://www.theportugalnews.com)
47 https://www.apple.com/tv-pr/originals/omnivore/
48 https://www.apple.com/tv-pr/originals/omnivore/trailers-videos/
49 https://guide.michelin.com/en. Apa Itu Panduan Michelin dan Bintang Michelin?
Panduan Michelin (Michelin Guide) adalah buku panduan restoran dan hotel yang diterbitkan oleh perusahaan ban asal Prancis, Michelin. Panduan ini pertama kali diterbitkan pada tahun 1900 oleh saudara Édouard dan André Michelin untuk membantu pengemudi menemukan tempat makan dan menginap di sepanjang perjalanan mereka. Seiring waktu, panduan ini berkembang menjadi salah satu referensi paling bergengsi di dunia kuliner, memberikan penilaian terhadap restoran berdasarkan kualitas makanan, teknik memasak, dan pengalaman bersantap. Bintang Michelin adalah penghargaan tertinggi dalam dunia kuliner yang diberikan kepada restoran berdasarkan penilaian anonim oleh inspektur Michelin.
Restoran dapat menerima 1 hingga 3 bintang Michelin, dengan arti sebagai berikut:
- ⭐ 1 Bintang Michelin: Restoran yang sangat baik di kategorinya (a very good restaurant in its category).
- ⭐⭐ 2 Bintang Michelin: Makanan yang luar biasa dan layak untuk dikunjungi (excellent cooking, worth a detour).
- ⭐⭐⭐ 3 Bintang Michelin: Masakan luar biasa yang sangat layak untuk perjalanan khusus (exceptional cuisine, worth a special journey).
Karena penilaiannya yang ketat dan rahasia, memperoleh Bintang Michelin dianggap sebagai pencapaian luar biasa bagi sebuah restoran dan chefnya.
Kategori Tambahan dalam Panduan Michelin
Selain Bintang Michelin, ada juga penghargaan lain dalam Panduan Michelin:
- Bib Gourmand – Diberikan untuk restoran yang menyajikan makanan berkualitas dengan harga yang lebih terjangkau.
- Green Star Michelin – Diberikan kepada restoran yang berkomitmen pada praktik keberlanjutan dalam sumber bahan dan pengelolaan limbah.
- Michelin Plate (L’assiette Michelin) – Menandakan restoran dengan makanan berkualitas baik, tetapi belum memenuhi kriteria bintang Michelin.
Bagaimana Inspektur Michelin Menilai Restoran?
Inspektur Michelin adalah tim penilai profesional yang bekerja secara anonim dan menggunakan lima kriteria utamadalam menilai restoran:
- Kualitas bahan baku
- Teknik memasak dan penyajian rasa
- Kepribadian koki yang tercermin dalam masakan
- Konsistensi antara setiap kunjungan
- Kesesuaian antara harga dan kualitas makanan
Mereka mengunjungi restoran tanpa memberi tahu siapa pun, membayar sendiri makanannya, dan membuat laporan evaluasi sebelum memberikan penghargaan.
- Panduan Michelin adalah referensi kuliner global yang memberikan penghargaan kepada restoran terbaik di dunia.
- Bintang Michelin adalah penghargaan bergengsi yang menunjukkan kualitas luar biasa dalam pengalaman bersantap.
- Mendapatkan Bintang Michelin sangat sulit, dan banyak restoran terbaik di dunia berlomba-lomba untuk meraihnya.
Bagi restoran, memperoleh Bintang Michelin bisa meningkatkan reputasi mereka secara global, menarik pelanggan dari seluruh dunia, dan bahkan mengubah karier seorang chef.
50 https://lifestyle.kontan.co.id/news/25-restoran-fine-dining-terbaik-di-dunia
51 https://www.laliste.com/en/
52 https://guide.michelin.com/en/restaurants/indonesian
53 https://sindikasi.republika.co.id/berita/sindikasi/tips-sindikasi/rzdnw67416000/michelin-star-pengertian-daftarchef-pemegang-dan-rekomendasi-restorannya-di-indonesia?
54 https://lifestyle.bisnis.com/read/20180219/223/740034/waktunya-fine-dining-indonesia-unjukgigi?utm_source=chatgpt.com
55 https://www.orami.co.id/magazine/fine-dining-jakarta#google_vignette; bisa juga diperiksa info pada tautan ini: https://www.akasakabali.com/blog/fine-dining-restaurant-terbaik/